3

3.6K 601 15
                                    

Up sesuai voment... :)

Berada di salah satu klinik kecantikan, tiga orang wanita datang bersama. Mereka anggota club sosialita ternama yang memamerkan kekayaaan dari hasil keringat sendiri. Selain kaum adam yang menjadi pelanggan tidak ada yang tahu profesi mereka.

Bisnis kosmetik tak begitu ditekuni, itu hanya sebagai identitas jika mereka adalah penjual olshop menutupi kerja nyata setiap hari bahkan dikontrak sampai satu bulan oleh lelaki yang kaya tujuh turunan.

Perawatan dari ujung rambut hingga ujung kaki itu salah satu hal wajib. Mereka dituntut untuk tampil prima dan sempurna.

"Sampai kapan kamu akan menutup dadamu, La?" Erni mengolok teman seperjuangannya.

"Sampai kalian yakin, kalau dadaku memang rata." Ola tidak ingin tubuhnya terlihat menarik, seandainya mami mengizinkan ia ingin mengenakan masker setiap bekerja.

Reni tertawa. "Kamu cari aman atau trauma?"

"Aku sudah melupakannya." Ola tersenyum pada sahabatnya.

Erni yang mengawali topik tersebut tidak bisa berhenti. "Dia benar-benar mengacaukan dewi mami."

Tawa Ola terdengar hambar. Service membawa luka. Salah sendiri memakai perasaan, walaupun datang dengan sendiri. Dia laki-laki pertama yang menyentuhnya, tiga bulan bersama dalam status haram setelah itu terpaksa pergi karena akan menikah.

"Syukur mami baik sama kamu La."

Ola mengangguk.

"Jam terbangmu boleh hilang, tapi cuan mengalir deras."

Kini tawa Ola tak lagi hambar. Uang bisa membuatnya tertawa. "Daddy kalian baik-baik, aku selalu dapat komisi."

Dua orang sahabatnya setuju, laki-laki yang datang ke ranjang mereka semua baik. Tentu berbeda baik pada mereka dengan baik di hadapan istri sendiri.

"Salut sama kamu, masih betah padahal sudah bisa buka usaha sendiri. Apartemenmu nambah berapa?"

"Masih delapan." bisa saja membeli lebih, untuk saat ini sudah cukup. Ia juga punya beberapa pom bensin di ibu kota yang dikelola oleh orang kepercayaannya. Ia sama sekali tidak ingin meninggalkan tempat yang telah membuatnya seperti ini, jasa mami terlalu banyak.

"Kapan-kapan mau dong diajak."

"Harusnya kalian juga bisa beli, tapi enggak bisa nahan nafsu traveling. Terutama kamu Erni, uangmu paling banyak."

Ola benar, tapi Erni punya pemikirannya sendiri. "Mami sudah bilang akan mengurus kita sampai tua, ngapain repot-repot mikir tempat tinggal?" keluarga tidak menerimanya, masyarakat apalagi. Untuk apa menyimpan banyak harta, nanti juga enggak kepakai.

Reni juga punya pendapat. "Aku tidak berharap tapi akan senang sekali bila ada lelaki yang mau memilih dan menerimaku."

Mendengar kalimat Reni, Ola segera menampik. "Bukan pesimis, tapi faktanya pria akan menikahi wanita baik-baik." ia sudah membuktikan. "Jadi buang saja mimpi itu." sekarang mereka hanya perlu menikmati hidup membantu yang membutuhkan, tidak ribet.

Jalan sudah ditentukan, hanya perlu melangkah tak perlu menoleh ke masa lalu apalagi melukis di langit nan indah. Mereka tak lagi difase itu, bukan hanya tuntutan karena rendahnya kasta yang mengenalkan mereka pada mami tapi perut yang harus patuh pada perintah otak agar mengatur waktu lapar.

"Setuju sama Ola." Erni bertanya apakah masih lama? Karena kedua temannya telah selesai beberapa menit yang lalu.

"Hari ini have fun saja. Dadamu jangan dipress hari ini, La. Lama-lama kempes tu."

Ola tersenyum. Kamis manis, jalan bersama teman meninggalkan sejenak rutinitas mereka beberapa jam sebelum menyambut malam Jumat panas bersama lelaki berkantong tebal.

Mereka telah selesai, atas paksaan temannya Ola tampil dengan seksi. Ketiganya keluar dari klinik tersebut, sambil tertawa riang.

"Bukannya itu anak gadis bu Jani?"

Ola tidak mendengar, dua orang gadis yang dilewatinya menatap tak percaya hingga menoleh untuk memastikan.

"Benar, mbak-nya si Riki."

Wanita Bertarif Tinggi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang