Pemuda jangkung itu menyusuri lorong, meninjau dinding-dinding bercat putih yang mengapit dirinya. Iris coklat berkilat bosan. Tidak ada yang menarik di sepanjang jalan.
"Kamu yakin, Ray, bakal nerima ini?" Pria dengan tubuh setinggi pundak pemuda jangkung itu bertanya, kacamata berbingkai bulatnya merosot saat ia berusaha menyesuaikan langkah pemuda jangkung.
Pemuda jangkung, Ray, hanya mengangguk. "Gajinya besar." Adalah alasan yang dia berikan.
Lantai keramiknya juga putih, langkah Ray yang lebar mengetuknya dengan keras. Pria di sebelahnya yang masih berjuang untuk mengikuti punya wajah khawatir, tanda staf yang tergantung di lehernya bergerak ke kiri dan kanan. Halaman depannya menunjukan bahwa pria ini seorang manajer.
"Enggak usah khawatir cuma 30 hari." Ray meyakinkan saat mereka akhirnya mencapai ruangan berpintu coklat. Menempel di atasnya adalah tanda yang menunjukan bahwa pintu itu akan membawa mereka ke ruang rapat.
Kenop pintu ditekan, Ray yang akhirnya membuka pintu mengusir sang manajer. "Aku rapat dulu pak Dio, kamu boleh pergi," ucapnya sopan, pintu di belakang Ray tertutup dengan klik lembut.
"Ray Lyon?" Seorang pria setengah baya, mengenakan pakaian khas sutradara mendekatinya, ada gulungan kertas di tangan pria itu.
"Ya, Pak." Senyum Ray tersungging, sudut mulutnya ditarik sedikit, senyum formal dan palsu yang selalu dia tunjukan.
Pria yang diduga sutradara mengambil tangannya. Mereka berjabat tangan selama beberapa detik, wajah tersenyum dengan iris abu-abu sang sutradara menatapnya, tatapan perhitungan yang mencari setiap kesalahan. Walau begitu wajah rileks pria ini mengendurkan kewaspadaan Ray.
"Serfano Hemandra, panggil saja Pak Fano. Terima kasih sudah datang, saya senang ada anak muda yang tertarik film thriller." Sutradara itu memperkenalkan dirinya, nadanya riang, sedikit menggeser persepsi Ray tentang orang ini. Untuk ukuran sutradara film thriller, tampilannya cukup ramah.
Setelah perbincangan singkat, Ray mengambil tempatnya di meja rapat dan sutradara itu kembali ke tempatnya semula.
Meja rapat yang berbentuk bulat lonjong menempatkan banyak orang di sekitarnya. Berisik dan ramai, Ray mendecakkan lidah. Bersandar di kursi dia menunggu rapat dimulai.
Serfano bertepuk tangan sekali, ruangan seketika senyap. Semua atensi beralih ke Serfano, yang dengan gagah berani berdiri menghadapi kerumunan.
Ray memperhatikan sekitar, banyak orang yang dia kenal di sini, mulai dari aktris, aktor, komedian, sampai penyanyi. Kebanyakan adalah wajah yang sering menghiasi televisi.
Tidak heran, pikir Ray. Di kepalanya berputar informasi yang sebelumnya didapatkan manajernya.
Serfano Hemandra, sutradara yang baru-baru ini memenangkan penghargaan menghabiskan 12 tahun untuk menggarap karya ini. Mulai dari menyiapkan dana, mengumpulkan artis, sampai membangun koneksi. Dia menggelontorkan hampir lima milyar hanya untuk memulai tahap awal syuting. Bahkan dia mengklaim karya ini akan menjadi sejarah industri perfilman.
Ray tidak bisa membantah walau ia masih mendengkus. Geli dengan impian kekanak-kanakan pria 50 tahunan itu. Meski tidak bisa dipungkiri berita serial ini sedang hangat-hangatnya dibahas.
"Karena semua orang sudah di sini, ayo kita mulai." Serfano menatap staf yang ada di sana, mengirim sinyal dengan kepalanya ke pintu lain di ruangan itu.
Sang staf memahami pesan, mengambil setumpuk kertas di ruangan sebelah dan membagikannya kepada semua orang.
Ray yang menerima satu mengambil kertas itu. Ada total tiga kertas yang dijepit menjadi satu. Alis Ray menyatu, rupanya ini adalah kontrak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pergi ke Akhir
Mistério / SuspenseSebuah serial drama baru disiarkan, Ray ikut di dalamnya. Serial yang penuh dengan darah dan drama ketidakpercayaan. Ray bersemangat untuk ikut, tapi tidak menyangka bahwa dia harus jauh dari keluarga satu-satunya, tapi demi uang untuk hidupnya dan...