one day

294 27 1
                                    

Suara ijab kabul yang diucapkan gus afiq lancar dan menggema diseluruh area pesantren. Resmi lah status mauli sebagai istri dari gus afiq. Suara teriakan dan hamdalah dari santri putra dan putri turut ikut memeriahkan pernikahan mereka.

"Laras ayo turun mas bojomu sudah official" ning zira istri dari gus syam menggoyangkan lengan kanan ku yang sedang diapit tangannya. Hanya ning zira yang memanggilku laras entah inisiatif darimana.

"Iya mba ayokk yampun omaigattt akhirnya aku nambah kakak ipar lagii" ucap ning farah sambil loncat loncat kegirangan.

Ning farah memang sedikit barbar membuatku tenang karena kelakuan kami sangatlah sama tapi jika tidak ada abah dan umi.

Mauli masuk ke aula masjid dengan gandengan ning zira dan ning farah. Tepat saat posisinya disamping gus afiq serempak dua ning itu melepas gandengan tangannya membuat mauli gugup hingga bingung harus apa.

"Ayo nak salim dulu sama suami mu" umi zai mendekat dan mengarahkan tanganku agar segera menyalami gus afiq.

Tangan kanan gus afiq berada dihidung mauli, sementara tangan kirinya sibuk mengusap kepala mauli seraya melantunkan doa. Tangan gus afiq bergetar mauli sempat ingin tertawa tapi Alhamdulillah tertahan gaiss.

pernikahan dan resepsi yang tak pernah mauli bayangkan kini telah terjadi dengan lancar dan meriah.

Bapak ibu, kak lila dan suami nya sudah berpamitan untuk kembali malam ini juga ke rumah setelah resepsi diadakan. Rumah dan pesantren memang tak jauh hanya butuh satu jam dari rumah jika perjalanan tidak macet.

Mauli duduk dikasur kamar gus afiq setelah diantar oleh ning farah. Mauli sudah bersih dari segala tetek bengek peralatan resepsi.

"Aku harus ngapain setelah ini, ya allah tolong hambamu ini sedang gugup dan sedikit takut kalau tiba tiba malam ini harus unboxing" ucap mauli pada dirinya sendiri.

Sekian lama duduk sendiri mauli sayup sayup mendengar suara gus afiq berbincang dengan gus syam didepan kamar.

"Afiq yang rajin ya doanya jangan lupa"

"Dih apaan sih mas, diam masuk sana mba zira nungguin tuh"

"Kamu yang ditungguin fiq bukan ana hahaha"

"Assalamualaikum" pintu terbuka menampilkan gus afiq yang memakai jubah dan kopyah berwarna putih.

"Waalaikumsalam gus" aku menggeser badanku kepinggir ranjang.

"Tidur ning sudah malam"

"Gus kok manggil ning, aku bukan keturunan kyai loh"

Gus afiq mendekat.

"bukan maksud untuk menyombongkan diri dan ingin menggurui, saya gus dan kamu istri saya sudah sepatutnya juga kamu mendapat gelar ning meskipun bukan keturunan kyai"

"aahhh begitu ya oke gus makasi infonya" mataku mengerjap menyadari posisi kami yang berjarak selangkah.

"lebih baik tidur sudah malam"

"Gus gak minta anuu hmm itu kan?"

Gus afiq mengernyitkan dahinya lalu mengangguk memahami apa yang mauli bicarakan.

"Tidak, saya akan menunggu sampai kamu benar benar siap"

Gus afiq naik keranjang setelah membuka jubahnya yang menyisakan sarung dan kaos.
mereka tidur seranjang dengan posisi saling memunggungi, mauli sengaja tidak membuka jilbab nya karena merasa aneh jika membukanya, Gus afiq pun tak protes dengan itu.

Mauli bangun saat adzan subuh berkumandang dan tak menemukan gus afiq disebelah nya. Mauli bangun dan segera menunaikan kewajibannya menghadap sang kuasa.

Gus afiq kembali ke kamar setelah cahaya matahari mulai memasuki celah celah jendela, mauli yang sedang duduk membaca al quran pun menoleh menyadari kedatangan gus afiq dan segera mencium tangannya sebagaimana yang telah diajarkan ibu nya sebelum menikah.
Gus afiq sempat kaget tapi tak apa gus ini istrimu bukan jin kamar mu.

"Gus dari mana?"

"masjid"

"kenapa gak bangunin mauli gus?"

1
2
3

"Gus, ih ngga dijawab"

"ya allah kenapa bisa hambamu ini dapat suami yang pelit ngomong"

"Saya dengar ning"

"Saya gak tega bangunin kamu, oh iya setiap waktu subuh saya memang dimasjid jarang sekali saya sholat dikamar"

"Oh begitu"




Mawaddah Diujung LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang