( 𝟷,𝟽 )

908 113 1
                                    


Sepekan telah berlalu sejak hari dimana terlaksananya perundingan antara Joshua dan para dokter──juga kemarahan Nathan pada Nichole atas bercandaannya tempo hari.

Di samping itu, persiapan untuk Nichole menjalani operasi pengangkatan tumor di hatinya sudah mencapai sembilan puluh persen. Dipertimbangkan, hari esok Nichole akan menjalani operasi.

Disisi lain, hubungan antara Nathan dan Nichole jadi merenggang. Keduanya saling acuh— ralat, hanya Nathan yang acuh, sementara Nichole menjadi sangat pendiam. Hal itu tentu saja membuat Joshua dan Rose bingung, melihat pemandangan dimana Nathan yang kini bersikap terkesan acuh pada Nichole tentu saja membuat mereka bertanya-tanya.

Nathan benar-benar marah pada adik kembarnya itu, kesannya seperti Nichole melakukan kesalahan besar. Jikalau diingat-ingat, ucapan bermaksud canda yang dilontarkan Nichole benar-benar murni bercanda, rasanya kurang pantas ditanggapi dengan kemarahan hingga sebegitunya. Namun bagi Nathan sendiri, ucapan Nichole tempo hari sangatlah sensitif untuknya, terlebih dirinya memiliki ketakutan atas kehilangan. Nathan berhak marah, mungkin.

Jam dinding berdenting kala jarum panjang dan jarum pendeknya menyentuh tepat angka 12. Pukul 12 malam, dan Nathan masih terjaga diwaktu demikian.

Membuka kelopak gandanya yang sedari awal tertutup namun tak beristirahat, manik hazel gelap Nathan langsung disambut langit-langit kamar rawat yang identik berwarna putih tulang. Rasanya begitu aneh, manik terlelap namun otak tetap bekerja sungguh tak berarti. Lagi dan lagi, insomnia menyerangnya ketika hati kecilnya ingin sekali tidur nyenyak.

"Ck! insomnia anjing" decak dan umpatan pelan lolos dari bibirnya.

Menoleh ke sisi kanan, didapatinya Joshua yang terlelap dengan nyenyak. Senyum tipis terbit pada ranumnya, walau hanya beralaskan kasur tipis ayahnya itu masih bisa tidur dengan baik, pikirnya. Beralih sedikit, dilihatnya Rose yang juga terlelap dengan nyenyak di atas sofa. Beralih lagi, Nathan memberanikan diri untuk melirik Nichole yang tidur dengan tenang bak seorang pangeran tidur.

Tanpa dikehendaki, sebuah senyuman terulas apik pada belah ranumnya itu. Jujur saja, jauh dari lubuk hatinya yang paling dalam Nathan tidak ingin marah terhadap Nichole, namun keadaan tempo hari justru membuatnya jadi demikian.

"Maaf ya, adek..... kakak nggak bermaksud marah, tapi jujur, kakak kesel banget waktu kamu ngomong gitu" kalimat itu terucap lirih dengan nada yang sendu, Nathan merasa bersalah.

Perlahan bangkit berdiri──kemudian berjalan dengan langkah kecil menuju pintu, Nathan membawa raganya keluar dari kamar rawat. Tujuannya adalah berkeliling dan menenangkan diri, setidaknya hingga ia merasa lelah, pun rasa kantuk menjemputnya.

Niat awal Nathan adalah berkeliling, namun sekarang langkah kakinya justru membawa raganya sampai pada lantai tertinggi gedung rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Niat awal Nathan adalah berkeliling, namun sekarang langkah kakinya justru membawa raganya sampai pada lantai tertinggi gedung rumah sakit.

Di lantai teratas, Nathan menatap pemandangan yang menyuguhkan hamparan kota malam metropolitan dari balik jendela. Menarik nafas dan menghembuskannya perlahan, ia menikmati pemandangan yang dilihatnya itu.

patibrata.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang