Chapter 3

59 43 9
                                    

Langit langsung pulang menuju rumahnya, langkah demi langkah terasa sangat berat.

"Aku pulang," Ucap Langit sembari membuka pintu. Meskipun di rumah hanya dia yang tinggal, tetapi ia tak pernah lupa mengucapkan 'aku pulang ' setiap tiba di rumah. Itu caranya  mengisi kekosongannya, berharap ada seseorang  yang menyambutnya dengan hangat seperti kebanyakan orang. Tetapi itu jelas mustahil. Semuanya telah meninggalkannya sendirian.

Langit menaiki tangga menuju kamarnya, dia pergi mandi lalu mengenakan baju tidur favoritnya.

Begitulah kehidupannya, rutinitasnya setiap hari, sama sekali tidak ada sedikitpun yang berubah. Di mata orang dia adalah orang yang disiplin, teratur dan pekerja keras. Tetapi, nyatanya itu hanya sebuah ketidakberdayaan dan kekosongan, tak ada kegiatan yang bisa dilakukan lebih dari itu.

Langit lalu duduk di balkon sambil merenung. Di daerah tempat tinggalnya banyak sekali pedagang pada malam hari, sehingga akan sangat ramai ketika malam hari. Suasana yang ramai dan hangat. Tetapi dia hanya bisa menatap dari balkon sendirian." Aku sebenarnya  bosan dan kesepian." Batin Langit. Itulah sebenarnya yang selalu dirasakannya.

Hidup sendirian memang tidak enak karena kita mahluk sosial. Kita tentu saja tidak suka sampai merasa terisolasi. Siapapun tak akan tahan dengan kekosongan itu meski hanya sesaat. Rasanya membuatku sesak.

" Hmm, sudahlah tak ada gunanya mengeluh. Toh semua tak akan berubah." Langit tersenyum kecut. Langit kembali terbuai dalam lamunannya.

Di tengah lamunannya, sinar bulan yang begitu mempesona menarik perhatiannya, hingga sorot matanya  tertuju pada bulan purnama, entah mengapa ada perasaan aneh saat menatap bulan.

Di tengah lamunannya, sinar bulan yang begitu mempesona menarik perhatiannya, hingga sorot matanya  tertuju pada bulan purnama, entah mengapa ada perasaan aneh saat menatap bulan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bintang berkelap kelip. Seketika Langit melihat bintang jatuh, sontak ia langsung berdiri dan berdoa, orang bilang kalau berdoa saat bintang jatuh dengan hati tulus doanya akan terkabul.

Langit menutup matanya perlahan dan berkata, " Ya tuhan, kenapa hamba ditakdirkan sebagai pembawa sial. Ibu dan kakak hamba meninggal karena hamba dan ayah hamba mengusir hamba, sekarang teman teman hamba membully hamba. Sampai kapan begini. Hamba tidak punya siapapun. Hamba ingin BAHAGIA..." Langit perlahan membuka matanya.

Tiba-tiba terdapat cahaya terang dari langit lebih tepatnya bulan. Langit tidak bisa melihat apa apa karena silau.

Tiba-tiba "BRUUUGGH" ada sesuatu yang menimpa tubuhnya hingga langit terjatuh dan terkapar di lantai.

Sontak Langit menutup matanya dan perlahan membuka matanya kembali.
Sinar terang itu perlahan menghilang, hingga terlihatlah seorang remaja perempuan. Ya, kira-kira umurnya 1 tahun lebih muda dari Langit.

Langit terkejut kala dihadapanya matanya terdapat mata berwarna biru, melihatnya seolah melihat lautan yang tenang. Dengan rambut peraknya yang semakin bercahaya dibawah sinar Bulan. Dengan wajah putih mulus dan bibir merah kecilnya. 'Cantik'  mungkin itulah yang terbesit dipikiran Langit sekarang.

Anehnya perasaan sedih yang Langit rasakan perlahan menghilang.

Lantas gadis itu pun beranjak dari tubuh Langit sambil menopang dagunya dengan tangan kananya.

"Kau, apa yang kau lihat?" Tanya gadis itu dengan santainya.

Sontak pertanyaan itu membuyarkan lamunan Langit. Langit yang masih terdiampun langsung bangkit dan duduk di depan gadis itu sambil mengerutkan alisnya.

"Harusnya aku yang tanya, kamu siapa dan kenapa bisa ada disini? Aku enggak lihat apa apa kok aku cuma kaget aja," ucap Langit seraya memalingkan wajahnya.

"Haduhh..Langit.. apaan sih bisa bisanya bilang dia cantik, padahalkan selama ini aku ga pernah peduli sama cewek," batin Langit sambil memukul kepalanya.

Gadis itu yang sedari tadi memperhatikan Langit pun merasa heran.

"Kau aneh. Namaku Luna aku seorang putri di bulan. Aku sedang bermain dan tanpa sengaja memasuki sebuah portal  lalu tiba tiba aku ada di sini, ya meski  Ratu Bulan yang tidak lain adalah ibuku bilang aku tidak boleh keluar istana saat bulan purnama," jelas  Luna panjang lebar yang katanya adalah seorang Putri di Bulan.

Sontak hal itu membuat Langit terdiam tidak percaya ia marasa seperti anak kecil yang sedang diceritakan cerita dongeng putri bulan oleh ibunya sambil makan camilan.Tentu saja ia tidak akan percaya.

Langit menggelengkan kepalanya  berulang kali sambil  menatap Luna.

Luna yang menyadari hal itupun lantas angkat bicara. "Kau pasti tidak percaya, ya? Hahh. Baiklah kalau begitu lihat ini!"

Luna lalu menunjukan kekuatannya didepan Langit. Luna mengayunkan tanganya seketika munculah cahaya dan digenggamlah sebuah panah perak secara tiba-tiba.

Langit dibuat terkejut lagi. Dengan ketakutan dia berkata," Aku percaya."

Luna melangkah mendekat ke arah Langit. Langit terus mundur sampai mentok ke pagar balkon, mundur selangkah lagi mungkin dia akan jatuh. Detak jantungnya meningkat, tetapi Luna terus melangkah semakin mendekat. " Dag, Dig, Dug."

" K- kau mau apa?" Tanya Langit dengan  terbata-bata.

My Girlfriend The Moon GoddessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang