Nebiru dan Violetta masih berada di dalam mobil padahal mobilnya sudah berhenti sejak 5 menit yang lalu di depan rumah Violetta.
"Yuk turun, Biru!" ajaknya.
"Lo nggak istirahat aja?" Mengingat Violetta habis menangis dia menyarankan untuk istirahat saja.
Kepala cewek itu menggeleng pelan pertanda menolak. "Katanya mau cerita."
Usai mereka keluar dari mall tadi, Violetta bertemu dengan bapak-bapak tua berjualan cobek yang dipikul.
Melihat pemandangan itu hati Violetta sangat teriris sekali. Lagi-lagi mengingat kepergian papanya.
Nebiru yang berjalan di sampingnya pun menoleh karena mendengar suara isak tangis dari cewek di sebelahnya.
"Vio ...."
Tangis Violetta makin deras. Dia menutupi mulutnya dengan telapak tangan agar suara yang ditimbulkan tak mengundang perhatian orang lain.
Nebiru menyibakkan rambut Violetta yang menutupi mukanya. Dia berhenti di depan Violetta lalu bertanya kenapa dia bisa menangis kejer seperti ini.
Kepala Violetta menoleh menatap bapak-bapak tadi yang masih terus berjalan dengan beban di pundaknya. Nebiru langsung mengikuti arah pandang Violetta.
"Kasian ... itu anaknya ke mana, sih!"
Nebiru mengelus pundak Violetta berusaha menenangkan.
"Jadi inget papa ...." Violetta langsung menggandeng tangan Nebiru. Di tempat dia berdiri tadi banyak orang memperhatikannya dengan tatapan tak enak. Pasti mengira mereka sedang berantem padahal tidak sama sekali.
"Kamis gue temenin ketemu sama papa, ya."
Violetta melambaikan tangannya di depan muka Nebiru. "Masih nggak mau cerita?"
Nebiru tersadar dari lamunannya lalu menggaruk kepala bagian belakang. "Bentar, mau minum dulu."
Tubuhnya ia hempaskan ke sofa begitu saja karena kelamaan menunggu Nebiru yang tampaknya bingung ingin memulai cerita dari mana.
"Gue tipe orang yang suka keep cerita sendiri. Ada satu orang lagi, sih. Itu ibu," akunya.
Ia kira setelah berbicara seperti itu Nebiru akan mengalirkan cerita, tetapi tidak. Dia malah terdiam sambil memainkan kontak mobil di tangannya.
Violetta jadi ikut diam. Dia juga menyimpan cerita sendirian, cerita luka lebih tepatnya. Saat itu juga dia tidak berani untuk cerita ke papanya karena ketakutannya dan tidak cerita pula ke temannya karena Violetta sulit mempercayai orang lain. Untuk saat ini juga dia tidak memiliki teman yang sangat dekat karena sudah pada menikah jadi jarang sekali berkumpul maupun berkomunikasi.
"Maaf gue belum bisa." Nebiru langsung pergi dari rumah Violetta dan hanya meninggalkan wangi parfum saja.
•••
Sudah 1 minggu lebih Violetta tidak bertemu dengan Nebiru lagi. Mungkin karena kesibukannya dan Violetta jarang pulang ke rumah membuatnya terasa lama sekali tidak bertemu dengan cowok itu.
Malam-malam sebelum dirinya pulang ke rumah papanya dia mampir ke supermarket setempat. Dia berjalan menunduk karena masih membalas pesan dari rekan kerjanya yang juga model bercerita jika dia terjebak friendzone.
Bertahan menjadi teman dengan hati ingin lebih sekadar rasa teman.
Dia sedikit berjalan lebih cepat karena tidak ingin membuka gagang pintu supermarket tersebut. Biar orang di depannya saja.
Saat dirinya ingin mengulurkan kakinnya agar pintu itu tak terburu ketutup dia mendongakkan kepalanya karena ternyata pintu itu dibuka lebar oleh orang di depannya tadi. Niatnya ingin mengangguk dan mengucap terima kasih.
Saat matanya bertemu mulutnya spontan menggumam. "B-biru." Violetta tidak jadi mengucap kata terima kasih. Dia langsung ngacir mengambil barang yang dibutuhkan agar segera pulang. Berada satu ruangan bersama Nebiru membuat perasaan aneh itu muncul lagi.
Violetta mengumpat dalam hati karena tidak ada lagi orang yang mengantri di belakangnya. Di supermarket itu hampir tidak ada lagi yang berbelanja dan posisinya sekarang dia sedang mengantri di kasir.
Diantara rak-rak yang berjejer hanya ada Nebiru dan satu pegawai yang berjaga. Violetta berharap Nebiru masih lama dalam memilih barang.
Mata Violetta memejam kala mendengar suara deheman dari seseorang di belakangnya. Ketika hendak memasukkan ponsel ke saku tiba-tiba beberapa snack yang tadinya dirangkul berjatuhan.
"Nggak usah, Mas!" cegah Nebiru saat melihat pegawai supermarket akan memberikan keranjang kepada Violetta.
Dengan seenak jidatnya sendiri, Nebiru memasukkan snack Violetta yang terjatuh ke dalam keranjangnya yang masih cukup luas.
"Taruh semua aja." Nebiru mengode Violetta agar yang berada di pelukannya juga ia pindahkan ke dalam keranjang tersebut. Dengan sadar Violetta pun menurut.
Mereka berjalan beriringan setelah keluar dari supermarket dengan kantong keresek yang dijinjing oleh Nebiru.
"Nanti kirim rekening ya, Biru. Gue nggak ada cash sama sekali. Tadi mau ambil di situ juga ternyata belum ada." Dia merasa tidak enak karena Nebiru membayari semua belanjaannya.
"Habis dari mana?" tanya Nebiru menatap jalanan yang mulai sepi.
"Pulang dari rumah temen terus mampir beli itu." Dia menunjuk kantong belanjaan yang dibawa Nebiru.
"Mangkannya beberapa hari ini rumah kelihatan sepi."
"Dari papa nggak ada juga udah sepi."
Napas Nebiru tertahan karena mendengar kekehan palsu yang diciptakan dari mulut cewek di sampingnya. Nebiru tidak berniat mengingatkan dia kepada papanya.
"Udah makan malam?" tanyanya melihat Violetta yang terus memandang lurus ke depan.
Violetta menoleh lalu menggeleng. Dia membeli banyak roti di supermarket tadi untuk makan malam hari ini.
"Makan lalapan, yuk!"
Kepala Violetta menoleh kembali menatap Nebiru tanpa mengiyakan atau menolak ajakannya. Selanjutnya pun dia hanya diam.
"Bayar pakai kartu emang bisa, Biru?" Ya ampun, dia kira Violetta akan menolaknya karena tidak mau makan lalapan dengannya. Ternyata dia memikirkan cara untuk bayar.
Nebiru memindahkan belanjaan ke tangan kiri lalu menggandeng Violetta menuju tempat makan di seberang.
"Bantuin ibunya cuci piring aja sebagai bayaran."
"Aaa Biru!!!"
Beri banyak cinta untuk cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity [END]
Short Story⚠️ Cerita serupa di wattpad maupun lapak lainnya itu plagiat. Usia Nebiru sudah menginjak kepala dua dan punya keinginan besar untuk segera menikah dengan kekasihnya, tetapi justru sang kekasih diam-diam menyusun rapi persiapan pernikahan dengan or...