⋆.ೃ࿔*:・. 9

67 14 1
                                    

✧₊ hari ketujuh;
menjauhi bintang ⁺˳✧༚.

Hari ini tidak ada destinasi khusus dalam liburan kala ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini tidak ada destinasi khusus dalam liburan kala ini. Para peneman lainnya hanya ingin menghabiskan waktu untuk bercengkerama di villa megah ini. Mereka hanya berniatan untuk mengadakan pesta api unggun kecil nan sederhana. Tampaknya beberapa orang dari mereka sedang sibuk menyiapkan hingga tidak menyadari kehilangan.Namun, syukurlah kalau begitu, aku ada alasan untuk seharian menetap di kamar.

Sebenarnya, semenjak kejadian itu, aku jadi sudah terbiasa menyendiri. Sudah pandai menyibukkan diri agar menjauhi hal yang tak penting, contohnya seperti memikirkan sentuhan hangat Bintang kemarin. Namun, setiap kali mendengar maupun melihatnya, aku kembali gagal hingga terseret masuk ke semua kenangan yang lalu. Maka dari itu, aku harus bersembunyi. Harus diam-diam menjauhi Bintang ... Karena, hari ini aku sangat amat takut. Aku terlalu banyak memikirkan Bintang yang kemarin hingga harapanku tertumpuk terlalu tinggi.

Jika diperbolehkan, aku ingin berterus terang kalau sebenarnya aku sangat merindukan Bintang. Namun, aku sadar diri, tak akan mampu menyamai langkahnya. Aku tidak sepemberani dirinya. Oleh karena itu, sembunyi adalah jalan terbaik. Lebih baik aku memutuskan semuanya sebelum apapun kembali terjalin. Ini adalah langkah terbaik untukku maupun untuknya.

Menit bertemu menit hingga berganti dengan jam, aku masih berada di kamar. Enggan keluar, karena masih saja takut menemuinya. Suara percakapan di luar hanya terdengar samar, entah apa yang mereka bicarakan. Semua tidak begitu jelas, hingga sebuah ketukan berbunyi tepat di pintu kamarku. Aku tertegun sejenak, karena pengetuk tersebut tidak berbicara. Namun, entah bagaimana aku bisa yakin jikalau itu adalah dia.

"Kamu ada di dalam, kan?"

Aku hanya diam seribu bahasa, tak ingin mengiyakan pertanyaan apapun. Kakiku mulai bergetar karena gugup mendengar suaranya.

"Kamu udah tidur?"

Pelan-pelan aku berjinjit menuju pintu, penuh bimbang untuk membukakannya atau tidak. Aku masih berdiam memikirkan semua kemungkinan tak pasti. Hingga kudengar suara napasnya menderu dengan pasrah. "Kamu kenapa?" lirihnya.

Detik itu juga aku langsung membungkam mulutku, sebab tangisan tiba-tiba saja menghantam dengan kuat. Aku sungguh merindukannya hingga tidak berani meluapkan semuanya. Mungkin nanti, tapi yang pasti bukan hari ini. Maafkan aku, Bintang. Untuk sementara ini, aku harus menjauhimu. Sudah kubilang imanku belum kuat untuk sekadar bercengkerama denganmu tanpa rasa.

***Throwback***
dua tahun,
satu bulan yang lalu;
permulaan menjaga jarak

Hari berjalan begitu cepat, aku dan Bintang disibukan berbagai hal. Bintang mungkin banyak bersenang-senang, berbeda dengan aku yang seharian berkutat dengan buku. Namun, tak apa, biarlah Bintang menikmati masa remajanya. Karena dengan begitu, aku bisa perlahan menjauh dari kehidupannya.

Menjauh...

Aku sudah lama memikirkan hal ini. Pastinya akan sangat sulit dan meninggalkan banyak kesedihan. Tentu saja Bintang pasti akan menolak. Aku yakin ia akan bersiteguh untuk tetap bersembunyi hingga datangnya waktu yang tepat untuk melawan semesta. Aku ingin melakukannya, tapi di sisi lain, aku terlalu takut.

Hidupku jadi was-was hanya karena ini. Tanpa sadar, aku jadi sering menerka kapan semesta membongkar semua rahasia. Apalagi belakangan ini semesta selalu menatapku dengan pandangan menyelidik. Aku seakan berbuat kesalahan yang amat fatal ... Dan, biar kuberi tahu. Ini tidaklah salah ... Hubunganku dan Bintang tidak melanggar hukum apapun. Namun, bagaimanapun juga, semesta akan mengatakan ini adalah suatu kesalahan.

Ketakutanku terlalu besar hingga rasa untuk Bintang kadang terlupakan ... Aku adalah aku. Aku akan selalu menjadi insan yang terlalu memikirkan dampak merugikan. Terlalu berorientasi pada hal-hal negatif hingga enggan merentangkan sayap sejauh mungkin. Terlalu mematuhi semesta, hingga dengan mudah ditempa sesuai keinginannya. Dan yang paling menyakitkan adalah, aku harus sempurna sesuai kemauannya tanpa boleh adanya kesalahan.

Maka dari itu, aku berniatan untuk menjauhi Bintang. Aku banyak menghindari panggilannya, menjauhi sapaannya, hingga melupakan ceritanya. Perlahan tapi pasti, aku melangkah mundur. Mencoba untuk jadi setenang mungkin, agar Bintang tidak menghentikan langkahnya ke depan.

Biar kuberi tahu, ini bukanlah hal yang mudah. Aku tidak mau ini terjadi, tapi ini terlalu membebaniku. Aku mengakui semuanya, ini semua salahku. Bintang selalu siap bercerita pada semesta, sedangkan aku yang selalu menjadi penghalangnya. Aku sadar bahwa aku yang merusak hubungan ini. Bahwa aku yang akan sangat menyakitinya.

Maafkan aku, Bintang....

Maafkan aku yang belakangan ini terlalu sering mengabaikanmu.

Maafkan aku yang belakangan ini terlalu sering membohongimu.

Maafkan aku yang belakangan ini terlalu sering menjauhimu.

Maafkan aku yang malam ini, akan melanjutkan cerita dengan menjaga jarak denganmu. Maafkan aku, Bintang ... Sejujurnya, kamu pantas mendapatkan yang jauh lebih baik daripada aku. Karena sudah sepantasnya kamu memiliki yang terbaik, itu sudah takdirmu.

———————
⚪️ Bintang
———————
Kamu di mana?

Di kamar, udah mau tidur.

Tadi seharian ngapain aja?

Biasa, sibuk belajar.
UN udah di depan mata.

Kamu benaran udah mau tidur?
Aku ingin mendengar suaramu.

Udah ngantuk, besok aja deh...
Aku tidur duluan ya, Bintang.
———————————

Maafkan aku, Bintang...
Aku harus perlahan pamit.

Stuck by You #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang