00

14 5 0
                                    

Berdiri, duduk, berdiri, kembali duduk, terus seperti itu.

Tidak menyerah. Dia kembali berdiri menghapus air mata yang terus mengalir. Menarik napas panjang, berusaha menguatkan hatinya yang terluka.

Tidak bisa. Aida kembali terduduk, menangis terisak ditengah malam. Membungkam mulutnya, meredam suara tangisnya agar tidak membangunkan orang rumah.

Berusaha untuk tenang, mengatakan pada dirinya bahwa semua akan baik-baik saja. Tapi kenyataan terus mencekiknya seperti tidak ada harapan lagi untuknya.

Semakin memeluk kedua lutut erat, menggigit bibir dalam kuat. Menatap kedepan hampa, merasa terus terpojok oleh kenyataan.

Ya Allah, bisakah engkau meminjamkan satu malaikatmu? Satu saja. Hanya sebentar. Aida akan mengembalikannya jika sudah selesai. Aida tidak sanggup menghadapi ini sendirian. Aida membutuhkan malaikat yang hebat untuk mematahkan tuntutan yang memaksanya. Mampu memukau semua mata agar tidak ada yang bisa bersaing dengannya.

Mencengkram kedua kaki kuat, menenggelamkan wajah diantara kedua lututnya. Kembali menangis untuk yang kesekian kalinya. Menangis seorang diri tanpa ada yang mengetahui. Hanya sendiri didalam kamar, diatas sajadah, menunda sholat isya yang belum dia kerjakan karena tak mampu menahan tangisnya.

Meow maow

Samar-samar terdengar suara kucing yang mengeong.

Maow

Aida tau, tapi dirinya masih diam menormalkan isakannya.

Maoww

Segera bangkit untuk mencari kucing kesayangannya. Menjinjing mukena yang panjang, untuk mempermudah langkahnya.

"Jefri?!!" Aida memanggil dengan suara seraknya. Kucing oren gemuk yang selalu menjadi teman setianya itu hanya diam diluar sana, duduk santai menatap sang tuan putri yang bergelinang air mata.

Membuka jendela kamar, mengulurkan tangan kanannya berusaha meraih kucing kesayangannya. Tidak sampai. Tangan Aida tidak bisa menggapainya. Dia terlalu jauh.

"Jefrii!!!"

Maoww

Bukannya mendekat agar Aida bisa menggapainya kucing oren itu malah mengeong menjawab panggilan Aida.

"Sini!!" akhirnya kucing bernama Jefri itu mengerti dan mau berjalan mendekati Aida. Aida menariknya perlahan dengan satu tangan, lalu menangkatnya dengan dua tangan karena berat.

"Sekarang Jefri nakal ya?!" omel Aida memeluk dan mengelus lembut kucing kesayangannya itu.

***

Malam, lagi-lagi harus berhadapan dengannya. Mengingatkan pada perihnya luka ditinggalkan. Mengingat kecerobohan yang meninggalkan penyesalan. Dingin, pucat, dan gelap. Terus menyalahkan diri sendiri yang tidak ada ujungnya.

"Jeffrey!"

"Zanna?" cowok yang tengah melamun itu langsung bangkit dari duduknya. Mengulurkan tangan, hendak menggapai dia yang hanya angan lalu tiba-tiba menghilang seperti bayangan dalam ruang gelap.

"Udah bro, ikhlasin aja. Zanna udah tenang dialam sana." semakin sempit, sesak dan sakit. Hanya mendengar namanya namun terasa begitu menyakitkan.

Andai malam itu Jefri tetap terjaga dan melesat untuk menolongnya. Andai Jefri tidak membiarkan Zanna terlalu lama didalam sell mungkin semua akan berbeda. Kata andai adalah kata terkutuk yang selalu mencekiknya.

"Katanya didunia ini ada yang namanya Tuhan. Lo percaya Tuhan kan? Mungkin itu yang disebut takdir Tuhan." takdir? Apakah Tuhan masih membagi takdir untuk orang bodoh, penuh dosa sepertinya?

Drtt drttt drttt

Ponsel diatas meja bergetar hebat mengalihkan perhatian semua orang. Nama Thomas tertena jelas dilayar ponsel lipat itu.

"DIMANA LO ANJING?! ANAK LO NANGIS!" suara dari seberang sana sangatlah keras, tepat menembus telinga.

Jefri memutus panggilan sepihak. Mengantongi ponselnya, lalu menggunakan kupluk hoodienya. Seharusnya Jefri tidak meninggalkan Carmilla terlalu.

Menyusuri jalanan kopleks dengan langkah cepat, namun enggan untuk berlari. Hanya mempercepat langkah lebarnya berharap cepat sampai kerumah kecilnya.

"Jefri?!!" sontak langkahnya terhenti. Samar-samar seperti ada yang memanggil namanya.

Tidak! Hanya Delusi. Terlalu banyak minum membuat ilusi konyol.

Kembali melangkah- "Jefri!!!" langkahnya memelan lalu kembali diberhentikan.

Panggilan itu terdengar semakin jelas. Ini bukan ilusi!

"Sini!!"

Sontak Jefri berbalik badan namun tidak menemukan siapa-siapa. Menatap kesana kemari memastikan, mencari sesosok makhluk yang memanggilnya.

"Sekarang Jefri nakal ya?!"

Deg

Siapa? Siapa yang memanggilnya? Zanna?

"Zan?" gumamnya pelan. Tapi- Zanna tidak bisa berbahasa Indonesia. Ini bukan Zanna!

Mengerjapkan mata lalu menggeleng tersadar. Ini hanya efek dua botol akohol. Bukankah hal seperti ini sudah sering terjadi? Lantas kenapa sekarang dipertanyakan? Dasar bodoh!

26/12/2021

JeffriiiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang