Sudah 2 hari gus afiq, abah, umi tidak pulang karena ada urusan dan menginap dirumah saudara abah yang ada dikota sebalah.
"Gus ngapain ya malem malem gini? Biasanya sibuk sama kitab sih" batin mauli, jujurly ia sangat merindukan gus afiq.
"Mbaakk ul"
"Eh ada apa far?"
"Mbak ojok ngelamun ae toh, anu mba aku gak bisa tidur sama mbak untuk malam ini. Aku mau ke asrama soalnya ada tugas kelompok tambahan dari ustad fandi mba"
"oalah oke semangat ya"
"Nggeh mbak, kalau nanti gak bisa tidur telfon aja mas afiq biar nemenin mbak, assalamualaikum" farah menutup pintu kamar mauli dan segera pergi.
Saat gus afiq tidak ada dirumah, ning farah selalu tidur bersama mauli karena mauli takut tidur sendiri. Oke untuk saat ini ia harus bertekat diri agar bisa tidur.
Saat dirinya terlelap tidur, gus afiq datang dan membawa seblak untuknya, gus afiq tau dari ning farah bahwa istrinya itu selalu membahas seblak seharian ini. Gus afiq juga menyuruh ning farah tak tidur dengan mauli malam ini, agar kegiatannya saat melepas rindu pada istrinya tidak terganggu.
"Astaghfirullah pikiranmu fiq, nafkah batin aja belum pernah gimana mau melepas rindu. Sabar nanti ada waktunya" gus afiq membatin dan segera menepis pikiran kotornya.
"Ning" gus afiq mengusap kepala mauli.
"emm"
"Ayo bangun, saya bawa sesuatu."
"Kapan nyampenya gus? Kenapa gak ngabarin kalau mau pulang" Mauli bangun dengan tangan yang masih mengucek matanya takut ini hanya haluan.
"Barusan nyampe nih dimakan" gus afiq menyerahkan kantong plastik beserta mangkok dan sendok.
"Waahhh seblak ih gus tau aja aku lagi pingin banget"
"Lain kali kalau pingin apapun bilang langsung ke saya jangan ke farah"
"Kan aku cuma cerita gus lagian disini juga susah cari seblak. Pindah aja yuk diem dirumah bapak biar gampang cari seblak"
"Gak mau, ntar yang ngurusin pesantren siapa?"
"Keturunan gus lah"
"Keturunan dari siapa?"
"ya dari gus dan aku lah siapa lagi?"
"Emang udah siap?"
"Siap banget dari lama tapi gus lelet gak mau nagih"
"saya nunggu kamu ning, bukannya gak mau nagih"
"Iya deh iya ayok makan"
"Ning"
"Iya"
"Boleh saya minta peluk?"
"Kemaren kemaren aja ngeledekin sekarang malah minta sendiri gengsi banget sih" Mauli segera menabrak tubuh gus afiq dan memeluknya erat.
"Saya merindukanmu"
"Gus merokok ya?"
"Nggak"
"Jangan bohong gus baju gus bau"
"Sedikit ning gak banyak"
"Yaudah sana mandi ganti baju gak boleh mendekat kalau masih bau"
"Iya saya mandi, abisnya disana gak ada yang bisa nahan buat gak merokok jadi bebas dong"
"Gus udah cepet sana"
Gus afiq masuk ke kamar mandi sementara mauli memindahkan seblak tadi ke mangkuk. Mauli duduk disofa kamar dan menyalakan televisi.
"Udah gus?" tanya mauli saat gus afiq sudah keluar dari kamar mandi dan duduk disebelahnya.
"Udah nih wangi cium aja"
"Ogah, seblak lebih menggoda dari pada gus"
"Awas kena pelet saya ning ntar gak bisa jauh jauh dari saya"
"Gus boleh minta tolong? Iketin rambut aku gus, gak enak banget banyak yang jatuh, tanganku kotor sama kuah nih"
"iya ya sini"
"Dah selesai cantiknya istri siapa sih?"
"Istri nya orang, gak boleh digoda ya"
Gus afiq tertawa dan memutar tubuhnya menatap televisi.
"Gus mau?"
"Boleh?"
"Ya boleh lah ini kan gus juga yang beliin"
"Ga jijik satu sendok dengan saya?"
"barokah dong gus ikut sunnahnya nabi, ah kelamaan" mauli menyuapkan sendok yang berisi seblak ke arah gus afiq.
"Pedas ning allahuakbar" gus afiq langsung meminum air yang ada digelas hingga sisa setengah.
"Cemen banget gitu aja pedas"
"Emang pedas ning" mukanya memerah menahan pedas serta mulut yang bertiup tiup.
Gus afiq beranjak ke balkon dengan membawa sesuatu ditangannya.
"Heh mau kemana?" tanya mauli.
"Merokok dibalkon ning, sebentar siapa tau pedasnya bisa hilang"
"Gak gak ayo sini duduk lagi"
"Gak bisa ning aduh pedas"
"Jangan merokok gus, sini deh"
Tepat setelah gus afiq duduk pipinya sudah dicium oleh mauli.
"Dah sembuh gak usah merokok lagi"
"Lagi lah, mulut saya masih pedas nih, obatnya yang tadi gak kerasa"
"Enak aja"
Gus afiq menatap istrinya yang lahap menyantap seblak ditengah malam, untung saja tadi warung seblak yang gus afiq datangi belum tutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mawaddah Diujung Langit
Short Storyrandomnya seorang ning dan gus Malam itu menjadi malam yang panjang bagi penentuan kami. Aku percaya gus afiq adalah sosok pendamping terbaik yang dikirimkan Allah padaku. Tak apa aku tak bersanding dengan lelaki di masa laluku yang menurutku terbai...