Chapter 41 : Kebahagiaan sesaat

439 26 4
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ...

---------------

Takdir begitu sangat bermain-main.

---------------

(Selamat membaca)

Belum lengkap, tapi setidaknya Halwa bisa meraih apa yang diinginkannya. Yaitu, bersama Asrar sebagai cinta pertamanya, yang sekarang sudah menggelar menjadi suaminya. Imam yang akan menuntun Halwa menuju surga Allah. Imam yang akan mengajari anak-anak Halwa nanti.

Halwa tidak takut, karena orang tuanya belum mempercayainya. Dia sudah yakin dengan doa-doanya. Perlahan, semua akan berjalan baik tanpa ada aura permusuhan di antara kedua orang tuanya.

Acara pernikahan sudah selesai, tidak lama, hanya satu hari. Kedua pengantin baru itu tidur di Villa dengan satu kamar yang sama. Tidak terjadi apa-apa karena keduanya langsung tidur karena kelelahan.

Halwa dibangunkan dengan suara adzan subuh di handphonenya. Dia bangun bergegas untuk mandi dan mengambil wudhu untuk melaksanakan solah sunah subuh dan wajib.

Tapi sebelum itu, Halwa dibuat bingung karena sang suami tidak ada di dalam kamar. Ketika ingin mematikan alarm yang berbunyi, satu pesan pun akhirnya terbuka, dan itu dari-Asrar.

Suami Tercinta

Maaf, Saya gak ngasih tahu kamu. Saya langsung pergi ke kota asal saya karena ada masalah di rumah makan. Saya minta maaf, saya gak tega buat kamu bangun dan ikut dengan saya. Saya tahu, kamu lelah. Jadi istirahat saja.

Saya gak tahu juga bakalan berapa lama. Buatlah janji dan tentuin di mana tempatnya, nanti saya akan datang.

Deret pesan itu Halwa baca dengan ekspresi kesal. Dia tak membalasnya, dan langsung bergegas dengan aktivitas paginya.

Villa yang Halwa tempati berbeda dengan keluarga Asrar.

"Selamat pagi," sapa Halwa. Dia melihat kedua orang tuanya yang sedang sarapan di meja makan.

"Barang-barang kamu sudah dikemas, kamu tinggal pergi aja, gak perlu datang lagi ke rumah," ucap Halgan tanpa basa-basi.

"Maksudnya apa? barang-barang aku?" Halwa ikut duduk.

"Baju, dan semua barang kamu sudah di sini, kamu tinggal pergi ke rumah suami kamu," jawab Murni sedikit kesal.

Arah mata Murni yang menunjuk ke arah pintu Halwa ikuti. Di sana memang ada tiga koper dan beberapa tas yang sudah kembung terisi penuh.

"Mamah ngusir aku?" tanya Halwa. Roti yang sudah diolesi selai tak jadi dia makan dan menaruhnya ke piring.

"Bukan ngusir, emang bener kan kalau seorang istri itu harus ikut ke mana suami pergi membawanya." Halgan meluruskan.

"Tapi gak gini, a-aku pergi waktu ... ." Kalau begini, orang tuanya memang benar-benar melihat wajah Halwa lagi.

"Tenang aja, papa udah siapin mobil dan sopir buat ngantar kamu," ucap Halgan.

"Iya, cepet ke depan. Sopirnya udah nungguin," sahut Murni.

"Tapi aku belum sarapan."

"Bisa sarapan diluar, yang penting kamu cepat-cepat pergi dan temui suami kamu." Pengusiran itu cukup membuat Halwa sakit hati.

Tidak ada pamitan yang indah kepada kedua orang tuanya. Justru mereka lah yang membuat Halwa untuk segera pergi. Mereka benar-benar tidak mau melihat wajah Halwa lagi.

Aku Yang Tidak Di Percaya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang