Chapter 2 : Pertemuan

480 42 39
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ...

---------------

Kaulah cinta pertamaku, mana mungkin aku akan melupakan mu begitu saja. Meski, kamu tak menerima kehadiran ku.


Revisi bab 2 : Selesai!

---------------

Halwa duduk sendirian ditengah-tengah ramainya kafe. Sekarang-sekarang ini, banyak para remaja yang selalu nongkrong di tempat seperti ini. Kebanyakan remaja sekolah, dan jangan dilupakan untuk berfoto bersama untuk asupan sosial medianya. Sama seperti Halwa, namun bedanya dia tak mengikuti tren, dia bertemu Deva aja lewat aplikasi permainan Hago. Aneh bukan.

Deva Karawang
Gue udah ada di pintu cafe, lo duduk di mana?

Pesan itu di baca langsung oleh Halwa. Belum membalas, Halwa malah melihat ke arah pintu cafe. Di sana memang benar-benar ada seorang wanita seumuran nya dengan kerudung pashmina yang melilit kepalanya. Begitu cantik dengan kaca mata yang dipakainya. Kalau Halwa seorang laki-laki, pasti pertemuan ini bukan lah zonk.

Lihat ke pojok kiri cafe, dekat hiasan bunga. Gue pakai kerudung warna hitam.

Halwa memperhatikan gerak-gerik Deva, dia terkekeh geli, dan belum lama pandangan mereka pun bertemu. Halwa melambaikan tangannya. Menyuruhnya untuk ke sini dalam bahasan tubuh.

"Lo cantik asli," puji Halwa langsung tanpa lewat media sosial. Ini kali pertama nya mereka mengobrol langsung dengan secara langsung dan bertatap muka.

Deva tersenyum malu, dia duduk dihadapan Halwa. "Lo juga cantik tahu, aslinya. Wih ..., beneran pakai hijab dong sekarang, ya."

"Yoi," balas Halwa.

"Btw, udah kan motornya lo terima. Gila kali, gue kaget tahu waktu lo ngirim duit segitu banyaknya ke rekening gue. Lo gak takut gue tipu apa?" tanya Deva merasa heran dengan Halwa. Bisa-bisanya perempuan seperti Halwa mempercayainya begitu saja. Kalau dengan teman-teman yang aslinya di sini, pasti kalau sudah menyangkut dengan uang, sudah hilang rasa pertemanan mereka.

"Gue kan udah percaya sama lo kali. Kalaupun gue ketipu, ya udah lah ikhlasin. Uang masih bisa dicari." Dengan entengnya Halwa mengatakan itu yang membuat Deva diam tak habis pikir, tapi masuk akal juga.

"Lo gak tahu susahnya nyari duit. Gue gaji lima juta sebulan aja, syukur Alhamdulillah." Bersyukur selalu dilakukan Deva setiap harinya. Walaupun dia hanya pekerja seorang kasir di minimarket, dia tetap bahagia melakukan pekerjaannya. Apalagi sedikit-sedikit bisa mengirimkan uang kepada orang tuanya yang ada di pelosok kota.

"Kalau lo dapat kerjaan buat gue waktu yang lo bilang semalam. Gue akan kasih uang sesuai gaji lo, gimana?"

"Mauuuu!" balas Deva cepat. "Gue ada kerjaan buat lo."

"Nah gitu dong." Halwa merogoh tas nya dan mengeluarkan uang cash di amplop coklat.

"Nih." Uang itu akan diterima oleh Deva, tapi tangannya ditarik kembali, ada yang aneh. Deva pun menatap lekat Halwa.

"Gue yang bego apa lo yang bego sih, Wa. Lo kan mau cari kerja, otomatis buat menghasilkan uang dong, tapi kenapa lo malah ngasih gue duit sebanyak ini!" Deva merasa frustasi. Untung dia wanita baik, coba kalau manusia lain, tidak bakalan Deva menyadarkan Halwa seperti ini.

Aku Yang Tidak Di Percaya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang