Bening

3 0 0
                                    

Apa yang akan kau pilih, jika pilihan itu masih membuat keraguan?

***

Rean berlari sekencang mungkin, hingga kedua kakinya mati rasa, ia belum saja sampai pada ujungnya lorong.

Rean semakin memacu langkah, ia mengayun tangannya dan tanpa sadar, seberkas cahaya menyelisik—kian membuat tubuh Rean tenggelam dalam sinar tersebut dan tak disangka oleh Rean, ada keanehan yang tebersit di pikiran Rean, tetapi sebelum ia mulai memikirikannya, ia telah tenggelam di dalam naungan yang dipenuhi air. Rean berusaha menggerakan tubuhnya untuk keluar dari tempat itu. gelembung-gelembung yang keluar dari mulutnya keluar bersamaan dengan buih-buih air yang mengelilingi dirinya. Buih bening itu meletup menjadi kumpulan air yang membuat ia sesak, dirinya merasakan bahwa air telah masuk ke rongga tubuh dan ke paru-parunya.

Kaki Rean yang tersangkut tumbuhan air di sekitarnya membuat tubuh Rean tetap berada di posisinya. Rean melayang di antara tumbuhan yang menari—mengelilingi tubuhnya.

Seseorang dengan pakaian ala penyelam sedang mengamati objek yang ada, sekumpulan ikan kecil yang berada di hadapan terkejut dengan kehadirannya dan ia ikut mengedik. Penyelam itu mencoba mengayuh dan mendorong air untuk berpindah tempat. Kini ia sampai di antara beberapa tumbuhan yang menari, beberapa daunnnya berguguran.

Betapa terkejutnya ketika penyelam itu melihat tubuh seorang gadis dengan tangan terbentang dan tubuhnya seperti melayang di dalam air. Rambutnya yang banjang mengombak, mengikuti gerak air, beberapa menutupi wajahnya. Bibirnya membiru dan ketika pandangan penyelam turun ke bawah, ia mendapati kaki gadis itu tersangkut tumbuhan dengan sulur.

Manik mata penyelam kolang kaling. Kini mendelik.

Itu, mayat?

Tapi tubuhnya ...

Penyelam itu lekas mengayuh tubuhnya dan mendekat ke arah Rean, penyelam itu mengalungkan tangannya dan membawa Rean ke permukaan.

***

Tubuh Rean di baringkan di hamparan pasir.

Penyelam itu mencoba membangkitkan pernapasan Rean yang masih tergolek. Penyelam itu masih berpikir bahwa gadis yang berada di dekatnya belum mati.

"Ayo, ayo berhasillah, ini akan menjadi rumit ketika kamu mati."

Beberaoa kali penyelam itu memberinya napas buatan.

Hingga beberapa lama kemudian, Rean tersedak dan mulai membuka kelopak matanya.

"Syukurlah kau sadar juga," ungkap penyelam itu sambil mengembuskan napas lega.

Namun, ekspresi yang ditampakkan oleh Rean berbalik dari ekspresi penyelam di hadapannya. Ren mendelik dan memundurkan tubuhnya hingga hamparan pasir itu terseret, membentuk jejak tubuh Rean.

"Si-siapa kau?"

"Apa yang kau lakukan padaku?" tanya Rean dengan cara memberondong. Penyelam itu menarik sudut bibirnya, ia tahu bahwa akan terjadi seperti ini pada orang yang berusaha ia tolong.

"Kamu hampir mati jika tidak ada aku," terang penyelam itu dengan tatapan fokus ke araah manik mata berkelir safir dan terpantul cahaya matahari.

"Kau tidak melakukan apa-apa padaku, kan?" Rean menggigil, kedua tangannya sekarang bersilang dan mengusap lengannya yang tertusuk hawa dingn—membuat tubuhnya mati rasa.

"Kau, kau tidak boleh mnedekatiku. Ti-dak."

Penyelam itu menjadi ragu untuk melangkah, sedangkan rean semakin menjauh.

"Aku akan memberi dua pilihan, satu ... biarkan aku menjelaskannya padamu dan memperkenalkan diriku, kemudian membawamu ke tempat yang aman, kedua ... aku—akan membiarkan kamu mati kedinginan di sini!"

Penegasan kalimatnya membuat Rean tersentak.



Kata: 488

ReanterWhere stories live. Discover now