14a. PERSIAPAN MENGAWAL

276 41 0
                                    

Masih pukul lima tepat, Leander sudah bersiap-siap. Terlalu lama berada di penjara membuatnya sedikit kesulitan beradaptasi, padahal pekerjaan barunya menuntut dia lebih disiplin seperti halnya ketika Leander masih di kesatuan.

Mess yang disediakan JAWS Guard jauh lebih memadai ketika dia masih berada di barak prajurit. Jika dulu semua hal harus dilakukan sendiri, sekarang ada Mbak Hanifah yang sudah sibuk di dapur, bahkan sebelum Leander terbangun.

"Mas Leander kalau mau sarapan, makanannya ada di meja, ya, saya sengaja tutup pakai tudung nasi." Mbak Hanifah menoleh sekilas ketika menyadari Leander di ambang pintu. Wanita itu kembali melanjutkan pekerjaannya membersihkan perlengkapan memasak.

"Iya, Mbak." Leander menjawab pendek lantas duduk di kursi. Aroma masakan Mbak Hanifah teramat menggugah selera, dia lupa kapan terakhir bisa menyantap menu lengkap seperti saat ini. Setelah berdoa, Leander menyantap sarapannya dalam diam. Dia makan tidak terlalu banyak, Pak Adam tentu tidak mengharapkan pengawalnya ketiduran karena kekenyangan.

"Loh? Sudah selesai?" Alis Mbak Hanifah naik saat Leander mengangsurkan piring kotor kemudian mengangguk.

"Masakan saya nggak enak?" Wanita berhijab itu masih mengerutkan alis lantas mencuci tangan. Mbak Hanifah berderap mendekati meja kemudian membuka tudung nasi. Tidak ada yang aneh dengan menu hari ini. Wanita itu sudah mencicipi sebelum menata di atas meja. Ayam kampung bumbu Bali, rolade kentang hati sapi dan sayur asem. Di samping roti gandum yang diberi selai nanas ada jus buah naga dalam teko kaca transparan. Leander hanya mengambil kentang alih-alih nasi merah.

"Enak kok, Mbak. Saya hanya nggak terbiasa sarapan berat." sahut Leander mencari alasan tepat. Dia merasa bersalah karena Mbak Hanifah terlihat kebingungan saat menatap makanan dan dirinya bergantian.

"Oalah ...." Mbak Hanifah mendesah lega, lantas kembali ke meja dapur. Wanita itu menyandar di tepi wastafel sembari memindai Leander. Gantian dia yang kebingungan, mengikuti pandangan Mbak Hanifah yang menyelisik tajam. Kemeja putih memetakan dada bidang dibalut jas semi formal. Celana jeans hitam menggantung di pinggul ramping membungkus tungkai panjang.

"Saya sudah izin menggunakan celana jeans," ucap Leander sekenanya untuk menjawab tatapan penuh tanya Mbak Hanifah. "Saya kurang nyaman terlalu resmi." Jika para pengawal tidak masalah dengan seragam yang disiapkan JAWS Guard, Leander malah tidak bisa bergerak aktif. Bukankah lebih baik jika seperti ini? Penampilannya tidak terlalu mencolok sebagai pengawal.

"Mas Leander sudah mau jalan? Apa nggak terlalu pagi? Belum juga jam enam." Mbak Hanifah mengelap jari-jarinya yang basah dengan celemek. Leander menurunkan beberapa cangkir keramik putih saat mendapati Mbak Hanifah berjinjit. Wanita itu seperti kesulitan meraih cangkir dari kabinet di atas meja dapur. "Saya bisa bikinin kopi kalau Mas-nya enggak terbiasa minum jus buah."

"Nggak usah repot-repot, Mbak. Besok-besok saja. Saya harus berangkat sekarang, rumah klien jauh." Tanpa menunggu wanita itu menjawab, Leander bergegas ke luar, mengambil ransel di kamar lalu memakai sepatu dan mengeluarkan motor dari garasi. Mesin 1200 CC Harley-Davidson Sportster menggerung meninggalkan halaman, JAWS Guard sangat memanjakan para pengawalnya dengan menyiapkan kendaraan berharga fantastis. Motor tipe sport itu melalui jalanan gelap yang diapit pepohonan rapat sebelum bergabung dengan lalu lintas Jakarta yang mulai sibuk.

Desain motor Leander mempunyai bodi ramping dan lebih ringan daripada semua jenis Harley-Davidson. Dia tidak kesulitan menyalip kemacetan dari kendaran-kendaraan yang berlalu lalang. GPS tertanam di antara setang motor memudahkan mencapai kediaman Adam Tamabrata. Hanya empat puluh lima menit, dia sudah sampai di tujuan.

The J8Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang