30a. KRITIS

490 73 10
                                    

Emosi dan logika jarang selaras. Kadang-kadang saling mendukung, tetapi lebih sering saling bertentangan. Emosi yang tidak masuk akal mengendalikan tindakan manusia. Amatilah lingkungan sekitar. Para fans grup K-Pop rela menabung demi membeli merchandise seharga jutaan dengan fungsi yang dipertanyakan. Laki-laki rela membelikan cincin berlian seharga jutaan untuk yang terkasih. Cinta memang selalu tak pernah diterima logika, sebagaimana rasa benci.

Alasan Leander membenci Joy pun lebih banyak didasari emosi. Laki-laki dikenal memuja logika, tetapi terkadang emosi dan kebencian mereka kelewat berbahaya, menggerogoti sampai mencipta obsesi akan pembalasan dan pembunuhan.
Leander Mengkambing hitamkan Joy atas gugurnya Serka Imam meskipun belum tahu kenapa Joy diserang malam itu dan siapa yang menyuruh orang-orang itu menyerang Joy.

Dibutakan kebencian, Leander memata-matai Joy, berharap menemukan sesuatu yang dapat membenarkan kebenciannya. Ironisnya, orang yang sangat Leander benci menyelamatkan nyawanya. Menumpuk utang budi Leander. Jelas dia tidak suka, tetapi tidak dapat menolak.

Leander tidak dapat berbuat apa pun selain duduk menyandar di dinding, memeluk Joy yang terbaring tidak sadarkan diri. Dia benci Jakarta dengan kemacetan lalu lintasnya. Nyawa terbuang sia-sia karena ambulans terlambat sampai di tempat.

"Di mana kamar Aurea Joy?"
Sayup-sayup suara orang terdengar di ujung lorong. Ada lebih dari satu orang yang bertanya.

"Unit nomer sembilan," jawab seorang laki-laki.

Luka satu peluru kaliber 9 mm sebenarnya tidak terlalu berbahaya jika hanya bersarang di jaringan otot. Lain ceritanya jika menembus organ vital seperti paru-paru atau jantung. Leander menganalisis bahwa peluru tidak sampai ke sana. Sebab Joy tidak batuk darah saat berbicara tadi. Napasnya masih normal. Hal yang dapat menyebabkan kondisinya kritis adalah kehabisan darah karena kelambanan pertolongan.

Bantuan yang Leander harapkan akhirnya datang. Pintu unit dibuka. Dua orang petugas medis berseragam serba putih membawa tandu.

Salah satu dari mereka berjongkok di depan Leander. "Ini Ibu Joy?"

"Benar. Luka tembak dari pistol Glock 17 kaliber 9 mm."

Tubuh Joy dipindahkan ke tandu. Dress bunga-bunga itu bernoda darah. Tim medis menyibaknya untuk memasang hemostatic dressing pad lalu membebatnya untuk menghentikan aliran darah.
Bersama Joy dan petugas medis, Leander menumpang ambulans. Joy di belakang ditangani  paramedis di belakang. Sirene ambulans bergaung, meminta pengendara memberikan jalan.

Betapa egoisnya pengemudi. Sekalipun tahu ambulans bermuatan pasien yang mungkin saja dalam kondisi kritis, mereka tetap menyalip. Ambulans menerabas jalur busway. Pemotor dan angkutan umum bukannya mengalah justru ikut menambah keruwetan jalan. Ambulans bergerak lambat keluar dari jalur itu.

“Mestinya pemerintah bikin kebijakan pengurangan kendaraan,” gerutu supir ambulans.

“Apa biasanya gini, Pak?” tanya Leander yang duduk tidak tenang.

“Namanya juga Jakarta, ya dinikmati saja.”

Leander ingin menonjok muka supir ambulans. Untung logikanya menyadarkan bahwa adu otot tidak berguna sekarang. Lampu merah menyala lama sekali. Antrian kendaraan di depan menghalangi ambulans untuk melaju.

“Jadi karena macet tadi makanya ambulans tidak bisa sampai dengan cepat?” tanya Leander.

“Mau gimana, Mas. Pas kasus Covid membludak kemarin, banyak pasien meninggal di jalan. Sama, macet kayak gini. Malah ada tuh ambulans teman saya dilemparin batu sama masyarakat karena dikira pasang sirene bohongan buat nakut-nakutin.”
Leander mencelus. Dasar warga kurang didikan dan minim empati. Kalau begini caranya, pasien yang semula bisa diselamatkan malah dijemput malaikat di tengah jalan.

"Apa pun kesulitan kamu, berdoa sama Gusti Yesus."

Wejangan ibu sebelum Leander berangkat ke Jakarta kembali terngiang di telinga. Joy terbaring tak sadarkan diri. Leander mendaras doa. Anehnya ketika dia berdoa, sebuah ide menyeruak. Leander membuka pintu.

“Mau ke mana, Mas?”

Leander turun, menyibak kerumunan kendaraan, menjadi tukang parkir dadakan. Meminta motor di depan ambulans menepi. Mulanya pengemudi motor berdebat bahwa mereka terlambat menuju bioskop. Jam penayangan film sebentar lagi. Perdebatan mereka mereda kala Leander menunjukkan ambulans di belakang, menjelaskan korban penembakan butuh segera ke rumah sakit. Kemacetan itu sedikit tertangani hingga ambulans perlahan bergerak.

“Makasih lho, Mas,” ucap supir ambulans begitu Leander kembali.
Leander belum dapat tenang selama Joy belum tertangani dengan baik. Untuk pertama kalinya, Leander berdoa demi keselamatan Joy, orang yang dia yakini bertanggung jawab atas kematian Serka Imam.

💎 💎 💎

Hello Sexy Readers,

Siapa yang nungguin Joy dan Leander? Nantikan update selanjutnya. Kalau mau baca cepat, langsung ke Karyakarsa saja ya. Cari akun Belladonnatossici.

Selama bulan Desember ini, The J8 dan Swinger Club diskon. Cukup dengan Rp. 29.000 saja Sexy Readers bisa baca dua novel sampai tamat. Pilih paket Joy to The Lil World. Yuk buruan dapatkan.



Love,

💋 Bella - WidiSyah 💋

The J8Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang