6. Ayah

13 9 2
                                    

Beberapa jalan takdir terlihat begitu curam. Tapi, bagaimana kita bisa menghindar saat jalan itu yang dipilih Tuhan untuk kita lalui.

***

Selama hidup Oriza punya banyak tujuan. Hanya saja, semakin lama dia menapaki dunia juga setelah tahu mungkin umurnya tidak lama lagi ... Oriza jadi merasa hanya satu tujuan yang perlu dia gapai sebelum menutup mata selamanya.

Membuat kenangan indah dan menjadi tidak terlupakan di hati orang yang dia cintai. Agar kelak, Oriza bisa dikenang dan tidak menjadi abu-abu dalam bayangan orang-orang. Seperti bundanya.

Oriza menarik nafas panjang. Kembali memoles bibir dengan liptint sebelum masuk ke dalam rumah megah ayahnya bersama keluarga barunya.

Oriza merasa perlu minta maaf atas ucapannya tempo hari. Bagaimana mungkin dia berteriak dengan ucapan tidak sepantasnya saat inginnya dia dan ayahnya memiliki hubungan yang hangat seperti dulu lagi.

Oriza menarik nafas panjang. Ingin meminta maaf lebih cepat tapi tiga hari dia lewati dengan bertempur bersama penyakit sialannya.

Kaki jenjang berbalutkan sepatu sneakers itu melangkah perlahan setelah menguatkan niatnya.

Separah apapun bertengkarnya, hubungan orang tua dan anak harus selalu terjalin dengan baik, itu pesan bundanya dulu.

Di ketukan ketiga, pintu megah itu terbuka. Di depannya nampak wanita paruh baya dengan lap di atas pundaknya.

Wanita itu tersenyum hangat lalu mempersilahkan masuk.

Oriza mengikuti setelah mengangguk dengan senyum hangat.

"Tuan ada di ruang keluarga, Non." Bik Inah memberitahu dengan hati-hati. "Lagi ... main sama Den Reyhan."

Oriza mengangguk-angguk lalu tersenyum. "Makasih, Bik. Aku ke dalam dulu."

Bik Inah mengangguki dengan pandangan sayu. Mengenal Oriza sejak umur lima tahun saat keluarga mereka masih utuh dan bahagia membuat bik Inah merasa sedih. Tidak pernah dia bayangkan keluarga yang dulu begitu dia sukai karena penuh kehangatan bisa berubah semendung sekarang. Meninggalkan satu anak yang 'luntang-lantung' setelah ditinggal ibu dan menjadi luluh-lantah setelah melihat ayahnya menikah lagi dan berubah.

Rasanya terlalu cepat semuanya berputar hingga bik Inah yang hanya mengamati merasa sesak dengan ketidakberdayaan Oriza sekarang.

...

"Ayah!" Oriza memilin ujung baju saat ayahnya menghadapnya.

Dia masih berdiri kaku di sudut ruangan senada dengan tatapan ayahnya yang dingin membuat membeku.

"Oh, ada Oriza. Sini main sama adek Reyhan!" suruh Melynda istri baru ayahnya. Memanggil Oriza dengan isyarat tangan beserta gemericing gelang emas.

Oriza mengangguk samar lalu mulai mengambil langkah kecil sambil menggigit bibir bagian dalam. Bukan suasana kaku dan canggung yang dia harapkan.

"Sini, adek Reyhan udah mau dua tahun, lho! Sebentar lagi acara ultahnya. Kamu dateng, yah, nanti!" Melynda mengoceh saat Oriza sudah duduk di depannya.

Oriza hanya bisa mengangguki sambil mencuri pandang ke arah ayahnya.

"Aduh, tolong jagain Reyhan dulu, yah. Tante mau ke dapur bikinin susu." Melynda pamit setelah Rayhan dia dudukkan di pangkuan Oriza.

Tanpa menunggu persetujuan, tanpa bertanya apakah Oriza bersedia.

"Ayah apa kabar? Kalau aku baik. Ayah makan teratur? Jangan lupa sarapan, yah! Aku juga makannya teratur."

BISA KENANG AKU? (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang