Chapter 30 : Akhir dari Cinta?

273 26 2
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ...

––––––––––––––

Jangan bertahan dengan dia yang tak pernah menganggap mu ada.

––––––––––––––––

(Selamat membaca)

Dari pada berdiam diri di rumah sakit, dan tidak ada yang mempercayai nya bahwa dia sakit. Halwa lebih memilih untuk memulangkan dirinya, tidak peduli dengan larangan sang dokter kemarin.

Istirahat Halwa juga belum lama, karena dia langsung bekerja. Selain bekerja, apa lagi pekerjaan nya, di kontrakan juga dia merasa jenuh sendirian. Tidak ada kerjaan dan hanya melamun terus.

Tidak peduli juga dengan dirinya yang masih kurang VIT dengan tubuhnya yang lemas. Halwa tetap berangkat bekerja dengan motornya.

Seusai sarapan bubur di pinggir jalan, Halwa melanjutkan kembali perjalanannya menuju rumah makan Asrar. Orang-orang seperti nya sama seperti Halwa yang berangkat bekerja atau anak-anak yang pergi ke sekolah.

Tujuannya juga bukan hanya bekerja, dia harus melegakan perasaannya kepada Asrar. Halwa terus berdoa agar dia bisa bertemu dengan Asrar di rumah makan. Sudah sangat lama dia tidak melihat wajah yang tak pernah tersenyum kepadanya, sudah lama juga Halwa tak pernah mendengar suara Asrar walau dia berkata tidak terlalu banyak.

Motor Halwa langsung diparkirkan di depan rumah makan berbarengan dengan motor NMEX hitam. Mereka juga sama-sama membuka helmnya dan pada saat itu, mata mereka beradu pandang beberapa detik, sampai suara dari dalam membuyarkan aksi tahap-tatapan mereka.

Laki-laki berjaket kulit hitam itu masuk terlebih dahulu meninggalkan Halwa.

"Akhirnya, gue ketemu Asrar lagi." Ada secercah harapan bagi Halwa ketika melihat Asrar kembali.

Ya, dia Asrar. Pemilik rumah makan ini sudah kembali lagi ikut bekerja.

Dengan semangat Halwa juga masuk, dan berniat menghampiri Asrar yang akan masuk ke ruangannya. Baru saja ingin memanggilnya, tapi tangannya tiba-tiba ditarik oleh Wirda dan membawa Halwa ke dapur.

"Lo apaan sih!" protes Halwa merasa tidak senang atas tindakan Wirda. Cekalannya pun sudah dilepas. Halwa kembali berniat ingin bertemu dengan Asrar di ruangannya.

"Lo mau ke mana?" tanya Wirda sambil menahan tangan Halwa.

"Ya gue mau ketemu Asrar lah. Udah lama banget gue gak liat dia," jawab Halwa. Kakinya maju mundur karena Wirda yang terus menahannya.

"Kerja! pesanan online udah masuk banyak," ucap Wirda.

"Ya bentar, gue mau ke Asrar dulu." Sesibuk apapun Halwa sekarang, dia tetap akan ingin bertemu dengan Asrar. Dia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Mendingan lo di sini, jangan ke mana-mana dan kerja!" Suara Jauzi terdengar, dia datang dengan ekspresi wajah yang jutek.

"Gue juga tahu kali, tapi gue mau–"

"Jangan macam-macam, Asrar gak boleh diganggu. Lo mau jadi sasaran kemarahan Asrar?" Ini bukan penawaran, tapi Halwa memang menjadi hal utama kemarahan Asrar.

"Gue cuman sekali kok, abis itu gue nggak akan–"

"Bohong! gue gak percaya! ingat ya, lo itu masih tetap pembohong!" ketus Jauzi.

Aku Yang Tidak Di Percaya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang