5

2.9K 599 19
                                    

"Badanku sakit semua, La."

Ola membantu Erni bangun, sejak dua hari wanita itu demam karena sedang jam makan siang ia menjenguk sahabatnya.

"Yakin enggak mau tes dulu?" kedua kalinya Ola memberi saran agar sahabatnya mau melakukan tes urine.

Wajah Erni pucat selera makannya juga hilang, karena dia Dewi di tempat itu membuat keadaan di tempat Ola bekerja sedikit rumit dikarenakan rata-rata pelanggan wanita itu adalah laki-laki dengan libido tinggi dan pemilih.

"Jangan nakutin, La." tatapan Erni sayu, ia tak bertenaga. Padahal dua lempeng vitamin telah

dihabiskan oleh wanita itu, biasanya bisa membantu tapi ini sudah dua hari terkapar di kamar.

"Lebih cepat lebih baik, syukur jika terbukti tidak."

Tidak mungkin dia hamil, selama ini Endru dan  Fikri bermain dengan aman. 

"HIV?"

"Kita cek setiap bulan, pelanggan tetap, aman. Jangan aneh-aneh!" Ola berkata ketus. Mending hamil, walaupun karir Erni redup ketimbang penyakit yang membuat hidupnya berakhir tragis. "Istirahat, sore aku naik lagi. Kita cek." 

Mami sedang tidak ada di tempat, jadi untuk sementara keadaan Erni masih dirahasiakan. Itu bukan sebuah kesepakatan melainkan saran dari Ola karena wanita itu lebih mengenal

 pemilik tempat itu. Karena yang bersangkutan belum kembali masih ada kesempatan untuk mereka tahu setelah itu akan mencari jalan keluar.

Kecelakaan besar jika yang ditakuti terjadi, Ola berharap jauh dari kabar buruk. Melihat sahabatnya ditimpa musibah ia juga tidak bisa tenang. Semua wanita yang bekerja di tempatnya rata-rata bernasib sama dengannya.

******

"Dia belum sembuh?" 

"Belum." Endru menarik napas kasar. Ini sudah malam ke tiga ia belum menikmati wanita itu. "Boleh aku bertemu?"

"Biarkan dia istirahat, itu akan lebih baik." karena Ola sangsi pria itu bukan ingin melihat keadaan Erni.

"Aku ingin memastikannya."

"Baiklah. Tolong jaga sikap sampai di sana."

Endru tidak menjawab, ia sudah penasaran sakit apa yang diderita wanita itu hingga tidak bisa melayaninya?

Bukan ke kamar biasa Ola membawa laki-laki itu, melainkan kamar pribadi Erni. Ia tak langsung pergi, semua untuk kenyamanan sahabatnya walaupun ada penjaga di depan. 

Tak perlu kaget melihat tatapan aneh pria itu. Mereka bukan datang untuk mengasihani apalagi khawatir. Selama dua hari sakit Erni terlihat kurus wajahnya juga tak ceria. 

"Maaf."

Endru membuang muka. Ini seperti bukan wanita yang selalu melayaninya di ranjang panas. Lihatlah tubuh itu, seperti akan layu dalam sekejap. Nafsu laki-laki itu telah ditelan oleh amarah.

Tak ada baris kata manis seperti malam-malam kemarin. Raut kesal dan bengis terlalu kentara.

Wanita itu tahu diri, mereka tidak berhak marah apalagi menuntut karena sebagai pelanggan Endru telah membayar bahkan harus menanggung rugi karena keadaan ini.

"Apapun yang ada dipikiran anda, itu membuatku kecewa," kata Ola ketika mereka sudah turun ke lobi.

Erni adalah wanita berhati baik dan harus menghadapi kenyataan ini begitu tidak adil kan? Tapi rahmat memang tidak diperuntukkan kepada mereka.

Endru sudah menjadi pelanggan Erni selama satu tahun, setidaknya ada perasan empati walaupun mereka hanyalah pemuas nafsu laki-laki hidung belang.

Tidak menjawab lagi, Endru pergi dari sana meninggalkan Ola dengan kepalan tangan. Erni hamil dan tidak tahu mengandung anak siapa. Tak perlu berpikir untuk tes DNA saat bayi itu lahir karena sahabatnya harus menggugurkan kandungannya dan segera sehat sebelum mami kembali.

Tuntutan yang berat bukan?

Wanita Bertarif Tinggi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang