"Yaudah lah nggak papa, ustad Ali kan juga baik orangnya."
Uhuk uhuk
Fitri yang tengah memakan seblak pun langsung terbatuk mendengar jawaban itu. Tatapan horor dia layangkan untuk sahabat baiknya itu.
"Ustad Ali juga gentang, hafiz, anaknya Yai. Semua santriwati berharap bisa punya suami kaya dia." terang Aida begitu hampa sambil menatap seblak yang hanya dia bolak balik saja.
"Da?!!" Fitri memanggil prihatin. "Jangan nyerah!"
Aida tersenyum, lalu tertawa kecil. "Aku nggak tau Fit. Aku nggak kenal siapa-siapa, aku nggak punya kenalan cowok sama sekali. Mau aku nolak ratusan kali pun, kenyataannya aku nggak punya siapa-siapa. Aku nggak ada alasan yang kuat untuk nolak."
"Bukan enggak, tapi belom. Cepat atau lambat pasti ada laki-laki yang bakalan suka sama kamu, yang bakalan dateng kerumah kamu. Da, Allah denger doa kamu. Allah pasti kirim laki-laki buat kamu."
"Aku tau, aku tau Fit. Tapi sampai kapan? Aku nggak bisa nunggu lebih lama lagi. Aku nggak mau terus berharap sama sesuatu yang enggak pasti." Aida menghapus air matanya yang mengalir. Aida tau, Aida percaya Allah selalu ada dan akan menolongnya. Tapi untuk yang satu ini, Aida merasa apa yang ada saat ini adalah sesuatu yang sudah Allah gariskan untuknya.
Fitri menggenggam kedua tangan Aida kuat, seolah menyalurkan energi dalam dirinya. "Kamu mau nggak kalo seandainya aku kenalin ketemen aku?" sontak Aida menatap Fitri terkejut.
"Aku ada temen cowok, eh bukan temen si tapi sepupu. Dia seumuran sama aku. Aku udah kenal dia dari kecil." Aida diam menatap Fitri tidak percaya. Aida tidak menyangka Fitri sampai mau mencarikan laki-laki untuknya.
"Emang dia mau?"
"Ya nggak tau, tapi kalo kamu mau biar nanti aku tanyain kedia." Aida berfikir sejenak. Apa Aida terima saja? Bagaimana jika Aida tidak menyukainya? Ahh itu pikirkan nanti.
Aida mengangguk menyetujuinya, membuat Fitri luar biasa senang.
"Beneran?" Aida mengangguk yakin.
"Nanti malem, atau besok aku coba tanyain kedia. Oke? Jangan sedih lagi!"
Aida tersenyum, "Makasih ya Fit?!"
"Nggak usah kaya gitu, kita kan temen." Aida semakin tidak tau harus berterima kasih seperti apa padanya. Fitri itu sangat baik, meski sifatnya kelewat menyebalkan. Dari dulu semasih dipesantren, Aida sering bertengkar dengan Fitri sampai tidak bertegur sapa. Namun pada akhirnya mereka kembali berbaikan. Fitri juga selalu memberi Aida tawaran dan bantuan tanpa Aida minta, sedangkan Aida sendiri tidak pernah membalas kebaikannya. Aida tidak tau harus membalasnya dengan apa.
"Lima tahun kita temenan, aku selalu ngerepotin kamu."
"Enggak, kamu ngomong apa si? Justru aku yang sering recokin kamu." Fitri tidak setuju. "Bahkan dulu aku cuma bisa diam liat kamu--" kalimat Fitri mengantung karena Aida tidak mengizinkannya. Aida tidak ingin mendengar kisah kelam itu.
"Aku bersyukur banget kamu bersedia jadi temen aku waktu itu, kalo nggak ada kamu mungkin aku nggak akan tahan sampai sini." Fitri tertunduk. Dia sangat menyesal jika mengingat hal itu. Dirinya ini tidak pernah berguna, dirinya ini hanyalah pajangan bukan seorang teman.
"Maaf Da"
"Fit" Aida menggeleng, tidak setuju dengannya juga tidak ingin mengungkit hal yang sudah lama berusaha dia lupakan. "Aku berusaha lupain semuanya."
Setelahnya keduanya dalam keadaan diam yang canggung.
Tiba-tiba saja ponsel Fitri bergetar menandakan ada sebuah panggilan masuk. Raut murung dan rasa canggung yang menyebar lenyap dalam seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeffriii
RomanceKisah cinta antara bidadari surga dan iblis yang duduk diperbatasan. Dipinang oleh lelaki paham agama adalah impian semua wanita, namun itu tidak berlaku pada Aida. Aida Rosyada gadis bercadar yang disukai dan dilamar ustadnya sendiri. Dipaksa sang...