3

33.5K 2.7K 18
                                    

Selama beberapa hari Sina dirawat di rumah sakit. Gadis itu dinyatakan mengalami alergi makanan yang tidak sengaja ketika menikmati makan siang di pesawat.

Alhasil, dirinya harus mendapatkan perawatan medis intensif di rumah sakit selama beberapa hari. Selama di rumah sakit, seketika Sina mencoba mengingat-ingat, apakah di masa lalu ia juga masuk rumah sakit?

Tapi sejauh yang dia ingat. Di masa lalu ia tidak sampai di bawa ke rumah sakit. Mungkin karena ketika tiba di rumah besar, ia hanya diam sampai upacara pemakaman selesai.

Sedangkan kemarin, ia mengeluarkan banyak tenaga. Membuang-buang energi yang tidak perlu, hanya untuk membalas beberapa kata dari pria bajingan yang berstatus ayah tirinya itu.

"Kak, sudah lebih baik sayang?" Suara hangat terdengar mengalun menyambangi telinga Sina.

Seketika senyum gadis itu mengembang. Yah, itu suara ibunya. Sosok ibu yang sesungguhnya. Wanita yang rela melakukan apapun untuk kebahagiaan putrinya. Tidak peduli apapun yang terjadi.

Seperti saat ini contohnya, dua orang perempuan beda usia itu masih setia saling tatap di dalam kamar hotel yang mereka sewa. Padahal jelas-jelas, Oma Cristal telah mengirimkan utusan untuk menjemput mereka masuk ke rumah utama.

Sama seperti yang Sina katakan ketika terakhir kali tiba. Ia tidak ingin menunjukkan wajahnya di sana. Tidak sudi rasanya, jika ia harus berbagi napas yang sama dengan para manusia-manusia kotor yang telah menipunya mentah-mentah di masa lalu.

"Kakak, anak gadis tidak baik banyak melamun!" Tegur Zoeya dengan tangan jahil menoel pipi mulus putrinya.

"Mom, ish jangan pipiku!" sungut Sina sedikit mendengus.

Satu-satunya kebiasaan sang ibu yang tidak ia sukai. Terlalu suka menyentuh setiap inci wajah. Sina akui dibandingkan wajah saudarinya semasa hidup. Wajahnya terlihat lebih sempurna, itu karena Sina lebih memperhatikan penampilannya dari pada Sania.

Atau lebih tepatnya, mungkin Sania tidak memiliki kesempatan untuk merawat diri. Karena terlalu sering dibodoh-bodohi dengan ayah dan adik tirinya. Cihh, menjijikkan.

"Mom, kapan kita kembali?" tanyanya spontan. Jujur saja, lama-lama berada di negara selatan membuatnya menjadi sakit kepala. Atau mungkin kulitnya juga ikut gatal-gatal karena terlalu memikirkan bagaimana kenangan-kenangan buruk itu terjadi.

Apa hubungannya, coba. Tapi yah, dia hanya ingin mengeluh oke. Anggap saja itu bentuk protesnya karena muak terlalu lama di sana.

"Huftt, sepertinya akan sulit untuk daddy dan mommy membawamu kembali, Kak."

"Apa maksud mommy?"

"Nenekmu meminta agar dirimu tetap di sini sampai beberapa bulan ke depan. Meskipun mommy tidak setuju, tapi daddy bodoh mu itu telah mengiyakan."

Zoeya mendengus mengingat suaminya yang bisa mengatakan iya begitu saja di saat Oma Cristal meminta Sina untuk tinggal di malam pengantaran doa terakhir untuk Sania.

"Apa?!" pekik Sina panik. Gadis itu berdiri tiba-tiba, lalu menggigit jarinya dengan mata yang membulat sempurna. "Mom, daddy sungguh kejam," desis Sina penuh kasihan.

"Jadi, kalian akan pulang tanpa aku ke barat? Huaaaaa, bagaimana kalian nisa membuang putri kalian begitu kejam," ucap Sina mengiba. Air matanya mengalir seketika, berharap ibunya itu memberikan rasa kasihan padanya.

Ragasina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang