5. Sedikit pengakuan

15 6 0
                                    


Selalu ada resah dan susah-payah. Tapi, semoga segalanya menjadi bahagia. Entah sampai kapan harus berjuang? Entah sampai kapan akan terwujud sebuah impian?


***

Kedatangan Sion menggemparkan sekolah. Banyak siswi yang tertarik pada wajah dan karismanya.

Berbeda dengan kebanyakan siswi yang merah jambu saat menatap Sion, Seyna justru dibuat menggigil dengan langkah lebar yang dibuat Sion untuk menjaga Oriza.

Seyna baru membuktikan bahwa dirinya mempunyai pegangan dan banyak dukungan dan dia sendiri juga yang membuktikan bahwa itu salah. Nyatanya, sekarang Seyna di cap rendah juga dibenci oleh se-isi kelas dan tidak lama lagi seantero sekolah.

Simpang-siur tentang dirinya yang suka membully perlahan terkuak setelah 'pengakuan' Sion tempo hari.

Orang-orang kembali membenci dan mencaci setelah kemarin memberi dukungan penuh.

Seyna mematut diri di depan cermin toilet. Mata panda tercetak jelas di sana. Kepalanya penuh dengan sampah hasil kotoran yang dia tabur sendiri.

Karma jelas menemukan pemilik aslinya.

Dua siswi yang sedang mematut diri menatap aneh Seyna yang memancarkan aura gelap.

Mereka buru-buru pergi setelah merasa aura yang Seyna keluarkan terlalu pekat dan kelam.

Kantung mata hitam, wajah datar, pandangan tajam, dengan kuku yang mencengkeram wastafel jelas membuat perasaan orang di sekitarnya tidak nyaman.

"Langkah yang lo ambil terlalu jauh, Oriza. Seberapa hebat Sion nguak fakta di situ gue akan selalu nutupin semua kejadian sebenarnya. Kalian gak akan pernah bisa jatuhin gue. Sakit hati gue masih ada dan harus kita bagi dua ... atau harus lo tanggung semuanya, Oriza." Seyna berbisik lirih dengan pandangan menghunus tajam saat wajah Oriza muncul dalam kepalanya.

Tidak ada kata kalah atau menyerah. Semua cara Seyna rasa halal untuk di jalankan.

...

Oriza menempelkan pipi di meja kelas. Kepalanya terasa berat. Gusinya sejak semalam tidak berhenti berdarah walau tidak banyak. Oriza memilih memakai masker dan jaket untuk menutupi memar di sekitar lengannya.

"Leukimia ngerepotin!"

Oriza menipiskan bibir saat melihat sepasang sepatu menghampiri mejanya.

Sepatu Abimana.

Oriza menutup mata saat deheman Abimana mengudara.

"Lo kenapa make masker? Kenapa make jaket? Ini bukan musim hujan. Ini udah dalem kelas juga. Buka! Gue gak mau di marahin guru!."

Oriza memiringkan kepala ke sisi kiri menghadap Abimana. "Nanti, Abim."

"Sekarang aja. Lo ... sakit? Kenapa make masker? Flu? Kenapa harus make jaket? Ini gak dingin jadi kenapa harus pake jaket? Lo, 'kan, paling anti gerah? Lo-"

"Bim!" Oriza memotong cepat dengan pipi yang masih menempel di meja. "Mau nyuruh buka jaket sama masker atau mau nanya gue baik-baik aja atau nggak? Kalau mau khawatirin orang gak usah pake gengsi nanti gue pergi lo baru nyesel."

Abimana berdehem lagi, kali ini sambil menggaruk tengkuk. "Buka jaket lo! Guru Dateng gue lagi yang kena marah!"

"Hubungannya?"

"Ya ... anu ... gue, 'kan, duduk sebelahan sama elo. Jadi ... yah, gitu." Abimana berucap terbata dengan pandangan dia alihkan ke seluruh ruangan kelas.

BISA KENANG AKU? (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang