Ex Husband (Mingyu)

140 7 8
                                    

Mahen as Mingyu •

Jihan

Drrtt... Drrtt...

Telepon dengan nama Mas Mahen tertera di layar ponselku. "Halo mas, ada apa?" aku bertanya sesudah menggeser ikon hijau untuk mengangkat telepon darinya. "Mas ganggu ga Han?"

Aku menggeleng, walaupun Mas Mahen tidak melihatnya. "Ga mas, ini lagi kumpul keluarga aja."
"Mas mau ketemu Mila boleh?" tanya Mas Mahen dari seberang. Suaranya agak lemas, aku khawatir Mas Mahen sakit. Oh iya, bagi yang belum tahu, Mila adalah anakku dan Mas Mahen.

"Sebentar ya, aku tanya suamiku dulu," aku menjauhkan ponsel dari telinga. "Ansel, Mas Mahen mau ketemu Mila. Boleh ga?" aku meminta izin pada Ansel, suamiku. Wajahnya mendadak berubah masam. Topik tentang Mas Mahen sangat dihindarinya.

"Kapan?"Aku kembali mendekatkan ponselku ke telinga,"Kapan mas?""Besok boleh? Nanti mas share location nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kapan?"
Aku kembali mendekatkan ponselku ke telinga,"Kapan mas?"
"Besok boleh? Nanti mas share location nya."
"Besok Sel," aku menatap Ansel. Dia menghela nafas, lalu mengangguk. Aku tahu Ansel tidak mau Mila dan aku bertemu Mas Mahen. Tapi bagaimanapun juga Mas Mahen adalah ayah kandung Mila. "Tapi besok aku ada meeting, gapapa?" Ansel menatapku. "Gapapa kok."

"Bisa mas." Aku berbicara lagi dengan Mas Mahen. "Kalau gitu makasih, jaga kesehatan ya." Baru saja ingin menjawab, telepon sudah terlebih dahulu dimatikan oleh Mas Mahen.

•••

"AYAH!" Mila berlari dengan tergesa menuju Mas Mahen yang berdiri di pintu masuk mall. "Aduh, anak ayah jangan lari-lari dong. Nanti jatuh gimana?" Mas Mahen memeluk Mila erat. "Halo mas, gimana kabarnya?"

Mas Mahen berdiri,"Baik, cuman kemaren pusing aja gara-gara kecapean. Sekarang udah mendingan kok."

Ini yang aku tidak suka dari Mas Mahen. Semenjak kami berpisah, Mas Mahen selalu mengabariku tentang kondisinya dengan detail. Dia selalu menanyakan kabarku setiap hari dan mengingatkan segala sesuatu yang biasa aku lupakan.

Tak ada kemungkinan untuk aku tidak jatuh lagi padanya, mengingat umur pernikahan aku dan Ansel baru 3 bulan. Jujur, aku belum sepenuhnya memberikan hatiku pada Ansel.

"Yuk masuk. Mila jalan ya," Mas Mahen menggandeng Mila, sedangkan aku berjalan di samping Mila. "Ayah, aku mau makan! Mila lapel," Mila menunjuk-nunjuk toko es krim. Dia belum bisa melafalkan huruf "r" dengan baik. "Mila gaboleh makan es krim. Nanti giginya sakit," aku memperingatkan.

"Ayah..." Mila meringsut ke sisi Mas Mahen. "Mila kalau laper makan nasi ya? Beli es krimnya nanti aja," Mas Mahen mengelus kepala Mila. "Mas!" aku memelototinya.

"Han biarin aja, Mila kan mau makan es krim. Sesekali gapapa kok," ia tersenyum. Aku hanya bisa pasrah, menuruti kata Mas Mahen. Kami melanjutkan berjalan ke salah satu restoran di mall.

Seventeen OneshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang