4b. SERKA IMAM HERBOWO

394 66 5
                                    

Enam tahun yang lalu

Gunung Lawu terkenal angker. Pencari ilmu berkeliaran, mulai dari ilmu kanuragan, ilmu jadi 'wong sugih', sampai ilmu jahat untuk mencelakakan orang. Prasasti peninggalan Prabu Brawijaya dapat ditemui sepanjang perjalanan jika memilih jalur Singolangu yang merupakan jalur favorit Leander. Diapit hutan bambu serta pinus yang menyegarkan pernapasan, jalur ini termasuk ramah di dengkul dalam artian tidak terlalu curam. Warga setempat relatif baik hati pada TNI. Pernah Leander dan kawan-kawan dibekali cabe 5kg hasil tanam warga.

Semua gunung menyimpan sisi mistis, tetapi Lawu kabarnya istimewa lantaran Prabu Brawijaya dipercaya moksa di sini. Karena angkernya, batalyon tempat Leander bernaung suka sekali mengadakan latihan tempur di Gunung Lawu. Medan yang mendaki, berkelok-kelok, berhutan, bersungai, dan air terjun dinilai cocok untuk simulasi perang hutan.

Bisa dikatakan semua personel tidak takut hantu. Senior dan pelatih saja ganasnya melebihi hantu. Di mata mereka, hantu dianggap baik dan lemah lembut, terutama kuntilanak.

"Kok nggak ada Kuntilanak?" Serka Imam Herbowo berucap dengan pongah suatu hari.

Leander cukup dekat dengan Serka Imam lantaran pernah diselamatkan saat operasi pelumpuhan gerakan separatis Papua. Saat itu kondisi Leander sangat parah. Paha kanan dan lengan kiri tertembak. Sebelumnya salah satu anggota pasukan pemberontak melukai perutnya dengan bayonet saat berhasil mendekat. Serka Imam menembaknya dari jauh. Dalam penugasan ini, Leander dua kali berutang nyawa pada Serka Imam.

"Tinggalkan saja saya, San Imam. Bekali dengan granat supaya saya bisa maju ke tengah pasukan musuh," ucap Leander dengan napas tersengal waktu itu. Dia siap mati meledakkan diri dan membunuh sebanyak-banyaknya lawan.

Namun Serka Imam malah menguatkan pelukannya. "Saya bisa selamatkan kamu. Kuatkan hatimu, San Leander."

Memang pada akhirnya Serka Imam berhasil menyeret Leander menuju area jauh dari kontak senjata. Mereka mengirimkan sandi asap untuk meminta bantuan. Helikopter yang melihat cepat tanggap menjemputnya. Kalau bukan karena Serka Imam ngotot menyelamatkannya, Leander pasti pulang nama.

Sayangnya hari ini, Serka Imam diberikan tugas lain di Jogjakarta. Dia tidak dapat mengikuti latihan di Gunung Lawu, tempat favoritnya.

"Saya dulu bertapa di air terjun Jumog," Serka Imam membuka rahasianya berhasil masuk seleksi bintara TNI AD.

"Hebat sekali. Saya gagal tiga kali, baru pada percobaan keempat berhasil," tanggap Leander setiap Serka Imam menceritakan perjuangannya kalau melewati air terjun. Leander memang ingin mengikuti jejak sang Ayah menjadi bagian dari salah satu matra TNI. Sebenarnya Leander mendaftar masuk TNI AU. Dia bercita-cita menerbangkan Sukhoi. Kegagalan berkali-kali menyebabkan batas umurnya nyaris habis. Dia menyerah dan memilih TNI AD, matra di mana mendiang ayahnya mengabdi.

"Menurut saya, kamu pantasnya kuliah. Ketemu sing ayu-ayu. Nggak kayak di sini, cewek cantiknya berbaju putih, berambut panjang, ketawanya nyaring." Waktu itu Serka Imam berkelakar.

Kebetulan saat itu anggota regu terdiri dari kaum adam semua. Di markas, banyak Kowad (Korps Wanita Angkatan Darat) berambut pendek. Di antara prajurit pria, ada beberapa yang mengidamkan punya pasangan berambut panjang. Jika bukan manusia, sementara waktu bolehlah digantikan Kuntilanak. Leander berharap bisa bertemu seniornya sepulang latihan nanti.

Hari ini setelah salat subuh, personel yang tergabung dalam latihan diturunkan di jalur Cemoro Kandang. Nantinya peserta latihan akan mendaki menembus hutan. Truk tronton terbuka. Prajurit berkostum serba hijau memanggul tas berisi perbekalan amunisi melompat gesit. Udara pagi sangat menggigit. Bukan apa-apa. Mereka terbiasa latihan keras dan dilarang mengeluh.

"Cepat, cepat, cepat!" seru komandan.

Dengan disiplin, prajurit membentuk barisan. Berdiri tegap menanti komando.

"Selamat datang di Pusdik Kopassus Gunung Lawu. Apakah sudah siap fisik dan mental Anda di Pusdik ini?" teriak Komandan.

"Siap!" jawab mereka serempak.

"Selama dua minggu ke depan kita akan berlatih perang. Kalian akan dibagi dua kelompok yakni kelompok satu adalah kelompok pelatih dan pendukung. Kelompok dua adalah kelompok pelaku. Apakah sudah paham peran masing-masing?"

"Siap, sudah!"

"Baik, kalau begitu sebelum semua dimulai, kita awali dengan doa menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Berdoa dimulai!"

Kepala-kepala tertunduk di hadapan sang Khalik, memohon perlindungan agar semua dilancarkan.

"Berdoa selesai!"

Selesai apel dan barisan dibubarkan, peserta latihan berkumpul di zona yang rapat pepohonan. Penyamarannya dengan sebo menutupi wajah semakin lengkap dengan daun-daun yang rimbun. Leander beserta tujuh orang rekannya yang tergabung dalam kelompok pelatih dimasukkan ke tim bulsi atau penimbul situasi.

Sesuai arahan Serka Ihwan yang merupakan ketua Tim Bulsi, mereka mengendap-endap di antara pepohonan. Leander mengeluarkan senapan AK-47 dan ditembakkan membidik pohon yang dilalui kelompok pelaku. Kontak senjata tak terhindarkan. Meskipun hanya latihan, tetapi semuanya sungguhan, termasuk senjatanya. Letusan senapan bersahutan memekakkan telinga.

Terdengar teriakan. Sertu Awan rupanya terkena peluru di lengan kanan. Kawan-kawannya yang berada di dekatnya memapah ke bukit menunggu pertolongan ating. Jangan dikira latihan ini main-main. Banyak personel handal Kopassus gugur.

"Mundur, mundur!" teriak Serka Ihwan.

Pada siang hari latihan dihentikan sementara. Peserta istirahat untuk makan dari ransum. Dengan wajah coreng moreng mereka bersandar di tembok melepas penat.

"San Leander kayaknya tadi puas banget balas dendam," Sertu Mulya yang masuk ke dalam kelompok pelaku ating dicium peluru AK-47. Beruntung dia menghindar pada waktu yang tepat.

"Tidak balas dendam, tapi menguji ketahanan," balas Leander.

Sertu Awan sudah dibawa kembali ke markas. Setiba di sana akan ditangani para dokter. Latihan berlanjut sampai menjelang malam. Lelah pastinya. Keadaan ini berlangsung sampai dua minggu.

Pada hari terakhir latihan, prajurit sudah antusias karena akan kembali ke asrama sore nanti. Tetapi pada apel pagi, Letkol Inf Sedya Rudianto tiba-tiba ating. Jika sudah begini, pasti ada sesuatu yang penting.

"Saya akan memberi pengumuman, tetapi saya tekankan, prajurit tidak boleh terbawa emosi. Jaga nama baik kesatuan kita! Mengerti!" teriak Letkol Inf Sedya Rudianto.

"Siap, mengerti!" jawab para prajurit lantang.

"Rekan kita, Serka Imam Herbowo diserang gerombolan orang tak dikenal pada saat menjalankan tugas di Ritzo Cafe, Yogyakarta. Sekarang yang bersangkutan dirawat di rumah sakit Panti Sugeng. Kita sudah koordinasi dengan Polda DIY untuk menangkap pelaku. Saya tegaskan, jangan ada yang main hakim sendiri. Apakah jelas?"

"Siap, jelas!"

Leander ada di barisan, ikut menjawab seruan itu. Meskipun terlihat tegar, hatinya tercabik mengetahui penyelamatnya sampai terkapar. Semoga tidak terjadi apa-apa, atau dia akan membuat perhitungan dengan orang tak dikenal yang berani mengancam nyawa seniornya.

The J8Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang