Chapter 6

6 5 2
                                    

Ia pun langsung beranjak dari singgasananya dan berlari menuju magic portal.

Semua orang melihat ke arah Ratu dengan penuh tanda tanya di pikiran mereka.

"Ratu" semua orang memanggilnya silih berganti, tetapi Ratu sekali pun tak pernah menghiraukannya, kini yang ada di pikirannya hanyalah anak semata wayangnya.

Ratu terus berlari, ia menuruni tangga dengan sangat cepat hingga sampailah didepan magic portal. Benar saja disana ia menemukan gelang yang Luna kenakan malam itu.

Ratu lalu membungkuk untuk mengambil gelang itu, perlahan-lahan kakinya melemas hingga tak sanggup untuk berdiri, dan akhirnya Ratu terduduk lemas sambil memeluk gelang Luna yang dipakainya sebelum menghilang.

"Lunaaa...Luna..sayang.." Lirih Ratu.

Ingin sekali rasanya menangis sekencang kencangnya untuk melepaskan rasa sesak di dada. Hati penuh rasa gundah dan gelisah, entah dimana Luna sekarang berada.

Apa dia baik baik saja? Apa yang harus ia lakukan di tempat asing? Dia pasti ketakutan. Dia pasti kesulitan disana?
Pertanyaan-pertanyaan terus saja silih berganti muncul di pikiran Ratu.

Tapi Ratu bisa apa, ingin sekali mencarinya tetapi Magic Portal hanya akan terbuka setiap bulan purnama 5 tahun sekali. Ia merasa menjadi ibu yang buruk karena tidak bisa menjaga anaknya.

Suka atau tidak, bisa atau tidak sebagai seorang Ratu, ia harus bisa mengendalikan perasaannya. Ia harus berusaha untuk tegar.

"Aku seorang Ratu juga seorang Ibu.
Sebagai seorang Ratu, aku akan menjalankan tugas dan kewajibanku melindungi, memimpin, serta membantu rakyatku. Menjadi Ratu sudah menjadi takdirku sedari aku kecil, tidak bahkan sebelum aku lahir, karena aku adalah keturunan keluarga Goddess. Tetapi, Bunda sangat menyayangi Luna. Bunda akan menunggu dan Bunda yakin hari itu akan tiba." Ucap Ratu berusaha menguatkan diri sendiri.

Sebagai seorang ibu tentu tak akan bisa tenang bila jauh dari anak semata wayangnya yang masih sangat muda. Bahkan walau hanya sesaat.

Ratu lalu mengarahkan tanganya ke langit, dia mengayunkan tangannya sambil menyebut nama Luna, munculah cahaya terang. Lalu cahaya terang itu perlahan menghilang.

"Setidaknya aku bisa melindungi Luna dengan sihirku ini, kau tidak perlu takut, Luna sayang." Batin Ratu sambil tersenyum.

********

Mata Luna mengeluarkan air mata, ikatan batin antara ibu dan anak begitu kuat. Tiba-tiba,

" BUM !  "

Sihir Luna meledak. Langit lagi-lagi dibuat kaget setengah mati. Dia ketakutan dan kakinya sangat gemetar. Dia berlari  keluar rumah untuk menyelamatkan dirinya, dia sangat panik. Dia dengan cepat menutup pintu dan terduduk lemas di depan pintu rumahnya. Apa aku akan mati?

Sedangkan di dalam rumah, ledakan sihir Luna dengan cepat menjadi tembakan sihir dan mengenai barang-barang di rumah Langit.

"Gedebug!  Praang! Praang!"

Barang barang berjatuhan dan pecah. Langit yang mendengarnya dari luar hanya bisa menutup telinga rapat-rapat.
Saat ini ia tidak punya waktu untuk memikirkan barang-barang itu, keselamatan lebih penting kan.

Memang benar dia dulu berharap bisa cepat mati karena tak kuat dengan beban di dunia ini, namun nyatanya saat kematian mendekat dan mengancam nyawanya dia ketakutan dan tak ingin mati.

Setidaknya ini membuat Langit sadar bahwa dia ternyata ingin hidup.

" Hiks... hiks...Aku takut, Ibu. Aku ... " Langit menangis tersedu-sedu sampai tak kuat berbicara lagi Langit sama sekali tidak berani masuk.

