Bagian 10 : Jealous?

178 50 8
                                    

Selamat Membaca༶•┈┈⛧┈♛♛┈⛧┈┈•༶

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat Membaca
༶•┈┈⛧┈♛♛┈⛧┈┈•༶

PRANKKKKK

Suara pecahan piring terdengar begitu nyaring di pagi hari ini. Pekikan yang keluar dari mulut ibu pun membuat para penghuni rumah terkejut karena kejadian itu. Kinandara lantas menghampiri sang ibu yang terduduk lemas sambil menatap sendu sarapan yang dibuatnya kini malah berserakan dilantai, bercampur dengan bau anyir dari darah yang mengalir di kaki ibu.

"Allahuakbar Ibu!" kini Kinandara yang berteriak dengan lantang setelah melihat orang tersayangnya sedang merenguh kesakitan.

"Bu, kenapa bisa kaya gini. Astagfirullah, Kak Sha tolong bantu aku angkat Ibu!"

Yang dipanggil langsung datang menghampiri dan membuat reaksi tak jauh beda dengan adiknya itu.

"Yaa Allah, ini kenapa bisa berdarah banyak kaya gini, Bu?" tanya Shania sambil membantu sang adik memopong ibu menuju kursi makan.

"Ibu enggak sengaja jatuhin makanannya karena kepeleset. Jadi pecahan piringnya keinjak kaki Ibu sendiri, Nak."

"Hati-hati Ibu. Emang lagi mikirin apa sih, Bu? Ibu kan bukan orang yang ceroboh kaya gini."

Kinandara membersihkan luka ibu yang masih mengeluarkan darah karena pecahan piring tadi. Sementara Shania membereskan kekacauan yang terjadi di dapur dengan hati-hati. Sebab lantainya jadi begitu licin karena tumpahan minyak bekas masak itu.

"Enggak tau. Ibu ngerasa kaya ada sesuatu yang bikin Ibu was-was dari semalam. Rasanya kaya ada sesuatu yang ngebuat hati Ibu enggak tenang. Tapi Ibu juga bingung itu apa?"

Mendengar penuturan sang ibu, Kinandara lantas bangkit dan mengelus punggung yang sudah tidak lagi tegak seperti dulu. "Ibu cuma lagi overthinking aja. Berprasangka yang buruk terhadap sesuatu itu kan enggak boleh, Bu. Kata Ayah, lebih baik perbanyak dzikir biar hati Ibu jadi tenang."

"Pinter banget anak Ayah. Bu, bu, saya kan udah ingetin kamu tadi buat buang perasaan itu."

Ibu mengangguk setuju akan perkataan yang dilontarkan anaknya itu. Kini matanya menatap nanar pada masakan yang sudah tidak bisa lagi dinikmati bersama keluarganya.

Hari ini ibu begitu merindukan anaknya yang jauh dari rumah. Memasak makanan kesukaan Mina mungkin bisa mengobati rasa itu, namun semua seakan sirna dan hanya membuat perasaan bersalah kepada orang yang tengah menanti menu sarapan dimeja makan.

"Maafin Ibu yaa, kalian jadi enggak bisa sarapan di rumah."

Shania berjalan mendekati ibu setelah membuang pecahan  piring itu ke tempat sampah.

"Enggak papa, Bu. Lain kali kalau emang Ibu lagi ngerasa enggak enak badan atau apapun itu, yaudah istirahat aja. Aku sama adek bisa cari makanan sendiri untuk sarapan pagi. Daripada kaya gini, ujung-ujungnya malah bikin aku tambah khawatir, Bu."

Kinandara | Kim Dahyun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang