Chapter 15 : Mencoba menerima

5.6K 536 63
                                    

Terjadi keheningan semenjak keduanya kembali dari rumah sakit. Tidak ada yang membuka topik pembicaraan satu sama lain, hanya diam dan diam. Renjun yang terduduk di sofa sambil mengusap perutnya dan Jaemin yang masih tidak percaya dengan surat keterangan di tangannya.

Istrinya hamil, usianya baru satu minggu.

Renjun mendesah pelan. Ia lupa meminum pil kontrasepsinya setelah bersetubuh dengan Jeno seminggu yang lalu, dan selama satu minggu belakangan Jaemin tidak pernah bercinta dengannya karena sibuk bekerja.

Bagaimana jika Jaemin curiga? Namun Renjun sendiri tidak yakin jika janin ini adalah hasil sperma Jaemin atau sperma Jeno.

"Jaemin-ah.." Renjun mencoba memanggil Jaemin dengan hati-hati, takut jika suaminya akan marah.

"Ya?" Jawab Jaemin dengan nada tenang. Meletakkan surat keterangan di tangannya ke atas meja lalu menyender pada sofa. Menghela nafas panjang sambil mengusap wajah hingga surainya.

"Maafkan aku."

Jaemin tidak menjawab apapun selain melipat tangan di depan dada. Memandangi layar televisi yang tidak menyala juga berperang dingin di dalam kepala. Entah kenapa ia tidak merasakan amarahnya muncul saat ini, semua terasa normal. Jika boleh jujur Jaemin merasakan titik kebahagiaan di hatinya.

Pria itu menoleh. Melukis senyuman dan mengulurkan tangannya untuk mengusap pipi Renjun yang terasa dingin, "jaga kesehatanmu dan calon bayi kita." Tangannya turun untuk mengusap perut Renjun yang terbalut pakaian longgar berwarna biru tua.

Renjun sempat terkejut mendengarnya. Ia bahagia jika Jaemin bisa menerima kehadiran janin ini. Lelaki itu menyisipkan surainya ke belakang telinga lalu mengusap tangan Jaemin yang masih setia bertengger di perutnya, "terima kasih, appa."

Detik berikutnya Jaemin tertawa renyah, "hahaha jinjja, aku terdengar tua."

"Jadi... kamu menerima kehadiran janin ini?"

"Apalagi yang harus aku lakukan? Mengekangmu? Itu terlalu kekanakan. Mulai sekarang aku akan mencoba menerima semuanya termasuk kehamilanmu meski usia kita masih sangatlah muda. Lagipula... Jika aku sibuk bekerja, ada bayi kita jadi kamu tidak perlu kesepian."

Renjun merupakan orang paling beruntung karena menikah dengan Jaemin yang terus berusaha menyingkirkan keegoisannya sendiri. Renjun merasa ia begitu jahat karena berselingkuh di belakang pria seperti Jaemin, namun hatinya tetap tidak bisa memilih. Ia memang mencintai Jaemin tetapi ia juga mencintai Jeno.

Jaemin akan mengurangi kesibukannya untuk memberikan perhatian lebih kepada sang istri. Ia juga membeli kasur yang lebih empuk serta sofa khusus agar istrinya tetap merasa nyaman selama kehamilan meski baru berusia satu minggu.

Beberapa hari kemudian Jaemin pergi bersama manajernya ke kota sebelah untuk melakukan syuting pribadi. Hari itu Renjun menyempatkan diri untuk datang ke kantor Jeno dengan alibi membawa makan siang padahal ia ingin berbicara empat mata. Dengan pakaiannya yang cukup tertutup, Renjun menghampiri Jeno yang masih bekerja di kubikelnya.

"Jeno-ya." Panggil Renjun.

Sontak Jeno pun menoleh, melihat Renjun yang memakai masker dan topi, "Renjun?"

"Aku membawa makanan untuk kita. Bisakah kamu beristirahat sekarang?"

Ruang istirahat karyawan sedang sepi. Hanya beberapa karyawan yang mondar mandir untuk menyeduh teh atau kopi. Jeno menyantap makanan yang Renjun buat sesekali mencuri-curi pandangan. Ia merindukan Renjun, akhir-akhir ini Renjun jarang membalas pesannya.

Mungkin karena ada Jaemin di rumah.

"Jeno-ya, aku hamil."

Pergerakan Jeno terhenti. Ia menoleh ke arah Renjun yang sedang menatapnya lantas terkekeh kecil, meneguk air mineral yang sempat ia ambil sebelumnya. Ia tahu hari ini akan tiba, dimana Renjun datang padanya dan berkata bahwa ia hamil.

