25a. WEJANGAN FELIX DAN TELEPON LILIANA

439 63 4
                                    

Acara barbeque mendadak yang digagas Felix berjalan dengan baik meskipun tidak ada yang spesial. Joy lebih banyak ngobrol dengan Juan, meninggalkan Adam dan Felix yang satu frekuensi soal bisnis. Percaya atau tidak, bisnis bukan soal keturunan, tetapi bakat. Joy suka mengurus masalah keuangan, tetapi bukan bisnis secara garis besar.

Bicara bisnis artinya bicara pemasaran, strategi menyenangkan pelanggan, masalah karyawan, kualitas barang atau jasa, saingan bisnis, neraca keuangan, dan banyak hal kompleks lain. Jadi, kalau ada yang berpikir menjalankan bisnis lebih menyenangkan daripada menjadi karyawan, mereka salah besar.

Orang awam cuma melihat mobil mewah para pengusaha. Sesungguhnya sebelum membeli barang mewah, businessman pernah hidup sangat berhemat. Menekan pengeluaran sekecil mungkin sebab dana yang ada diputar untuk modal usaha.

Joy pernah merasakan dalam posisi susah saat kecil dulu. Adam pun sama. Mereka dapat berempati pada perjuangan hidup masing-masing. Sebetulnya tidak buruk kalau mereka bersatu dalam ikatan suci perkawinan, hanya saja Joy telanjur memberi cap buruk pada Adam.

"Pa, aku turun dulu. Ada kerjaan," kata Joy setelah menghabiskan satu tusuk sate cumi panggang hasil karya sendiri.

"Joy ini selalu sibuk. Kapan kami bisa saling mengenal dan berbagi rasa kalau begini?" rajuk Adam.

"Rasa jeruk," sahut Joy. Dia melirik Leander. Laki-laki itu mengulum senyum teramat tipis. Senyum langka dan mahal. Sekejap saja lalu segera hilang.

Senyuman Leander tak ayal menerbitkan senyum Joy sendiri. Bagaikan melihat pelangi setelah hujan di Jakarta. Berlebihan, tetapi benar adanya.

"Maklum, Dam, perusahaan ini saya serahkan ke Joy. Dia jadi bertarung sendirian setelah Juan memutuskan berkonsentrasi jadi dokter."

"Aku nggak sendirian, Pa. Banyak pihak membantuku."

"Jaga kesehatan, Joy. Kalau kita menikah kelak, kamu nggak perlu pusing mikirin bisnis. Aku bisa kelola JAWS Guard. Banyak resources mumpuni. Kamu tinggal di rumah, jadi nyonya besar."

Entah bercanda, entah serius. Joy lebih berpikir ucapan Adam serius. Dia ingin mencaplok JAWS Guard. Pantas saja gigih mendekatinya. Pria seperti Adam kan tidak butuh istri. Dia orang sibuk. Paling istrinya buat pajangan saja saat menghadiri acara bisnis.

Joy mengulas senyum, lalu turun ke kantor. Dia harus menganalisis data yang dikumpulkan para staf untuk menentukan kebijakan terkait keuangan. Ada karyawan yang dipromosikan menempati posisi lebih tinggi. Artinya gaji dan tunjangan pun menyesuaikan. Ada karyawan termasuk pengawal yang keluar, meninggal, dan masuk.

Joy cukup lama berkutat pada pekerjaannya. Syukurlah semua berhasil diselesaikan tepat waktu hingga dia dapat pulang pukul 5 tepat.

"Sudah mau pulang, Joy?"

Felix masuk ke ruangan Joy pada saat dia berkemas.

"Lho, Papa belum pulang dari tadi?"

"Belum, Juan izin duluan. Ada operasi."

"Aku juga belum pulang, Joy. Asyik ngobrol sama Papa." Adam menyusul di belakang Felix seraya tersenyum konyol.

Leander justru tampak lebih dewasa. Bersikap kaku seperti biasa.

"Dam, terima kasih kamu menemani saya ngobrol seharian." Felix memeluk Adam.

Joy tidak suka dengan kedekatan mereka, sebab artinya usahanya untuk lari dari Adam akan semakin sulit.

"Sama-sama, Pa. Bye, Joy."

"Terima kasih, Pak Adam."

Meskipun Joy ingin muntah, dia harus tetap bersikap profesional.

The J8Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang