Ch.10 : Keempat, Kecemburuan

115 20 0
                                    

🎶 Gorgeous - Taylor Swift 🎶

You should think
about the consequence
of your magnetic field
being a little too strong

◇◇◇

Akhir pekan tiba; menjadi penanda Makrab akan dilaksanakan. Sejak fajar menyingsing di hari yang terpantau cerah seharian ini, semua mahasiswa dari jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Sastra Inggris telah berkumpul di depan aula untuk terima pengarahan dari Para Panitia tentang rundown acara.

Bian mendapat barisan di deret terakhir dan suara mahasiswa tingkat tiga di depan sana hampir tak tertangkap oleh kedua telinganya, tapi itu tidak jadi masalah. Toh nanti ia bisa bertanya langsung pada salah satu panitia jika ada yang tak dipahami. Ia hanya dengar bagian akhir, di mana kegiatan yang akan mereka lakukan adalah Api Unggun malam dibarengi Pertukaran Surat Terima Kasih antar kakak tingkat dan mahasiswa baru.

Oho, seolah makrab ini tak bisa lebih baik hati lagi padanya. Tanpa perlu siapapun bertanya juga, Bian sudah targetkan di tangan siapa suratnya akan berakhir nanti.

Setelah kumpulkan barang-barang bawaan di sudut belakang aula, acara dimulai dengan pembagian kelompok secara acak berdasarkan sebuah permainan. Setiap kelompok diisi oleh enam orang dengan campuran kedua prodi, sehingga bisa jadi ajang perluas relasi. Entah karena takdir atau Tuhan memang ingin uji kesabaran Bian, ia kembali dapatkan Hendra sebagai teman satu kelompok dan permudah Sang Sahabat lebih gencar ingatkannya soal Nata yang asik kerjakan tugas bersama panitia lain.

Bian ingin mengumpat, tapi setiap kalimat kotor yang terdengar oleh Kakak Tingkat berarti hukuman push up dua puluh kali, dan ia sedang tidak ingin buang-buang tenaga hari ini.

Setelah selesaikan beberapa game dengan kelompok Bian berhasil cetak tiga poin, jam makan siang tiba dan semua orang berkumpul di tengah aula untuk makan bersama. Seksi perlengkapan kali ini kedapatan bantu panitia konsumsi bagikan makanan yang telah disiapkan pada semua orang. Nata berjalan kelilingi lingkaran besar di tengah ruangan sambil bawa plastik merah besar berisikan box nasi, minta setiap orang yang ditemuinya ambil bagian masing-masing dari dalam sana.

Sebenarnya Bian ingin bangun dan berlari bantu bawa bungkusan besar yang terlihat sangat berat itu—tapi apa daya, ia tahu dengan jelas hal tersebut akan pancing atensi semua orang. Ia tak mau Nata merasa tak nyaman dan berakhir jauhi dirinya. Dapat dipastikan perjuangan yang sudah hampir genap enam bulan itu akan langsung tandas tak bersisa hanya karena ketidakahliannya kontrol emosi.

"Bian, kamu kenapa?"

Dengar suara lembut familiar ini, Si pemilik nama menoleh cepat dengan mata berbinar riang. Ia menggeleng singkat untuk jawab pertanyaan Sang Senior sebelum ucap beberapa kata tambahan:

"Nggak apa-apa kok, Kak. Cuma lagi mikirin sesuatu. Ini kuambil satu ya."

Nata terlihat ragu selama beberapa detik, terus perhatikan dengan seksama gerak-gerik lawan bicaranya untuk pastikan kebenaran kalimat tadi.

"Oke. Tapi kalo kamu ngerasa pusing atau apa, langsung bilang ke saya ya. Jangan tiba-tiba pingsan."

Bian tertawa kecil sebelum mengangguk paham, "Tenang, Kak. Selama 18 tahun hidup, aku nggak pernah pingsan. Jadi Kak Nata gak usah terlalu mikirin, fokus ke acara aja."

Pemuda di hadapannya pilih setuju dan lanjut lagi hampiri setiap orang yang ia rasa belum miliki box makan siang mereka.




> Comethru <






Comethru || Taegyu✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang