⋆.ೃ࿔*:・. 11

71 14 3
                                    

✧₊ hari kesembilan;
meninggalkan bintang ⁺˳✧༚.

Seharian ini Bintang mengekoriku kemana saja. Banyak tingkah jahilnya yang terlihat jelas menggangguku. Mulai dari mengacak rambutku hingga diam-diam mengambil gambar. Aku curiga kalau yang lain mulai penasaran. Terlihat samar dari tatapan mereka yang penuh bingung. Bagaimana tidak? Bintang tiba-tiba sedekat ini padaku. Padahal beberapa hari sebelum ini, ia banyak menghindariku seakan aku matahari yang membakarnya.

Bahkan hingga hari berganti malam, Bintang enggan melepaskanku dari pandangannya. "Masih ingin bersembunyi di sini?" tanyaku frustasi.

Kulihat ia hanya mengangguk dengan senyuman yang menyebalkan itu. Aku hanya bisa menghela napas berharap bisa sabar.

"Baiklah, terserah padamu. Aku mau tidur," kataku seraya membungkus tubuh dengan kehangatan selimut.

Dia yang tadinya duduk di kursi sana, langsung berjalan ke arahku. Tanpa aba-aba, tanpa izin, ia berbaring di sebelahku. Kedua tangannya terlipat menumpu kepala dan mata tertuju ke langit-langit seakan itu adalah tempat yang paling menarik. "Sepertinya sebentar lagi, aku akan pulang," gumamnya.

Untuk sejenak saja, aku tertegun. Ada satu kenangan yang langsung terlintas di benakku. Aku sungguh iri dengan kenangan itu, bisa begitu ria dan hangat. Namun, tentu saja. Aku enggan melaluinya lagi karena kuakui kalau aku terlalu pengecut. Seorang pengecut yang takut melawan semesta dan enggan patah hati. Maka, perkataan yang keluar dariku akan terdengar begitu bodoh dan egois. "Kita semua memang akan pulang," kataku.

Aku yakin Bintang menyadari jawabanku yang pasti jauh dari ekspektasinya. Namun, ia mengabaikan. Lagi-lagi, ia mengabaikan kelakuan bodohku yang terlalu pengecut. Bintang pun mengalihkan topik awal sebagai strategi untuk mengenang itu. Ia kemudian menatapku lekat, "Apa setelah ini aku masih bisa bertemu denganmu?"

"Enggak tau," lirihku.

"Apa kamu mau?"

"Enggak tau."

Untuk kesekian kalinya Bintang bertanya, "Jadi, apa yang kamu mau?"

"Enggak tau," ulangku untuk ketiga kalinya, karena memang itu jawabanku. Aku tidak tahu. Aku tidak bisa menerka keinginan takdir. Jangankan itu, keinginanku sendiri saja aku tidak tahu. Sudah lama aku menyerah untuk menyusun cerita takdir, karena kejadian itu menamparku begitu kuat. Mau serinci apa pun rencanaku; usahaku, tapi kalau takdir berkata lain, semua pasti akan hancur sia-sia. Maka dari itu, biarkanlah saja. Biarkan saja malam ini berakhir dengan kisah berbeda dengan sebelumnya. Banyak diam tanpa penuh cerita. Biarlah ... Biarkanlah, karena aku adalah si pengecut yang takut maju.

***Throwback***
tiga tahun yang lalu;
menyambut kepamitan

***Throwback***tiga tahun yang lalu;menyambut kepamitan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Stuck by You #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang