"K-kamu?"
"Re-an ..."
Rean tersentak, tubuhnya gemetar hebat, Rean berpaling dari sosok itu. Ketika melihat ke arah yang berlawan ia tersentak hebat, ia melihat beberapa kumpulan orang-orang yang penuh dengan luka, ada yang tidak bisa diungkapkan oleh dirinya, bentuknya seperti tubuh yang sebagian besar tubuhnya hilang, kepalanya bonyok dengan otak yang sebagian keluar, meluap seperti busa yang ingin keluar dari wadahnya.
Rean semakin panik, ia berbalik badan yang didapati hanya sekumpulan sosok-sosok aneh, ia menutup mulutnya, membungkuk, menahan mual dengan aroma anyir yang menyengat.
Rean merasakan pukulan yang sangat hebat, sampai-sampai kepalanya terasa amat pening, hingga ia tersungkur dan mendesah beberapa kali hingga akhirnya tubuhnya lemas dan takbisa digerakkan.
***
Beberapa waktu setelah Rena ditemukan ...
"Rean, kau tidak apa-apa?"
"Apa yang kamu rasakan sekarang?"
Rena merasakan hal yang sangat gamang, ia melihat ke sekeliling, ia tengah berada di bumi perkemahan dengan jajaran tenda-tenda warna-warni yang mengitari bebarpa orang yang tengah berkumpul menyaksikan mereka berdua.
"Ah, untunglah kamu hanya kotor, tidak terluka sedikit pun, tapi apa yang kamu lakukan dan apa yang terjadi denganmu Rean?"
Rean belum sadar bahwa ada yang memberondongnya dengan pertanyaan, ia hanya terfokus pada mentari yang menyirami danau di kejauhan, sinar-sinarnya kemilau.
Siraman matahari itu begitu cerah seperti hari-harinya yang dirundung sendu tersingkirkan.
Manik mata Rean yang berwarna safir itu berkilau. Elena mengikuti gerak mata Rean yang seperti orang kebingungan.
"Rean, sadarlah, apa yang terjadi padamu?" tanya Elena dnegan mengguncangkan tubuh Rean beberapa kali.
Rean melihat sepasang sayap yang lusuh menghalangi pandangannya dari panorama indah tadi, matanya menyusuri sayap lusuh hingga mengarah kepada seoarang lelaki kecil dengan pakaian yang hanya seperti helaian kain tipis.
"Siapa kau?" pekik Rean hingga semua orang yang berada di sekitarnya terkejut dan terheran-heran.
"Rean?"
Sang anak kecil bersayap memiringkan kepalanya, tetapi sayapnya masih terbentang, kemudian terkepal hingga sang anak kecil itu melesat bak kelebat angin yang lewat.
Rean memegang kepala, menjambak rambutnya. Semua orang yang berada di sekitarnya perlahan menjauh, kemudian mengambil langkah seribu.
Elena ternyata satu di antara orang-orang yang masih berada di samping Rean. Elena mencoba mendekati Rean yang kemudian terhuyung dan jatuh ke bumi.
Elena bergegas mendekatinya dan menghampiri serta mendekapnya, tubuh Rean terasa sedingin es yang membeku di antara musim kemarau.
"Rean, kau kenapa, Rean? Sadarlah?"
Tubuh Rean menghangat, beberapa orang membantu Elena untuk menandunya dan membawa tubuh Rean ke dalam kemahnya.
"Re..."
"Re..."
"Re..."
Rean melihat dinding putih di sekitarnya, ia menyapu pandangan dan memutar tubuhnya beberapa kali, tetapi yang dia temukan hanya hamparan putih dengan sesuatu seperti dinding-dinding tebal yang mengelilingi tubuhnya. Dinding-dinding itu mulai mendekatinya. Rean melangkah, kini berlari menjauhi dinding yang mulai mendekat ke posisinya berdiri.
Sampai pada suatu lorong antar dinding Rean selusuri, ia berlari sekencang mungkin, berharap ada ujung yang membawa dia ke suatu tujuan atau tempat yang ia kenal.
kata: 419