"Aku tahu."

Renjun menghela nafasnya, "aku lupa meminum pil kontrasepsi setelah hari itu."

"Apa kamu sudah mengatakannya kepada Jaemin?"

"Ya... dia... akan mencoba menerima bayi ini."

Jeno melukis senyum kecil, "untuk apa mencoba? Bukankah seorang suami harus siap menerima kehadiran calon bayinya? Ah sepertinya itu calon bayi kita."

"Jangan katakan apapun pada Jaemin meski ayah dari bayi ini adalah kamu, Lee Jeno. Aku tidak ingin membuatnya kecewa."

Mendengar itu Jeno merasa perasaannya sedang dipermainkan. Ia sangat bahagia jika ayah dari janin tersebut adalah dirinya, namun entah kenapa Renjun tampak berbeda. Ia seolah menahan Jeno untuk tidak bertindak lebih jauh, Renjun juga seolah tidak ingin berpisah dengan suaminya.

"Aku adalah ayah dari calon bayi kita Renjun, jangan bersikap seolah-olah Jaemin adalah ayahnya. Ingat, kamu selalu meminum pil kontrasepsi dan dia selalu memakai kondom. Kamu pernah mengatakannya padaku."

"Aku mengerti itu, Jeno. Tapi bisakah kamu pahami apa yang aku katakan? Jaemin adalah suamiku, aku tidak bisa berkata jujur tentang hal ini kepadanya. Aku tidak ingin berpisah dengannya."

Kemudian Jeno pun beranjak. Membenarkan posisi jasnya lantas berbalik pergi meninggalkan Renjun sendirian. Ia tidak ingin mendengar apapun lagi dari Renjun karena perkataan barusan berhasil menyakiti hatinya. Namun bagaimanapun juga Jeno harus bertindak, ia tidak ingin bayinya menganggap bahwa Jaemin adalah ayah kandungnya.

Persetan dengan perpisahan. Jika Renjun berpisah dengan Jaemin, maka tanpa berpikir panjang Jeno akan segera menikahi Renjun.

Setelah hari itu keduanya mendadak lost contact. Sebenarnya hanya Renjun karena Jeno sering mengiriminya pesan terutama menanyakan kabar. Renjun menghapus nomor Jeno, sekaligus memblokirnya agar ia bisa melupakan pria tersebut.

Meski di sisi lain ia merasa bersalah telah meninggalkan Jeno begitu saja. Namun ia ingin semuanya kembali seperti semula. Renjun terus menganggap janin yang ada di rahimnya merupakan buah cintanya bersama Jaemin. Bukan Jeno.

Ia harap Jeno tetap diam dan tidak melakukan apapun. Ia tidak ingin berpisah dengan Jaemin apalagi membuat Jaemin membenci dirinya. Renjun tidak bisa membayangkan hal itu.

Jaemin adalah cinta pertamanya.

Tapi Renjun sendiri sudah berselingkuh dan sedang mengandung anak dari pria lain.
Ketika melihat Jaemin benar-benar memberikan perhatian lebih serta memanjakannya, rasa bersalah terus menghantui Renjun hingga ia tidak bisa tidur pada malam hari.

"Selamat makan, Nyonya Nam." Jaemin meletakkan piring berisi sup rumput laut dan nasi yang baru ia buat. Masakan Jaemin cukup lezat, namun tentunya tidak selezat masakan Renjun.

"Terima kasih." Bibir pucatnya melukis senyuman kecil lalu meraih sendok untuk segera menyantap hidangan tersebut. Di belakangnya Jaemin sibuk menyatukan helaian surai Renjun untuk diikat dengan rapi.

"Mulai sekarang jangan terlalu banyak beraktivitas. Aku yang akan membersihkan rumah saat aku libur dan juga aku yang akan memasak."

"Lalu apa yang harus aku lakukan?"

Jaemin tersenyum simpul, "pergilah berbelanja atau ke salon untuk refreshing."

Lelaki bersurai panjang itu tersenyum samar sebelum beranjak dan langsung memeluk tubuh Jaemin dengan erat. Merasa sangat bersalah karena telah berani membohongi pria sebaik Nam Jaemin. Jika saja hari itu Renjun bisa menahan dirinya agar tidak terjatuh ke dalam diri Jeno, mungkin semua ini tidak akan terjadi.






.
.
.
.
.
.

To be continue

.
.
.
.
.
.




- navypearl -

Love in The Dark | JenoRenjunJaemin✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang