• Dipta as Wonwoo •
Ashavina
"DAFA! INI UDAH BELOM?" saya berteriak memanggil Dafa. Sumpah ini serem banget, soalnya saya lagi nyoba challenge yang jalan lurus diantara 2 pohon di Alun-Alun Kidul Jogja. Saya ga terlalu paham mainnya, sedari tadi saya manggil nama Dafa terus. Jadi hari ini saya jalan-jalan sama Dafa. Kebetulan kita lagi ga ada pasien dan free. Daripada gabut di rumah sakit mending jalan-jalan.
"Mbak hati-hati," sebuah tangan menarik kerah baju saya. Oke, sekarang saya tau kenapa laki-laki asing tadi menghentikan saya. Tembok pagar pembatas pohon di bagian kiri hampir mencium kening saya. "Astaga, makasih mas."
"Sendiri mbak? Baru pertama kali kesini atau gimana?" tanya laki-laki itu. Sekilas, laki-laki ini terlihat sempurna. Visualnya yang tampan, matanya yang seperti rubah dihiasi kacamata yang bertengger manis di hidungnya, perawakannya juga tinggi, serta ramah.
Tunggu, sendiri katanya? Saya menelisik seluruh sisi alun-alun dan tidak mendapati adanya makhluk bernama Dafa. "Haha, tadi saya sama temen kok, kayaknya saya ditinggal. Ini juga baru pertama kali saya ke sini," saya tertawa kikuk. Pasti Dafa meninggalkan saya karena telepon dari rumah sakit. Percaya deh, walaupun Dafa pecicilan dan setengah gila dia ga mungkin tega ninggalin saya yang asing dengan kota Jogja. Info aja, sekarang sudah malam. Makanya saya agak takut.
"Jalan-jalan sama saya aja mau mbak? Kebetulan saya sendiri kesini, niat mau sama temen tapi ga ada yang bisa diajak. Daripada mbak ketemu orang jahat," tawar laki-laki itu. "Memangnya menurut kamu, kamu itu ga jahat?"
Jangan salah, saya itu psikiater. Kelebihannya saya bisa baca gerak-gerik seseorang lebih teliti dan menebak isi pikiran mereka melalui gerak-gerik tersebut. Ga, laki-laki ini keliatan tulus mau bantuin saya kok. Ini semacam tes aja.
"Ya ga, tapi daripada sama yang lain. Terserah mbaknya aja deh."
Saya tertawa lepas, laki-laki itu terlihat kebingungan menjawab pertanyaan yang saya lontarkan. "Yaudah boleh. Ngomong-ngomong, jangan panggil saya mbak dong. Nama saya Arshavina, boleh panggil dengan sebutan apapun. Soalnya saya masih 26 tahun mas.""Oh, saya 28. Berarti beda 2 tahun. Oke.... Asha, panggil saya Dipta. Asli Jogja, deket sini rumahnya." Dipta, tersenyum tipis. Agak lemah saya kalau di senyumin makhluk Tuhan yang ganteng gini. Pesonanya ga main-main.
"Asha udah makan?"
Saya menggeleng. Laper sih, tapi saya ga bawa duit. Kan Dafa yang traktir saya hari ini. "Kalau gitu makan sama saya aja gimana? Saya yang bayar. Berhubung kamu baru jadi kamu yang mimpin jalan aja, sekalian explore tempat ini."
"Beneran? Kita baru ketemu loh. Serius mau traktir saya?" saya meyakinkan Dipta. Syok lah, kami baru bertemu tapi dia sudah menawarkan diri untuk menemani saya jalan-jalan dan mentraktir saya makan."Ga masalah," dengan enteng Dipta mengkonfirmasi. Saya mengangguk, lalu berjalan lebih dulu sesuai instruksinya. Suasana alun-alun hari ini lumayan ramai. Rata-rata pengunjung alun-alun didominasi oleh pasangan yang duduk di atas rerumputan. Becak dan kendaraan yang dihiasi lampu kelap-kelip menghiasi putaran alun-alun. Stand-stand makanan tidak bisa dihitung lagi dengan jari, bahkan ada yang sampai luar alun-alun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen Oneshoot
Teen FictionKumpulan cerita oneshoot Seventeen💎 ✨Happy End✨ ✨Sad End✨ ✨Gantung End✨ ‼️Part acak‼️ 📖Happy Reading💙💓