"Selamat malam."
Ola tidak menyadari ketika seorang pria berdiri di meja kerjanya. Akhir-akhir ini banyak pelanggan baru yang datang ke House Beautiful, merupakan pertanda baik untuk tempatnya bekerja.
"Malam."
"Masih ada yang kosong?"
Lamat wanita itu memperhatikan si pelanggan baru. Sepertinya pria itu pernah datang ke tempat seperti ini melihat tak sedikitpun canggung seperti pelanggan baru pada umumnya.
"Kartu identitas."
Tatapan pria itu seperti menyelidik, sebuah kartu dikeluarkan dari dompet dan diberikan pada Ola.
"Terakhir kali berhubungan?"
"Apakah itu perlu?" tanya pria itu, ia keberatan untuk menjawabnya.
Sementara tangannya aktif di keyboard memasukkan data pria bernama Randy Ola berbicara dengan lancar.
"Kami memprioritaskan keselamatan pekerja."
Pria itu tertawa sinis, sementara Ola menerima sebuah pesan dari salah satu rekannya dan segera mengembalikan kartu identitas tersebut.
"Untuk sementara masih full, kalau mau anda bisa menunggu selama empat jam."
Senyum sinis itu masih mengembang, dia tahu tempat ini dari salah satu rekan bisnis. Mudah dan tidak bertele-tele karena itu Randy datang ke House Beautiful.
"Berikan aku profilnya."
Bukan Erni melainkan foto Reni yang yang diberikan Ola. Sepertinya pria itu cukup kuat, sementara ia tidak mau Erni melayani pria buas untuk saat ini.
"Oke." Randy menyerahkan kartu ATM-nya untuk menyelesaikan pembayaran setelah itu mengambil kunci kamar atas petunjuk Ola laki-laki itu naik ke lantai dua.
Ola tersenyum, Randy adalah pria muda berusia 26 tahun. Pernah menjadi pelanggan di salah satu tempat kerja rekan Ola. Masih lajang tapi tak lagi perjaka, berprofesi sebagai Genderal Manager di salah satu perusahaan tekstil.
Melihat Randy, Ola teringat adiknya. Ia tidak akan mengampuni Riki jika berani melakukan hal seperti ini, cukup dirinya yang terlibat dalam pekerjaan ini. Wanita itu ingin adik satu-satunya menjadi orang yang benar.
"Mami."
Setiap melihat Ola, mami bahagia. Ola adalah dewi keberuntungan di House Beuatiful.
"Ada pekerja baru, mentoring ya."
"Siap." senyum Ola mengembang. "Usia berapa?" ia begitu antusias, kalau bisa langsung bekerja hingga Erni tak perlu dapat pelanggan dulu, kasihan sahabatnya.
"Dua empat, tapi tidak secantik kamu."
"Mami bisa saja." Ola terkekeh.
"Masih menunggu siapa namanya itu?" mami tampak berpikir, tapi tidak kunjung tahu nama laki-laki di masa lalu Ola.
Ola mengulum bibir. Mami paling mengerti dirinya. Ketika Juan tak pernah lagi datang dengan berani wanita itu menghadap mami dan bercerita semuanya. Hancur yang tak disembunyikan, dan ia bersumpah tak akan melayani laki-laki lain sampai Juan kembali.
"Enggak Mi."
"Terus kapan open BO?"
Tawa Ola terdengar sedikit keras. Bisa dibayangkan respons mami kalau saja dia menceritakan pertemuannya dengan kakak Juan.
"Mending cari pekerja baru, aku terbiasa di sini. Lagian enggak ada yang tertarik padaku."
"Mana tertarik, atas bawah kamu press!" sindir mami sambil tertawa. "Tapi baguslah, aku malah takut kalau kamu jatuh cinta. Kayak orang kesurupan kalau putus."
Kali ini Ola tak tertawa, ia masih ingat betul detik-detik patah hatinya. Orang yang pertama kali dituju olehnya adalah mami.
"Kalau hatimu sudah sembuh, ayo mulai lagi. Jangan sampai mati rasa."
"Siap." Ola menunduk hormat ketika mami meninggalkannya.
Dia berhutang budi pada wanita itu. Jika tidak ada mami entah seperti apa hidupnya. Berkat mami Ola menjadi orang sukses, hal yang diinginkan oleh banyak orang, akan tertindas tanpa martabat yang dinilai dari segi materi.
Saat ini wanita itu menjadi anggota club sosialita, bahkan ia juga mengikuti acara amal Nusantara. Ketika dulu takut melihat dunia, sekarang Ola punya harapan untuk membuka mata di pagi hari menyapa penghuni semesta yang rata-rata bermuka angkuh. Ia tak lagi takut apalagi merasa rendah, semua kebohongan dunia bisa dibeli dengan uang, dan ia memiliki itu.
"Aku dengar Erni sudah sembuh."
Seandainya tempat ini miliknya, mungkin Ola akan mencincang tubuh Endru. Berani sekali dia datang, setelah melayangkan tatap hina pada temannya.
"Jadwalnya full satu bulan."
"Aku bisa membayar lebih."
Ola bisa menggunakan sedikit kekuasaannya di sini. "Berani berapa?" sebuah list atas nama Erni diletakkan wanita itu di meja.
Endru meneguk ludahnya. Harga dari pelanggan selama satu bulan ke depan sungguh fantastis.
"Dua kali lipat."
Kedua tangan Ola mengepal. Sejak Erni sakit pria itu tidak pernah datang, atau sekadar berkirim pesan menanyakan kabar.
"Empat kali lipat," kata Ola tegas.
"Deal!" Endru membayar cash dan menyuruh Ola menghubungi Erni. Laki-laki itu tersiksa selama ini, ia tak bisa berhubungan dengan wanita lain sekeras apapun usahanya. Hanya Erni yang bisa memuaskannya.
"Aku minta maaf. Jangan membenciku, karena akan akan sering datang mulai saat ini."
"Pasti." Ola masih tidak tenang. "Kamu akan menghilang saat hal yang sama kembali terjadi."
Alasan Ola marah adalah, Erni jatuh cinta pada laki-laki itu sedangkan Endru sama sekali tidak memperhatikannya saat terpuruk.
"Rahasiakan darinya, juga dari mami."
Kemarahan Ola menguap ketika mendengar kalimat yang diucapkan dengan sungguh-sungguh oleh Endru.
"Aku mencintainya."
Setelah mengatakan itu, Endru bergegas menuju ke kamar Erni. Ia sangat merindukan wanita itu, seandainya bisa pria itu akan membawa Erni dari tempat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Bertarif Tinggi
ChickLitPelacur tidak punya agama? Kalian tidak tahu, di sini aku diperlakukan layaknya manusia. Meski dibeli, mereka hanya mendapatkan tubuh bukan harga diriku. Siapa kalian yang berani mengatakan aku tidak punya agama?