Waktu sudah menunjukkan pukul enam petang. Phena baru saja selesai, begitu pun dengan yang lainnya."Akhirnya selesai juga." tutur Sia sembari merenggangkan tubuhnya.
"Gue suka sih sama temanya."
"Iya dong! Siapa dulu mandornya."
"Halah!!" balas Algabra dengan tangan yang sibuk merapikan alat tulisnya.
Berbeda dengan Phena, gadis itu tengah mencoba menelpon seseorang namun penerimanya tidak mengangkatnya.
"Kenapa Phen?" tanya Sia.
"Aksa gak angkat telpon gue,"
"Mungkin dia lagi sibuk kali,"
"Iya juga ya." setuju Phena karena mungkin saja benar.
"Eh, ayo ah pulang. Udah mau malem nih, bisa-bisa gue kena interogasi Mama gue lagi." ungkap Algabra membuat Sia mendengus geli.
"Dasar anak Mama!"
"Ya emang gue anak Mama, emangnya Lo? Anak Onet!"
"Lo?!" geram Sia membuat Algabra berdiri lalu berlari menghindari serangan banteng yang akan mengamuk.
"Lo pulang bareng Alga aja Phen, udah mau malem." saran Sia sembari mengantarkan Phena ke depan.
"Kayaknya gak usah deh. Gue bisa pulang sendiri, pesan ojol."
"Beneran gak papa?"
"Iya gak papa."
"Yaudah Lo hati-hati ya di jalannya." ingat Sia.
"Ke gue gak bilang nih?" tanya Algabra yang sudah duduk di atas motornya.
"Najis banget!"
"Sewot banget Lo."
"Ke lo doang sih gak papa, jadi it's oke sih."
Algabra yang mendengar itu melirik sinis. Sia itu menyebalkan. Terlalu serius dan tidak bisa di ajak becanda. Bawaanya emosian dan galak pikir Algabra.
"Phen, Lo mau bareng gak?"
"Enggak deh Al, gue pulang sendiri aja. Thanks ya."
"Serius Lo? Udah mau malem, takutnya Lo kenapa-kenapa lagi nanti di jalan." ingat Algabra membuat Sia berdecak malas.
"Bilang aja Lo mau modus. Pake segala basa basi. Basi!"
Sontak Algabra mendelik tajam,"Lo cerewet banget sih?! Gue nawarin Phen bukan Lo!"
"Y."
Setelahnya Algabra langsung pergi meninggalkan Phena yang kini tengah berdiri tidak jauh dari rumah Sia. Ia berkata kepada Sia untuk segera masuk.
"Tumben lama, udah mau gelap lagi," gumam Phena dengan mata menelisik mencoba mencari-cari.
Sudah hampir 30 menit, Ojol yang ia pesan sama sekali belum datang. Langit sudah berganti gelap. Dan keadaan sekitar pun sudah mulai sepi.
"Aksa kemana lagi, kok gak di angkat-angkat." cicit Phena mulai merasa takut.
Terlebih lagi, ia melihat dua orang lelaki berdandanan seperti preman sedang berjalan ke arahnya atau mungkin ke arah tempat ia berdiri sekarang.
Meneguk salivanya kasar, Phena mulai berjalan maju meninggalkan tempat barusan. Ia berencana untuk kembali ke rumah Sia.
"Cantik, jalannya pelan-pelan dong. Abang mau ngobrol nih." suara salah satu preman yang sudah berdiri di sisi kanan kirinya.
"Mau kemana? Mau Abang anterin gak? Sekalian kita seneng-seneng sebentar," ucap salah satunya.
Demi apa pun, hatinya sudah mulai gusar ia takut. Bahkan untuk berhenti berjalan pun ia tidak bisa.
"Cantik-cantik bisu, mending ayo ikut sama Abang." ajaknya dengan menahan lengan Phena.
Sontak Phena menepisnya, lalu menatap tajam kearah keduanya.
"Pergi! Atau gue teriak!" ancam Phena dengan tangan menggenggam erat handphonenya.
Preman itu tertawa,"Teriak aja, gak bakal ada yang denger."
"Tolongggg!!!" teriak Phena dengan nafas memburu.
"TOLONGG-"
"Brisik! Ayo ikut kita!"
Phena tiba-tiba saja di cekal. Ia memberontak, bahkan tangannya sudah mulai memukul-mukul preman itu.
"Enaknya diapain ya? Cakep bener lo! Mulus juga. Kayaknya masih segel nih."
Temannya menjawab,"Udahlah kita gas aja, rezeki gak boleh di sia-siain."
"Bene-"
*****
Seorang lelaki dengan wajah bangun tidur baru saja membuka matanya. Kepalanya berat. Sudah berapa lama ia tertidur. Ia melihat jam, sudah pukul enam sore.
"Lama banget gue tidur, pantes aja gue nyaman."
Lalu, matanya menatap benda pipih di atas nakas. Ia teringat dengan gadisnya. Apa dia sudah sampai di rumah?
Matanya membola, melihat banyaknya panggilan tidak terjawab dari Phena. Jantungnya mulai berdegup. Sial!
"Bangsat!"
Segera saja ia menyambar kunci motornya lalu mulai berlari ke luar apartemen.
"Phena pasti baik-baik aja, cewek gue kuat. Gak mungkin terjadi apa-apa."
*****
Bugh!
"Anjing!"
Bogeman mentah mendarat mulus di rahang salah satu preman yang berhasil membuatnya terpental.
Suara bariton itu membuat Phena dengan cepat menoleh. Matanya memanas.
"Aksa..." lirih Phena lalu menendang preman yang tengah mecekalnya.
Duk!
"Ahhh bangsat!" teriak preman itu sembari memegang alat vitalnya.
Phena berlari lalu memeluk Aksara dengan erat. Air matanya sudah menetes. Ia lega dan takut.
"Aksa.... Takut..." cicit Phena dengan nafas berderu.
"Ssstttt, ada gue Lo gak usah takut."
Aksara membalas pelukan Phena tak kalah erat. Rasanya emosinya sudah mulai memuncak. Ingin rasanya ia menghabisi pecundak di hadapannya.
"Kalo sampai pacar gue lecet, gue gak bakalan segan buat bikin Lo berdua masuk ke neraka!"
-PHENAKSARA-
Wajah doi liat kesayangannya di ganggu😤
KAMU SEDANG MEMBACA
Phenaksara
Teen Fiction"Lo gak boleh pergi!" "Gue gak suka kalo lo deket-deket cowok lain!" "Ayo putus!" ***** Aksara itu emosian dan gengsian. Dimana ada Aksara maka dosanya harus ada Phena. Keduanya suda seperti prangko. Jika di pisahkan, mungkin Aksara akan gila tiba-t...