6| Teman Baru

1.3K 104 9
                                    

"Ive, tidur dulu! Udah siang." Teriakan ibunya dari lantai bawah membuat Olive berlari dan bersembunyi di balik punggung abangnya.

Nebiru meringis karena luka punggungnya disenggol oleh Olive. "Ive, sana! Entar ibu marah."

Olive malah merapatkan tubuhnya ke abangnya hingga tidak terlihat sebab mendengar langkah ibunya menaiki tangga.

"Ibu, Ive di sini–aw!" Nebiru menggigit bibir bawahnya menahan sakit karena Olive baru saja memukul punggungnya kuat sekali.

"Ive, kalau nggak bobo siang malem nggak bisa belajar loh ...."

Nebiru mengode ibunya agar keluar dari kamarnya dia akan menyulap adiknya agar mau tidur siang. Dengan pelan-pelan dia berbalik menatap Olive yang tengah tersenyum karena ibunya telah berhasil pergi atas bantuan abangnya.

"Ive, lihat jam di sana. Udah jam 1 'kan? Abang bisa sulap. Sana geseran dulu ... sempit, nih." Olive menuruti perkataan abangnya. Matanya terfokus pada jam dinding yang tertempel di depannya.

"Jam itu nanti akan berubah dalam waktu sekejap. Ive fokus, jangan ketawa! Harus fokus! Merem. Jangan ngintip ya, Ive! Fokus, fokus, fokus." Nebiru berucap sambil mengusap-usap kedua mata Olive cukup lama.

Bekerja! 15 menit kemudian Olive tertidur dengan mendengkur halus. Nebiru terkekeh pelan melihat sulapnya yang berhasil.

Dia bangun pelan-pelan berharap tidak mengusik tidur Olive. Dia akan ke bawah untuk menemui ibunya. Berbaring saja di kasur membuat badannya makin terasa sakit.

"Abang kasih ponsel ke Ive? kok diem?" tanya Ibunya melihat Nebiru datang sendiri.

Nebiru menggeleng. "Ive tidur."

Senyum ibunya mengembang mendengar pernyataan itu. Memang anak keduanya lebih nurut dengan abangnya ketimbang dengannya. Mungkin semenjak Olive kecil keduanya sudah dekat. Dan Nebiru selalu bisa membuat anak kecil nyaman berada di sampingnya. Tidak hanya Olive saja. Siapapun anak kecil yang pernah digendong Nebiru pasti tidak mau lepas.

"Kemarin abang ketemu Sasya sama suaminya, Bu. Dia lagi beli alat tes kehamilan," ungkapnya tanpa dipaksa dulu oleh ibunya untuk bercerita.

Ibunya hanya tersenyum lalu mengucap syukur di dalam hatinya karena mendengar kabar bahagia itu.

"Biru, masih nggak pernah nyangka, Bu. Biru bisa nggak ya dapetin Sasya di orang lain?" tanyanya kemudian mengambil satu air mineral gelasan di meja.

Kepala ibunya menggeleng. "Sasya tetap Sasya. Nggak ada orang lain yang mirip sama Sasya. Kalau kamu nyari kayak gitu nggak bakalan ketemu."

Nebiru membenarkan perkataan ibunya. "Maafin Biru ya, Bu."

"Pantes ya Biru ditinggalin. Belum tentu juga kedepannya Biru bisa bahagiain Sasya," tambah Nebiru merasa insecure mengingat latar belakang suami Sasya.

"Ibu nggak suka kamu insecure dan nggak PD kayak gini. Biru udah usaha keras selama ini, Biru udah punya tabungan sendiri, Biru udah punya rencana untuk ke depannya. Seharusnya Biru nggak perlu khawatir sama itu. Bahagia nggak melulu soal uang. Uang bisa dicari sama-sama," jelasnya dengan ekspresi sedikit marah.

"Assalamualaikum, Biru."

Suara cewek dari depan rumahnya membuat ibu dan Nebiru saling bertatapan.

"Si neng!" Ibunya lari duluan ke depan menyambut Violetta. Ya, suara tadi milik Violetta

"Biru ... ada Neng Vio. Ibu masuk ya, Neng. Silakan duduk."

Violetta menghadap Nebiru yang kini sudah berada di sampingnya. "Biru, gimana badan lo sekarang? Gimana kata dokter?" ucapnya langsung memberondong pertanyaan.

Serendipity [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang