Mungkin untuk malam ini seorang Lee Chan bisa dikatakan lebih gila dari abangnya Lee Seokmin yang hobi mengajak ngobrol seekor kucing atau sejenisnya. Entah pemuda itu memang sudah berpikir matang sampai mengambil keputusan nekad seperti sekarang—namun sepertinya tidak. Chan masih mengandalkan rasa kepo yang tak bisa dibendung lagi. Tentang inti sebuah persoalan yang harus ia selesaikan. Kata kunci yang sudah berhasil pemuda itu dapat—lihat—yang entah mengartikan apa.
Chan berjalan secara perlahan menuju gerbang tempat parkir berada. Letaknya di sebelah barat paling ujung yang rasa-rasanya jauh dari pemantauan. Pemuda itu lekas memanjat pintu gerbang yang terkunci. Setelah berhasil, Chan sedikit mengambil nafas lebih rakus. Memasang tudung hoodie berwarna gelap dengan celana levis sebagai perpaduan.
Pertama, Chan akan mencari ponselnya terlebih dahulu sebelum menyelinap ke setiap ruangan yang ada di dalam sekolahnya. Mungkin...ada petunjuk yang akhirnya bisa pemuda itu dapat agar bisa menuntaskan semua permasalahan ini? Tentang apa—yang bisa orang lain lihat namun tidak bisa pemuda itu tanggap melalui tatapan matanya. Padahal selama ini Chan tergolong pemuda dengan tatapan tajam nan menusuk. Semua objek bisa ia jangkau secepat kilat. Mengapa kali ini rasanya berbeda?
"Otak! Plis lo nggak usah bikin susah!" runtuk Chan memukul kepalanya pelan berusaha mengingat lebih keras lagi di mana terakhir kali ia meletakkan ponsel.
Srekk...
Srekk...
Srekk...
Irisnya dengan cepat menatap sekeliling. Chan dalam mode waspada. Namum detik berikutnya pemuda Lee itu menarik nafas lega karna yang ia dengar hanyalah daun tertiup angin dan menimbulkan gesekan pada palang besi.
"Toilet!" ya, Chan sangat yakin ia meninggalkan ponselnya di samping wastafel karna terlalu asik mengobrol dengan kakak tingkatnya, Hong Jisoo.
Pemuda itu lantas langsung berjalan ditemani lampu senter yang sengaja ia bawa dari rumah.
Angin malam adalah salah satu hal yang paling Chan benci. Dan malam ini, ia benar-benar merasakan kedinginan luar biasa. Tangannya bergerak untuk menyentuh dinding setiap bangunan yang ia lalui.
"Aneh," gumam Chan pelan lantas terhenti sejenak.
Senter yang berada digenggaman tangan kanan ia arahkan pada badan dinding. Dahinya mengerut, bibirnya masih mengatup sedangkan iris pemuda itu menatap lebih jeli lagi. Seingat Chan, cat berwarna keemasan yang mendominan hampir ke semua dinding bangunan disekolahnya itu masih sangat baru. Bahkan tadi siang bau cat nya masih tercium cukup jelas. Namun yang Chan lihat kali ini sangat berbeda dengan cat sebelumnya.
"Mungkin bagian parkir memang belum di cat?"
◐◐◐◐◐◐
"Tadi remote TV gue taruh mana sih?"
Kebiasaan Lee Seokmin. Selain suka mengobrol dengan hewan bahkan tumbuhan, Seokmin juga suka melupakan di mana terakhir kali ia meletakkan barang. Belum ada satu jam dan pemuda bermarga Lee itu sudah dibuat kelimpungan karna tetap tak bisa menemukan remote TV.
"Goblok dipelihara!" runtuknya pada diri sendiri.
Seokmin terus mencari ke segala penjuru. Sayangnya benda gepeng berwarna hitam itu tak juga bisa ia temukan. Lantas langkah tugas pemuda Lee itu langsung berjalan ke kamar sang adik. Kamar Chan adalah tempat terakhir yang Seokmin kunjungi. Ia menggeledah dengan sangat hati-hati karna Chan sepertinya sudah tertidur nyenyak.
Tumben banget nih anak pake selimut. Meriang?
Seokmin berusaha tidak peduli akan pertanyaan yang terlintas dalam benaknya. Ia hanya fokus mencari remote TV. Kan, benar saja, remote itu berada di atas meja belajar Chan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[𝟏] 𝐬𝐜𝐡𝐨𝐨𝐥 (𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐚𝐤 𝐭𝐞𝐫𝐥𝐢𝐡𝐚𝐭) ✔
Horror[⁰⁰¹] [𝐟𝐭. 𝐋𝐞𝐞 𝐂𝐡𝐚𝐧-𝐃𝐢𝐧𝐨] "𝐤𝐚𝐫𝐧𝐚 𝐦𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝐚 𝐛𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐦𝐩𝐚𝐭 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐚𝐫𝐮𝐡 𝐫𝐚𝐬𝐚 𝐩𝐞𝐫𝐜𝐚𝐲𝐚."