Chapter 5

7 5 1
                                    

Langit sampai di rumah dan menutup pintu depan penuh amarah.

"Hei berisik!!!" Teriak  seorang tetangga yang tinggal persis di depan rumahnya. Kebetulan dia sedang sakit gigi, dan suara bantingan pintu itu membuat giginya semakin nyeri.

Langit terkejut dengan suara teriakan itu, dia terdiam lalu menghela nafas dan membuka pintu secara perlahan. Terlihat seorang ibu-ibu mengenakan daster dengan koyo di pipi kanannya  Dia sedang berdiri di depan pagar rumahnya sambil memegangi pipinya meringis kesakitan.

Langit yang melihatnya pun jadi merasa bersalah. Langit membungkuk dan berkata, " Saya minta maaf, tadi saya terbawa emosi." 

"I-iya jangan diulangi lagi. Sssttt... aduh gigiku." Ibu itu kembali masuk ke dalam rumahnya. Begitupun dengan Langit.

********

" Hacih,"

" Duh kayaknya aku flu deh." Langit mengambil kotak obat dan meminum obat flu.

Langit lalu merebahkan tubuhnya di ranjang. Dia berusaha menutup matanya agar tertidur, tetapi pikiran dan hatinya tak bisa tenang, ada hal yang mengganjal. Apa aku benar-benar seperti yang dia katakan? Perkataannya  masih terngiang-ngiang di telinganya. Itu membuatnya sangat gelisah. Waktu sudah menunjukkan pukul 23.30 dan dia masih terjaga.

" Apa aku terlalu berlebihan padanya?" Batin Langit.

" Perasaanku ga enak."

Tanpa berpikir panjang Langit beranjak dari ranjangnya. Dia berlari menuruni tangga dan mengambil sebuah payung dan jaket hitam.

"Kali ini kau tak akan kehujanan lagi, tunggu aku." Batin Langit.

Waktu yang sudah larut malam membuat jalanan sangat sepi dan gelap, ditambah  hujan masih sangat deras. Namun,  Langit terus berlari sekuat tenaga ke tempat dia meninggalkan Luna dengan harapan Luna masih ada di sana.

Sesampainya disana Langit terkejut dengan apa yang dilihatnya. Luna terkapar di tengah jalan dengan kedua kakinya yang bersimbah darah.

Langit segera menghampiri Luna dan menyentuh pipinya. " Dingin sekali." Langit memakaikan Luna jaket Hitam yang dibawanya.

Langit melempar payung yang digenggamnya dan menggendong Luna di punggungnya. Karena sangat susah menggendong sambil menggenggam sebuah payung. Meski berat dia berusaha membawa Luna kerumahnya.
Kakinya gemetar dan tubuhnya kedinginan, sedangkan jarak kerumahnya masih lumayan jauh.

"Bertahanlah." Langit tak menyerah. Di lain sisi darah di kaki Luna masih menetes  bersatu dengan rintikan air hujan.

Setelah berjalan cukup jauh akhirnya Langit berhasil sampai di rumahnya. Langit meletakkan Luna di sofa dengan hati-hati. Luna masih tak sadarkan diri.

" Aku tak bisa membawanya ke dokter karena dia bukan manusia." Langit kebingungan dengan apa yang harus dilakukannya.

Pada akhirnya Langit hanya bisa menggeser sofa itu ke dekat cerobong asap agar tubuh Luna kembali hangat. Dia melepaskan sepatu high heels yang dipakai Luna. Sepatu itu dipenuhi darah. Kaki Luna lecet, banyak goresan di kakinya terutama di bagian telapak kakinya, lukanya lumayan besar dan dalam.

Tangan Langit sedikit gemetar, tetapi ia memberanikan diri untuk mengobati luka tersebut. Entah kenapa hatinya perih melihat Luna terluka. Apa ini semacam rasa bersalah? Entahlah.

" Shhh, " lirih Langit.

Selang beberapa menit akhirnya dengan susah payah Langit berhasil mengobati kaki Luna. Padahal darah dan luka-luka sering ia alami selama ini, dan dia tidak pernah merasa sesakit ini. Tapi apa yang terjadi padaku sekarang? Bahkan tubuhku gemetar dan mataku berair. Tubuhnya dan pikirannya tidak sinkron.

Sampai sekarang Luna masih belum sadarkan diri dan tubuhnya masih dingin, sedingin es, padahal sudah di dekat api. Langit saja sampai berkeringat, tapi Luna sama sekali tidak terpengaruh. Langit dibuat pusing 7 keliling sekaligus cemas.

********

Sementara itu di Bulan.

"Tok,tok,tok..."

"Luna bangun nak, sudah pagi!" Teriak wanita parubaya bersurai perak dengan kulit putihnya yang masih sangat cantik diusianya itu yang tidak lain adalah Ratu Bulan yaitu Ibu Luna. Dia terus mengetuk pintu kamar Luna.

"Luna pasti masih tidur, sebaiknya aku langsung masuk saja."Gumamnya.

Ratu lalu membuka pintu kamar Luna. Ia terkejut setengah mati kala melihat Luna tidak ada ditempat tidurnya. Sontak Ia pun panik.

"Lunaaa."Teriak Ratu sambil berlari ke kamar mandi tidak ada, lalu ia ke ruangan fashion di kamar Luna namun tak ada.
(Di dalam ruangan fashion terdapat banyak sekali pakaian, sepatu, tas, perhiasan, dan mahkota yang elegan).

Ratu yang tak kunjung menemukan Luna dikamar pun berlari keluar kamar Luna. Ia mencari, mencari dan terus mencari. Ia lalu mencari ke ruang dansa, ruang sihir, ruang musik, ruang bela diri, Aula istana, perpustakaan bahkan sampai ke green house fairy.

Pencariannya tak membuahkan hasil.
Sehingga Ratu harus memanggil para pengawal, kasim, dan para pelayan untuk berkumpul di Aula istana.

Semua orang bergegas menuju Aula setelah mendapat panggilan dari Ratu. Di Aula suasana sangat ricuh, mereka bingung mengapa Ratu memanggil mereka sepagi ini.

Ratu memasuki Aula dengan wajah gelisah. Semua orang di Aula menunduk sebagai tanda hormat. Ratu lalu singgah di singgasananya, ia berusaha menutupi kesedihanya dan berusaha terlihat tegar.

"Selamat pagi semuanya. Maaf mengganggu waktu kalian. Saya ingin bertanya apa kalian melihat Tuan Putri Luna?" Tanya sang Ratu dengan tenang.

Semua terkejut mendengar pertanyaan Yang Mulia Ratu.

"Maafkan hamba Yang Mulia, saya tidak melihat Tuan Putri Luna." Jawab kasim memberanikan diri.

"Baiklah, pengawal apa kau lihat Tuan Putri Luna?" Tanya Ratu dengan kepanikan yang semakin bertambah.

"Maaf Yang Mulia, kami tidak melihat Tuan Putri." Jawab kepala pengawal mewakili anak buahnya karena ia dan anak buahnya sedang berlatih bela diri semalam, jadi tentu saja ia tidak melihat Tuan Putri.

"Pelayan, apa kalian lihat Tuan Putri?" Tanya Ratu dengan level kemarahan yang hampir melewati batas.

"Ma- maafkan kami, kami tidak lihat Yang Mulia." Jawab para pelayan ketakutan, karena merekalah yang seharusnya menjaga Tuan Putri sebagaimana perintah Ratu.

"Tidak berguna, kalian cepat cari Tuan Putri sekarang!" Perintah Ratu yang level kemarahannya sudah melewati batas. Ia masih sedikit meredam amarahnya, ia berusaha mengendalikan dirinya, jangan sampai amarah menguasai raganya apalagi sampai  membuat kekuatannya tak terkendali dan membuat ledakan sihir.

Semua orang mencari Luna ke seluruh penjuru istana. Semua orang berteriak memanggil nama Tuan putri mereka itu.

Ratu semakin gelisah, tiba-tiba ia teringat sesuatu, kenangan terakhirnya bersama Luna.

"Semalam Luna bertanya tentang magic portal dan kenapa ia tidak boleh keluar saat bulan purnama? Apa jangan-jangan ... "

                 
                 




My Girlfriend The Moon GoddessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang