⋆.ೃ࿔*:・. 4

99 18 13
                                    

✧₊ hari kedua;
bersama bintang ⁺˳✧༚.

Memulai hari baru, seakan tadi malam tidak pernah terjadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Memulai hari baru, seakan tadi malam tidak pernah terjadi. Bintang terlihat baik-baik saja seperti tidak terganggu dengan apa pun. Mungkin perasaannya telah berubah, mungkin Bintang tidak akan sehangat dulu. Ia masih enggan banyak berbicara padaku dan memilih yang lain untuk sekadar cerita. Aku terpaksa menjauh, tak ingin mengganggunya. Namun, apa boleh buat. Aku masih penasaran. Untuk saat ini, sepertinya hanya aku yang tertinggal. Mereka semua mengetahui semua kabar Bintang. Sedangkan, aku?

Aku tak mengetahui apa pun. Bintang bercanda penuh makna dan hanya mereka yang mengerti, sedangkan aku tidak. Aku benar-benar tersesat, tapi enggan bertanya. Tak ingin menimbulkan kecurigaan yang tak berujung. Gini saja anggapannya. Jika kita semua teman, kenapa hanya Aku yang tidak mengenal Bintang?

Yang kulakukan seharian ini hanya diam menjadi pendengar yang baik. Berusaha menutup semua ekspresi ketika mendapatkan setiap informasi terbaru. Sungguh sangat konyol, mereka semua mengetahuinya dan aku tidak. Siapa yang salah di sini? Aku yang tidak mau tahu atau Bintang yang sangat pandai menutupi?

Apapun itu, intinya aku sedikit senang bisa mendengar kisah Bintang yang telah kulewatkan. Walaupun ada sejentik kecewa karena tidak berada di sisinya untuk menemani semua kisah itu. Semua kisahnya akan kuingat bagai kenangan manis, walau memang bukan kisah khusus untukku. Hingga tak terasa hari berlalu dengan cepat dan malam kembali datang. Tanpa sadar, waktu memberikan sedikit jeda untukku dan Bintang. Berdua bersama menemani terangnya bulan, duduk berdiam mengharapkan kehangatan dahulu.

"Kamu beneran jadi anak kedokteran?" tanyaku mengingat pembicaraannya tadi.

Bintang menoleh padaku dengan senyum sejuta dolarnya. "Iya, sama seperti kamu."

"Kenapa enggak pernah bilang?"

Hilang sudah senyum itu, bergantian dengan paras datar yang menghiasi. "Kamu hilang," gumam Bintang membuang muka.

Aku menundukkan wajah seraya berlirih, "Aku di sini."

"Buktinya kamu tidak tahu."

"Itu karena kamu yang menghilang," protesku tak mau kalah.

Bintang pun menyeringai sinis, "Buktinya, aku aja tahu perkembanganmu ... Nih sekarang, aku tau kan kamu anak kedokteran? Aku tidak pernah benar-benar menghilang, sepertinya kamu saja yang menutup mata."

Lagi-lagi aku hanya bisa terdiam. Walau jawabannya sedikit menusuk hati, tapi setidaknya terlihat bahwa Bintang masih sama. Bintang masih peduli, setidaknya masih sama seperti dulu. Entah bagaimana caranya, tapi ia masih bisa mengawasi dari jauh. Andai saja kejadian itu, tidak terjadi. Mungkin kita akan baik-baik saja. Jarak sepertinya tidak begitu berpengaruh pada Bintang, tapi sebenarnya tidak juga padaku. Aku siap dengan jarak, tapi tidak dengan melawan semesta. Namun, mau diapakan lagi, semua sudah jadi cerita lampau yang sekarang hanya bisa untuk dikenang. Hanya bisa mengenang cara Bintang yang selalu menunjukan perhatiannya melalui berbagai cara.

***throwback***
dua tahun,
sembilan bulan yang lalu;
hubungan jarak jauh

***throwback***dua tahun,sembilan bulan yang lalu;hubungan jarak jauh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baru saja beberapa jam yang lalu aku menghubungi Bintang. Sengaja aku menyuruhnya untuk mematikan ponsel dan belajar. Ada ujian yang sebentar lagi akan dilakukannya. Aku mengabarinya seperti biasa, tapi memang agak sedikit menyembunyikan sesuatu. Untuk beberapa jam, ponselku begitu tenang tanpa banyak bersuara hingga aku terlelap dalam tidur siang.

Namun, aku terbangun dengan rindu ketika mendengar suara ponselku. Baru saja, tadi aku memimpikan Bintang yang sudah sangat aku rindukan. Cepat-cepat aku menyentuh benda pipih itu. Kulihat banyak notifikasi yang memenuhi, hampir semuanya dari Bintang. Berkali-kali mengirim pesan dan memanggil, tanpa ada satu pun kujawab. Aku bergegas membuka kontaknya, mengetuk pelan pada layar untuk segera membalas pesan-pesannya.

—————
⚪️ Bintang
—————
Hey, sesuai janji tadi. Aku sudah belajar :)
Lagi apa?

Kamu di mana?
Kok enggak diangkat?

Hey
Kamu baik-baik saja?

Kamu benaran masuk rumah sakit?

Kamu tahu darimana?

Berarti benar? Kenapa tidak memberitahuku?

Aku enggak mau kamu khawatir.
Kamu bentar lagi ujian.

Ini lebih membuatku khawatir. Kamu lebih memilih untuk diam daripada mengabari.

Aku baik-baik saja.

Kalau baik-baik saja, enggak mungkin masuk rumah sakit.

Tenang, Bintang. Aku tak apa.

Kamu membuatku takut.
Berarti selama ini kamu udah di rumah sakit? Berapa hari?

Baru tiga hari, Bintang.
Kamu enggak perlu khawatir, aku enggak apa-apa.

Baiklah aku percaya, tapi kumohon jangan lakukan itu lagi. Ini lebih membuatku khawatir.
Tolong jaga kesehatanmu, ya. Aku enggak ada di sana untuk langsung menjagamu, jadi setidaknya kabari aku. Biar aku bisa sedikit membantu menjagamu.

Aku ada memesan makanan kesukaanmu, dihabisin ya biar cepat sembuh! Aku sayang kamu.

Stuck by You #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang