Bag 5

31 3 1
                                    

Jika perempuan telah mencintai maka ia ingin memilikinya

Satu hari setelah acara perpisahan, kini Zahira dapat menetap di rumah dan mengurus pekerjaan rumah yang lain. Dia juga telah mempersiapkan diri untuk masuk ke salah satu Universitas Negri Islam di Purwokerto bulan depan nanti.

Zahira di terima dalam Fakultas Pendidikan Prodi bahasa arab. Sejujurnya dia juga bingung dengan pilihannya dan akan menjadi apa kedepannya dia hanya berserah diri kepada Allah.

"Ra, tolong nanti antarkan pesanan adikmu ke pondok ya" Kata ibu

"Iya bu, taruh aja di meja makan entar Zahira antar"

Sebenarnya Zahira sangat terpaksa mengantarkan pesanan adiknya ke pondok,karena dia tidak mau jika nantinya akan berpapasan dengan Ali disana.

Tak lama Zahira bergegas pergi ke pondok adiknya untuk mengantarkan beberapa pesanannya. Sesampainya di sana ada seorang pengurus yang menghampirinya dan menyuruhnya untuk masuk. Namun, Zahira menolak ajakannya tersebut dan tidak ingin berlama lama di sana.

"Saya titip ya atas nama Tika"

"Oke us" Jawab seorang pengurus

Dengan bergegas Zahira pergi dari sana,ternyata dia melihat Ali yang sedang bermain voly di lapangan pondok yang arahnya juga berdekatan dengan gerbang utama. 

Tak hanya Zahira yang melihat Ali, namun sebaliknya Ali juga melihat Zahira yang datang di depan gerbang namun Ali berpura pura tak melihatnya.

Sesampainya Zahira di rumah, karena dia merasa sangat bosan akhirnya memilih untuk bermain musik di kamarnya dengan piano. Namun sayangnya piano yang akan dia gunakan rusak,ada beberapa tangga nada ketika di tekan tidak mengeluarkan suara.

Mau tak mau Zahira kembali mematikan pianonya dan kembali duduk di depan laptop dengan memutar sebuah instrumen musik yang berjudul TRAUMA. Dia tidak bernyanyi namun hanya sekedar mendengarkan musik tersebut,ternyata dari bait bait lirik lagunya sudah mewakili perasaan apa yang Zahira rasakan kali ini.

Hingga musik tersebut berhenti, dia mengambil sebuah buku catatan dan merobek robek semua isinya hingga akhirnya membakarnya habis habis menjadi abu. Zahira terlihat seperti orang depresi kali ini, dia tak menangis namun setiap kali mendengarkan perkataan yang tidak diinginkan dari dirinya selalu saja bertambah emosinya.

Bahkan orang tuanya tidak pernah mengetahui apa yang dia rasakan selama ini, separuh jiwa dari Zahira telah rapuh. Dia tidak menemukan sebuah rumah yang benar benar mengerti dirinya, dia juga sering sekali melamun ketika sedang merasa kesepian.

"Apa yang kamu rasakan ketika memiliki keluarga yang utuh namun tidak ada satupun menjadikan mu sebuah rumah saat pulang?"

Hanya kata kata itu  yang terngiang dalam pikiran Zahira setiap kali dia merasakan kesepian. Tak lama ketika sudah larut malam, sebuah panggilan masuk ke ponsel Zahira. Panggilan tersebut dari Ali,hingga akhirnya dia mengangkat panggilan tersebut.

"Halo, apa kabar?"

"Baik"

"Udah tidur ya"

"Belum"

"Overthinking?"

"Gak tau"

Sandyakala (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang