Chapter 1

117 49 39
                                    


Hari ini adalah hari lahirnya anak kedua keluarga atmaja. Sungguh nasib yang malang yang seharusnya di sambut kebahagiaan justru malah disambut sikap acuh sang ayah yaitu Bima Atmaja karena istrinya meninggal seusai melahirkan anak keduanya akibat mengalami pendarahan yang cukup hebat.

" Kau tidak lebih berarti dibanding istriku, kenapa bukan kau saja yang mati? kenapa malah istriku? " Ucap Bima kepada bayi malang itu. Bayi itu menatap ayahnya, Dengan polosnya bayi itu malah tertawa.

"Yah, Adik Celline mau kita kasih nama siapa?" Tanya Celline Atmaja anak berusia 3 tahun yang tidak lain kakak dari bayi itu.

"Ibu dulu pernah bilang mau kasih dia nama Langit." Jawab Ayah Bima.

"Wahh...bagus, berarti namanya Langit Atmaja ya, yah?" Tanya Celline.

"Bukan! dia bukan adik kamu, dia juga bukan keluarga kita. Kita kasih nama dia langit aja, udah bagus dikasih nama. Oh ya, kamu harus ingat ya sayang, dia yang udah buat ibu kamu meninggal karena melahirkan dia. Dia itu bawa sial. Dia itu pembawa malapetaka." Jawab Ayah sambil memegang bahu Celline.

" Pembawa petaka," batin Celline.

********

9 TAHUN KEMUDIAN

Kini Langit berusia 9 tahun, ia tumbuh dengan penuh kesedihan dan air mata. Langit menjadi anak yang sangat tampan tetapi sikapnya sangat dingin dan pendiam, dan wajahnya yang dulu tersenyum polos kini berubah menjadi datar tanpa ekspresi. Langit tidak tumbuh dengan baik.

Ia duduk di kelas 5 SD, di murid berprestasi di sekolahnya meski usianya masih sangat muda. Di dalam hidupnya hanya ada belajar, belajar, dan belajar. Ia tidak punya hal yang harus dilakukan selain belajar. Ia juga tidak punya satupun teman disampingnya, lebih tepatnya ia.....

.........SENDIRIAN........

.....KESEPIAN......

Ayah Bima sangat menyayangi Celline dan selalu memanjakanya, apapun yang ia mau ia selalu turuti. Berbeda dengan langit yang selalu hidup sederhana. Ayah Bima selalu melarang Celline bermain dengan Langit, tetapi Celline tidak tega dan kasihan pada adiknya itu.

Langit tidur di loteng yang sempit dan dingin, jangankan barang mewah, mainan pun tak ada. Disana hanya terdapat tempat tidur kecil, selimut, lemari, dan meja belajar. Langit sering ketakutan, dia sering terbangun di tengah malam karena serangga seperti kecoa dan tikus naik ke tempat tidurnya. Dia tak bisa tidur dan hanya bisa menangis sambil memperhatikan sekeliling.

Matanya terasa sangat berat dan Ia berdoa kepada Tuhan.

"Ya tuhan kenapa ayah sangat membenciku? kenapa ia selalu membedakanku dan Kak Celline?sampai kapan akan terus seperti ini? Ya Tuhan berikan aku kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi ini semua. Semoga kelak akan ada keajaiban yang mengubah hidupku."

Seusai berdoa Langit langsung tertidur karena sudah tak kuat menahan kantuk.

********

Cahaya matahari menyinari tempat tidur langit, diiringi suara burung berkicau dan diselimuti angin pagi hari yang segar.

Langit terbangun dari tidurnya, ia mengucek matanya lalu meregangkan tanganya. Dengan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul dia memaksakan diri pergi mandi dan memakai seragamnya.

Tap..tap...tap...

Langit menuruni tangga ia melihat Ayah dan kakaknya sedang sarapan.

"Pagi Bi Inah." Sapa Langit kepada Bi Inah sambil tersenyum.

"Pagi den."Jawab Bi Inah.

Langit lalu duduk di meja makan, seperti biasa hening. Langit seperti hantu yang tidak terlihat. Tak ada yang memperdulikannya.

"Udahlah aku makan aja sekarang." Batin Langit.

"Dah, yuk Celline kita berangkat!" Ajak ayah.

"Ya, yah." Jawab Celline sambil menggendong tasnya.

Langit yang berusaha memberanikan diripun bertanya, "Yah, aku boleh ga ikut ayah sama kak Celline berangkat naik mobil?"

"Ga boleh, kamu kan bisa jalan kaki biasanya juga gitu." Jawab Ayah.

Langit menelan salivanya. Hatinya sangat sakit, matanya mulai berair dan air matanya tak terbendung lagi.

Melihat Langit menangis, Ayah berkata," Kamu jadi laki-laki cengeng banget sih."

Perkataan Ayah menambah kesedihan dihati Langit. Apa laki-laki tidak boleh menangis? Padahal anak laki-laki pun memiliki emosi dan perlu untuk menunjukkannya. Cap pada anak laki-laki tidak bisa berempati dan hanya tertarik pada hal-hal aksi serta memiliki pemikiran yang dangkal adalah tidak benar. Mereka yang berpikir seperti itu sangat menyebalkan.

Ayah dan Kak Celline pergi meninggalkan Langit sendirian.

Langit pun bergegas pergi ke sekolah berjalan kaki. Jarak yang cukup jauh ditambah terik matahari yang mulai memanas. Tenggorokan mengering dan tubuh berpeluh keringat, sangat melelahkan. Dan ini dia lakukan setiap hari.

Untung saja Langit tak pernah terlambat, dia sampai di sekolah dan beraktivitas seperti biasanya.

Sepulang sekolah Langit melihat ayahnya di seberang jalan dia mau memberitahu kalau ia lagi-lagi jadi juara kelas. Ia pun lantas berlari keseberang jalan tanpa memperhatikan sekitar.

Tanpa diduga dari arah lain ada mobil sedan sedang menuju ke arah langit dengan kecepatan tinggi.

Celline yang masih berdiri di gerbang sekolah melihatnya dan sontak iapun berteriak sambil berlari ke arah langit, "LANGIIIT AWAS!!!"

My Girlfriend The Moon GoddessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang