• Dino as Dino •
Grizelle
Gue memegang kepala bagian belakang yang terasa sakit. Sekitar 1 menit lalu gue terbangun di sebuah ruangan gelap. Peristiwa yang gue ingat terakhir kali yaitu saat segerombolan perempuan datang dan menyeret gue ke gudang belakang.
Mereka nyebut-nyebut nama Dino yang katanya lagi deket sama gue. Lalu entah dari kapan mereka mulai memukuli gue. Bentar deh, mereka salah paham atau gimana sih? Buta kah? Jelas-jelas gue sama Dino udah kayak "Tom and Jerry".
"TOLONG! TOLONG!" gue menggedor pintu ruangan yang diyakini sebagai gudang belakang. Ga mungkin juga sih ada yang ke sini, tapi namanya juga usaha.
Nafas gue mulai ga beraturan. Sejujurnya gue punya trauma sama yang namanya ruangan gelap. Dulu waktu umur 12 tahun, gue pernah diculik dan hampir di bunuh di ruangan gelap.
"Uhuk... Tolong! Hhh... To– tolong...." sumpah ini kalau gue harus pingsan disini gapapa deh. Udah ga kuat teriak lagi.
"Duh Zelle, jangan... uhuk... nangis kek.. hhh.." gue berusaha menahan air mata yang sedari tadi keluar. Gue takut pake banget. Badan gue gemeteran semua. Saking gemeterannya gue ga kuat berdiri dan akhirnya jatuh terduduk.
"ZELL! WOI KUCING LO DIMANA? JANGAN NYUSAHIN BISA GA SIH?"
Sontak gue berdiri dan berjalan mendekati pintu. "TOLONG!" gue cuma bisa ngeluarin satu teriakkan kenceng saking banyaknya energi yang terkuras. "Zelle, lo disana? Woi jawab, punya kuping kan lo?"
Dino, suaranya mirip kayak suara Dino. Ngapain ni curut ada disini? Eh Zelle ga bersyukur banget lo, untung ada Dino dateng. "ZELLE JAWAB WOI! JANGAN BIKIN GUE PANIK!"
"IYA DIN ELAH, KAGET GUE GA USAH TEREAK!" reflek kan ikut teriak. "Ada saklar ga disana? Coba lo nyalain dulu lampunya biar ga gelap," dari luar Dino memberi instruksi. Ya Tuhan Dindin, kalau bisa juga udah gue lakuin dari tadi. Masalahnya buat jalan aja gue udah susah. Mana gelap lagi, ga bisa liat apa-apa gue.
"Gini deh, lo tenang dulu Zelle. Tarik nafas, trus buang nafas. Percaya sama gue lo bakal gue keluarin dari situ, ya? Jangan panik dulu." Dino mencoba menenangkan gue. Sesuai instruksi yang dia kasih, gue mulai menenangkan diri walau ga terlalu berpengaruh.
"Sekarang mundur, pintunya harus di dobrak," sepertinya dari luar Dino udah masang ancang-ancang untuk mendobrak pintu ini. Gue mundur perlahan dan sialnya kesandung sehingga menimbulkan suara yang cukup nyaring. "Zelle lo gapapa kan?"
"Ga! Auh... Gapapa kok," gue berusaha meyakinkan Dino. Beberapa detik kemudian gue baru merasakan sakit yang luar biasa pada kaki gue. Dengan perlahan, gue meraba kaki yang tadi terkena sandungan dan ternyata berdarah. Nah kan, udah paket komplit deh. Dikunci di ruangan gelap, batuk mulu dari tadi, pake kesandung dan berdarah segala kakinya. Gimana ga tambah deres ni air mata?
BRAK! BRAK! BRAK!
Dalam tiga kali dobrakkan, pintu berhasil terbuka. Sontak gue berlari, ga peduli dengan luka di kaki gue dan memeluk Dino seeratnya. "Sstttt, it's okay. Ada gue disini, tenang ya?" tangan Dino mengelus-elus rambut gue. Dia menepuk-nepuk punggung dan menyalurkan ketengan untuk gue.
•••
"Kenapa ga manggil gue bodoh?" Dino menyentil jidat gue dengan keras. Sehabis acara nangis-nangisan, Dino membawa gue menuju tangga pelataran sekolah, tak lupa memberi gue sebotol air mineral dan mengobati luka di kaki gue. Setelahnya, gue mulai menceritakan kronologi kenapa akhirnya gue bisa terdampar di ruangan gelap tersebut.
"Gue kira mau ngomongin apaan gitu..."
"Polos nyerempet bodoh ya lo."
Gue mendelik ke arah Dino. Ga salah sih, emang dasarnya aja gue yang mudah ditipu.
"Lain kali kalo ada yang ngajak lo ke mana-mana waspadain dulu. Jangan iya-iya aja trus digebukin."Gue hanya manggut-manggut, males denger dia ngoceh terus. "Balik deh gue, udah sore. Takut bunda nyariin," disaat gue udah berdiri dan bersiap untuk menggendong tas, Dindin ini justru merebut tas gue. "HEH MAU BALIK GUE," layaknya orang dirasuki setan, dengan brutal gue meraih tas yang sekarang sedang di angkut Dino.
Ujung-ujungnya ga ke ambil juga, soalnya dia sengaja ninggiin tasnya. Udah tau gue pendek... Ga dianya yang ketinggian. "Pulang sama gue. Tadi bunda lo nelfon gue, suruh lo pulang kalo ketemu. Dan sekarang lo udah ketemu, artinya pulang sama gue," finalnya. Dino berjalan lebih dulu meninggalkan gue yang masih berusaha mencerna kalimatnya. Apa hubungannya bunda nelfon sama pulang bareng Dino?
"Eh tungguin dong, jalan cepet banget. Hubungan bunda nelfon sama pul–" gue berhenti berbicara karena tangan Dino yang membekap mulut gue. "Berisik tau ga? Gue tuh cowok. Kalo udah ditanya begitu artinya bunda lo berharap gue juga nganterin lo selamat sampai rumah," tangannya ia tarik kembali, tak lupa di gosokkan pada celana abu-abu yang ia gunakan sekarang.
"Nih helmnya, tas lo bawa sendiri. Berat banget kayak dosa lo," dengan tak ada akhlak, Dino melempar tas gue. "Naik!"
"Iya sabar, ga liat gue lagi ngambil tas?" gue berjalan dengan sengaja menghentakkan kaki dan mengambil tas. "Majuan Din, sempit tau." Gue menabok punggung lebarnya. "Sabar bisa ga? Tunggu jalan dulu," Dino mulai menjalankan motonya menuju rumah gue.
•••
"Turun, berat lo."
"Ikhlas ga sih?" gue mendorong Dino dengan tenaga dalam hingga motornya ikut oleng. Cih, ga kuat. "Langsung mandi, salam buat bunda." Dino menyalakan motornya kembali dan menutup kaca helmnya. "Duluan," tangannya terulur, mengusak rambut gue. Sedangkan gue hanya terdiam, menatap motor yang ia kendarai mulai hilang dari pandangan.Di dalam, bunda yang sadar akan kepulangan anaknya berteriak,"Pulang sama siapa?"
"Sama Dino! Dapet salam juga. Aku ke atas dulu ya," gue berjalan menuju kamar yang ada di lantai 2."Hmm... Dino ga buruk juga."
•••
Kepengen up aja
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen Oneshoot
Teen FictionKumpulan cerita oneshoot Seventeen💎 ✨Happy End✨ ✨Sad End✨ ✨Gantung End✨ ‼️Part acak‼️ 📖Happy Reading💙💓