Hingga 30 menit berlalu Langit masih mendengarkan dari luar. Tetapi, suasananya tampak hening, tak terdengar apapun dari dalam sana.

"Untung saja tetangga ga ada yang dengar karena sudah  larut malam ditambah hujan dan petir sehingga tak terlalu terdengar kegaduhannya." Pikir Langit.

"Apa aku masuk saja?" Ucap Langit bimbang.

Akhirnya ia memutuskan untuk masuk kedalam. Dia membuka pintu sedikit demi sedikit dan memberanikan diri untuk melangkah masuk meski terasa berat dan sedikit gemetar.

" Tidaaak! " Langit tercengang melihat kondisi rumahnya yang sudah porak poranda. Barang berjatuhan, kaca dan piring semua pecah. Berasa bukan rumah, ini seperti tempat pembuangan.

" Haduh, berasa mau pingsan." Ucap Langit sambil memijat kepalanya. Begitu banyak hal yang terjadi dalam sekejap.

Langit memastikan 1 hal lagi. Dia berjalan ke arah Luna dengan ragu. Namun, Luna masih belum sadarkan diri. Ada cahaya aneh mengelilingi tubuhnya dan perlahan menembus ke dalam tubuhnya. Meskipun belum membuka mata, sepertinya tubuhnya sedang memperbaiki aliran sihirnya sendiri. Semacam tubuhnya bisa menyembuhkan diri sendiri, tapi ini aliran sihirnya yang diperbaiki, sedangkan lukanya tidak.

Langit lalu mundur menjauhi Luna dan berkata, " Sebaiknya aku menjauh dan membiarkannya dulu. Lebih baik aku membersihkan rumah dulu. Sangat kacau, pasti butuh waktu yang lama."

Langit meregangkan tubuhnya dan mulai membersihkan kekacauan dirumahnya, angkat ini angkat itu, sapu sini sapu situ, buang ini buang itu. Sangat menguras tenaga.

"Huhhh, akhirnya selesai." Langit terduduk lemas di kursi dengan nafas yang  terengah-engah.

"Banyak barang-barang yang hancur, aku harus bekerja lebih giat untuk membeli barang. " Batin Langit

" Tidur dulu ah, ngantuk banget." Langit menutup matanya dan tertidur di sofa.
Tetapi tak lama kemudian alarm berbunyi menunjukkan waktu pukul 6 pagi. Teryata Langit hanya tidur selama 1 jam.

Langit membuka matanya yang masih ngantuk berat. Kepalanya pusing, matanya sudah hampir menyerupai mata panda. Kantung mata yang hitam dan lumayan besar.

"Huahhh... Hmm.." Gumam Langit sambil melirik ke arah Luna.

"Dia belum sadar rupanya."

Langit lalu pergi meninggalkan Luna sekolah dan bekerja.

********

"Langit, kenapa kamu keliatan lusuh dan kurang konsen hari ini? " Pertanyaan yang sama dilontarkan oleh 3 guru mata pelajaran.

Dan Langit hanya bisa menjawab,
"Maaf saya kurang tidur semalam."

"Makanya jangan begadang terus."
Hari ini di sekolah terasa berat dan waktu berasa lambat tik, tok,tik, tok. Matanya terus melihat jam.

********

" Haduh lelahnya." Sudah pulang sekolah, tapi sekarang masih harus bekerja.

" Aku ingin pulang, mau tidur." Batin Langit lalu menghela nafas panjang.

Kebetulan hari ini di cafe sangat ramai, pengunjung datang tak ada hentinya. Saat meja kosong, tak lama kemudian ada pengunjung lagi yang mengisinya. Situasi sama sekali tidak mendukung.

********

"Aku pulang." Ucap Langit yang sudah menjadi rutinitasnya itu. Suasana sangat sepi, itu artinya Luna belum sadarkan diri.

Langit pergi mandi dan mengenakan baju tidurnya. Langit lalu memasak mie instan. Dia menyantapnya dengan lahap. Dia lalu duduk di kursi sebelah Luna sambil menonton siaran televisi.

Langit melirik kearah Luna dan berkata,
" Apa tubuhnya masih dingin?"

Langit lalu mendekat ke arah Luna. Tangan yang satunya menggenggam tangan Luna dan yang satunya lagi menyentuh dahi Luna.

"Syukurlah sud-"




My Girlfriend The Moon GoddessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang