BAB 8

8 1 0
                                    


Di luar sana, hujan gerimis mengisi pagi yang dingin. Aroma tanah menyeruak masuk melalui celah-celah jendela. Udara pagi ini sangatlah dingin. Untung saja ini hari libur, membuat gadis yang masih menggeliat di atas kasur nampaknya tetap terjaga.

Matanya mengerjap, kemudian mulai menyesuaikan dengan cahaya penerang lampunya. Pikirnya, memang seharusnya ia tidak bangun. Untuk apa bangun, hari ini ia tidak memiliki jadwal dengan siapa pun.

"Dingin banget," gumamnya lalu segera melangkah ke kamar mandi untuk sekedar membasuh wajahnya.

Sesaat setelah itu, Phena pun segera keluar untuk menemui bundanya. Tumben sekali pagi ini sepi. Tidak seperti biasanya.

Dan satu lagi, ayahnya seharusnya sudah ada di rumah bukan?

Dengan senyum yang mengembang, Phena pun segera berlari mencari Bundanya. Tidak ketemu. Mungkin di kamar.

Saat hendak meraih handle pintu, ia mendengar suara tangis. Kerutan di dahi mulai tecetak. Sepertinya itu Bundanya. Tapi, kenapa?

Perlahan ia membuka pintu bercat putih itu. Dan melihat Bundanya tengah menatap ke arah jendela dengan punggung yang bergetar.

”Bunda..." panggil Phena serak. Perasaannya sudah terombang ambing.

Bundanya menoleh dengan derai Ari mata yang begitu jelas terlihat. Phena duduk di samping Bundanya lalu memeluknya erat.

"Kenapa Bun...?" tanya Phena.

Bukannya menjawab, tangis Bundanya pun semakin keras. Hal itu membuat Phena tidak tahan untuk menahan tangis.

Ia tidak tahu apa yang terjadi, apa yang sebenarnya terjadi.

"A-ayah k-kamu Phen..." ucap Bundanya dengan tersengal-sengal.

Jantung Phena mulai tidak merasa baik. Ia menatap Bundanya penuh penjelasan.

"Ayah kenapa Bun?" tanya Phena.

"Pesawat yang di tumpangi Ayah j-jatuh..."

Deg!

Degup jantungnya seperti berhenti bersamaan dengan pendengarannya yang seolah-olah mengulang ucapan Bundanya. Phena mematung dengan pandangan yang kosong. Mencoba untuk tidak mempercayai ucapan Bundanya.

Phena mendekat lalu memegang kedua bahu bundanya, ia tersenyum geli.

"Bunda jangan becanda kayak gitu, Phen gak suka tahu." kekeh Phena sementara bundanya kembali menangis dengan deras.

"Bunda lagi akting kan? Padahal sekarang buka ulang tahun Phen, ayo dong Bun udahan ya..."

"Bunda bilang ayah bakalan pulang kan, jadi ayo kita siapin kejutan aja daripada kayak gini,"

Phena bangkit lalu menarik tangan Bundanya, "Phen pengen buat cake buat ayah ya Bunda, nanti Bunda kasih tahu aja bahan-bahannya." ucap Phena dengan pikiran dan perasaan yang tak saling beriringan.

"Phen udah nunggu banget Ayah pulang, saking kangennya Phen suka mimpi kalo kita bertiga bakal liburan ke tem-"

"PHENA!"

Teriakan Bundanya membuat Phena terpenjat. Ia menoleh ke samping dengan nafas tercekat. Apa ini...

"Bunda... I-ini b-bohong kan?"

"Ayah ka-mu sudah m-meninggal."

*****


"Anjir gila parah! Kenapa banyak banget ya pesawat yang jatoh, mana korbannya banyak lagi heran gue." dumel Aksara sembari memakan beberapa camilan yang sudah berserakan di sekitar kasurnya.

Sebenarnya, niat awalnya hanya ingin menghilangkan bosan dengan cara menonton acara yang ada di televisi. Namun,. setelah melihat beberapa berita yang menayangkan pesawat jatuh, membuatnya gusar dan semakin tidak ingin melihat.

"Arghhh... Gak bisa gini terus. Gue harus ketemu Phen." dengan cekatan ia mengambil kunci motor dan memakai jaketnya.

Sepanjang jalan keluar dari apartemen, ia sangat muak. Karena beberapa pasangan mata menatapnya. Dan lihat- what the hell?!

Seorang pria dengan dandanan perempuan berjalan ke arahnya. Sialan!

"Apa Lo liat-liat banci?!" sudah pasti Aksara sangat kesal.

"Halo ganteng, mau kemana nich?" tanya si banci dengan tubuh yang dirapatkan.

Kebetulan sekali sekarang Aksara tengah berada di dalam lift bersama waria di sampingnya.

Mau waria atau banci tetep aja ngeri anjir!

"Jangan deket-deket! Jaga jarak!" tegas Aksara dengan telunjuk yang mengarah kepada si Waria.

Waria itu pun tersenyum menakutkan, "Masnya ganteng-ganteng galak ya, jadi pengen me-"

Ting!

Lift terbuka sebelum waria itu melanjutkan kata-katanya. Aksara pun mengambil langkah cepat meninggalkan waria yang terus berteriak memanggilnya dengan sebutan "Mas ganteng".

"Fuck! Bisa-bisanya gue harus ketemu gituan!" gerutu Aksara lalu memakai helmnya dan segera melaju membelah ibu kota untuk segera sampai di kediaman kekasihnya.

Tidak butuh waktu yang lama, kini ia sudah sampai di depan rumah Phena. Ada yang aneh. Kenapa sangat sunyi. Kemana pemilik rumah ini.

Dengan cepat Aksara segera turun dari motor lalu mendekati pagar dan di gembok. Tidak biasanya.

"Mas, cari neng Phena ya?" tanya seorang ibu-ibu kepada Aksara.

Aksara menatap Ibu itu, "Iya, kemana ya? Kok sepi banget,"

"Aduh Mas, Mas belum tahu ya?"

"Tahu apa Bu?" tanya Aksara semakin penasaran.

"Jadi gini Mas, semalem ayahnya Neng Phena kecelakaan pesawat. Jadi, tadi pagi semuanya pergi. Gitu Mas."

Tubuhnya termenung. Seusai mendengarkan penjelasan ibu-ibu tadi Aksara dengan cepat menarik tubuh menancapkan gas.

"Kenapa gue gak tahu apa-apa..."

"Shit!"


-PHENAKSARA-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PhenaksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang