Ch.5 : Hari Pertama

140 22 0
                                    

🎶 Rindu Sendiri - Iqbaal 🎶

Kamu abaikan sapanya
Dia berupaya mencari senyummu
Dengan rayuan yang pelik

◇◇◇


Krrriiinng~

Alarm dari ponsel Bian berbunyi dengan keras di tengah kesunyian pagi, layarnya menyala tunjukkan angka enam berhias warna merah seolah beri peringatan akan sesuatu yang genting.

Pemuda yang masih asik nyamankan diri dalam bungkusan kepompongnya itu perlahan bergerak tak nyaman, satu tangan gapai benda pipih di atas nakas sebelum kedua matanya membola saat lihat jam yang tertera di layar.

"BANGKE, hampir telat!!" Adalah kalimat pertama yang ia serukan pagi ini.

Bian langsung beranjak dari kasur dan lari ke kamar mandi dengan kecepatan penuh, hampir pertemukan dahi dengan daun pintu dalam prosesnya. Ia berusaha kalahkan waktu dengan hanya habiskan 30 menit bersiap-siap tanpa sarapan.

Sebenarnya ia tak perlu terlalu buru-buru, mengingat ia membawa mobil dan jarak asrama dengan kampus bahkan tidak ada dua kilometer. Hanya saja, malam tadi ia sudah sengaja pasang alarm tepat pukul setengah enam agar ketika jam tunjukkan pukul enam ia sudah bisa turun ke lantai tiga untuk tunggu Si Kakak Tingkat di depan pintu kamarnya.

Kini, Bian bahkan tidak yakin apakah dia harus benar-benar laksanakan niatnya atau tidak. Dilihat dari penampilan, Nata kemungkinan besar termasuk Burung Pagi¹ yang pastinya sudah huni kelas bahkan sebelum penjaga kampus datang. Jika ia dengan penuh percaya diri sudah tunggu depan pintu kamarnya dan ternyata pemuda itu sudah berangkat lebih dulu, maka ia justru hanya akan buat diri sendiri terlambat masuk kelas tanpa hasil apapun.

Bian hela napas berat dan hendak lanjutkan larinya ke arah tangga menuju lobi saat tiba-tiba bunyi pintu terbuka terdengar menggema di seluruh koridor. Ia segera menoleh ke sumber suara dengan penuh harap, dan kedua sudut bibirnya ditarik selebar mungkin saat lihat doanya terkabul.

"KAK NATA!"

Si Pemilik Nama yang tengah menghadap belakang—mengunci pintu kamarnya— seketika terlonjak dan langsung menoleh sambil usap dada dengan kasar saat dengar sorak tersebut.

"Ada apa sih!? Jangan teriak-teriak di koridor asrama, kesian yang masih tidur nanti keganggu!" omel Nata dengan satu tangan terangkat, seolah sangat ingin menjitak kepala Mahasiswa Baru tersebut.

Sementara yang dimarahi hanya terus sunggingkan cengiran manisnya tanpa merasa bersalah sama sekali, berdiri di sebelah Sang Senior dengan ekor yang bergoyang kesana-kemari.

"Kakak juga baru mau berangkat ya? Bareng yuk! Aku bawa mobil, jadi kakak nggak perlu capek-capek jalan," ajak Bian dengan riang.

Lagi. Nata hela napas panjang ketika dengar adik tingkat yang satu ini kembali lempar ajakan. Sungguh, ia tidak perlu terus-terusan diperhatikan seperti ini. Ia sudah besar! Kenapa anak itu memperlakukannya seolah ia masih anak SMP yang butuh pengawasan!?

"Nggak perlu, Bian. Saya bisa jalan sendiri ke kampus, jarak asrama ke sana juga nggak jauh. Jalan kaki cuma ngabisin waktu 15 menit," Nata berusaha tolak halus dengan segenggam bukti, seharusnya pemuda di depan sana akan langsung menyerah–

"Nah, kalo gitu lebih efektif caraku. Naik mobil gak sampe lima menit malah, hehe."

dan, gagal.

Sial, ternyata anak itu bawa lebih banyak bukti yang bisa langsung jatuhkan alasannya dalam hitungan detik.

Nata menghela napas lagi, "Saya nggak mau ngerepotin kamu."

Si Lawan Bicara langsung menggeleng kuat, seolah di hadapannya ada sesendok makanan yang tak disuka. Bibir tipis itu dimajukan sedikit dengan kedua alis mengerut, buat penampilannya jadi seperti anak kecil yang merajuk.

"Kakak gak pernah ngerepotin aku, kenapa Kak Nata suka banget sih ngeluarin kalimat itu? Aku gak sukaaa."

Nata mematung di tempat, membeku dengan sepasang tangan mengepal di kedua sisi tubuhnya. Ayolah, apa anak ini semacam cenayang? Bagaimana dia tahu cara seperti ini adalah satu-satunya kelemahan yang ia miliki!? Hentikan tatapan itu!!

"Ayolah, Kak. Aku pengen berangkat bareng Kakak, makanya aku bela-belain bangun pagi gini padahal kelasku mulai jam 8. Kak Nata gak kesian sama aku emangnya? :("

"Lah? Tumben lu berangkat pagi begini? Bukannya kelas lu mulai jam 8?"

"Iyalah! Sengaja gue, biar lu gak ninggalin gue lagi. Gue udah bela-belain nggak ngegame semalem nih biar bisa bangun pagi, berangkat bareng lu. Gak kesian lu ama gue?"

Kilas balik masa lalu itu seketika terputar kembali tepat di depan matanya, buat air muka Nata berubah dalam hitungan detik. Bian yang tidak tahu apa-apa, langsung pasang ekspresi khawatir. Satu tangannya hendak tempelkan diri di dahi Sang Kakak Tingkat untuk mengecek kondisi, tapi tiba-tiba sepasang netra hitam pekat milik pemuda tersebut beralih menatapnya.

"Oke, ayo. Cepet nyalain mobilnya! Kalo saya telat, kamu yang harus tanggung jawab jelasin ke dosen nanti."

Dengar hal itu, senyum Bian langsung merekah sempurna. Ia mengangguk penuh semangat dan buat gestur hormat ala upacara.

"Siap laksanakan, Kak!"




> Comethru <





Mobil audy putih perlahan berhenti tepat di depan lobi Gedung Fakultas Kependidikan. Bian perhatikan Sang Kakak Tingkat yang fokus dengan safety belt, lukis sebuah senyum tipis penuh makna sebelum palingkan wajah kembali ke depan jalan ketika Nata menoleh.

"Makasih ya, Bian, udah nganterin sampe depan gedung kayak gini. Sekali lagi, maaf ngerepotin," ujar Nata sopan.

Bian kembali menoleh dan menggeleng singkat, "Nggak ngerepotin sama sekali kok, Kak."

Keheningan kembali kelilingi kedua insan yang masih setia duduk dengan nyaman di dalam mobil itu, sebelum Si mahasiswa tahun kedua berdeham pelan dan tarik sedikit salah satu sudut bibirnya seolah berusaha lukis senyum yang sangat sangat tipis untuk dilihat oleh mata telanjang.

"O-oke. Kalo gitu, saya turun ya. Kalo kelasmu masih lama mulainya, kamu bisa–"

"–ikut masuk ke kelas Kak Nata!?"

Nata seketika terdiam, mulut yang masih terbuka perlahan mengatup dan tatapan yang semula sudah melembut kembali pancarkan kejengkelan. Rasa-rasanya, tangan pemuda itu sudah gatal ingin menjitak kepala Si Adik Tingkat sampai otaknya bergeser. Tapi ia masih berusaha tahan diri dengan tetap diam di tempat.

"E-ehehehehe. Nggak kok, Kak. Aku cuma bercanda, jangan dibawa serius," ujar Bian sambil tertawa canggung dan kibaskan satu tangan di depan mulut dengan cepat.

Nata menghela napas, lagi. Entah sudah berapa kali hari ini dia buang-buang karbondioksida dengan boros, dan semua karena anak baru menyebalkan yang duduk di kursi kemudi.

"Kamu bisa ke kantin di gedung Faperta², kalo kelasmu masih lama mulainya. Jaraknya gak jauh dari FIB³ dan biasanya beberapa stan udah buka dari pagi buta kayak gini, jadi kamu bisa sarapan di sana."

Bian dengarkan petunjuk Sang Kakak Tingkat dengan seksama sebelum menjawab dengan angguk antusias. Setelah merasa anak bocah satu ini bisa ditinggal tanpa pengawasan lagi, Nata membuka pintu mobil dan hendak turun saat tiba-tiba Bian kembali tarik lengannya lembut:

"Semangat belajarnya ya, Kak!"

------------------------------------

Footnotes:
[1] Burung Pagi, biasanya sering disebut dalam idiom bahasa inggris "Early Bird", kalimat ini sebutan untuk orang yang rajin bangun pagi dan berangkat sekolah/kerja lebih awal dari jadwal yang seharusnya.

[2] Faperta, singkatan dari Fakultas Pertanian. Karena ambil latar belakang lokal, jadi menyesuaikan jenis-jenis fakultas kayak yang ada di universitas-universitas di Indonesia.

[3] FIB, singkatan dari Fakultas Ilmu Budaya. Yang satu ini mungkin nggak asing buat sebagian besar orang, tapi tetep author kasih penjelasannya buat yang nggak tahu ya ;)

Comethru || Taegyu✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang