Syakira menatap layar yang kini sepenuhnya hitam, terputus dari sumber listrik setelah dimatikan.
Sofa empuk yang menjadi sandaran punggung Syakira tidak benar-benar terasa empuk setelah adrenalin masih membuat darahnya mendidih. Jari-jarinya yang gemetar menyisir rambut lepeknya ke belakang. Barusan merupakan rollercoaster emosi pertama setelah beberapa waktu dia tidak merasakan sebuah ketegangan.
"Selera Bu Iksan aneh." Tetangganya yang merupakan ibu satu anak itu adalah orang yang merekomendasikan film ini kepada dirinya.
Betapa dia berharap dia tidak mendengarkan ibu tukang gosip itu. Namun, di sinilah Syakira, duduk dengan secangkir kopi menemaninya, termakan ucapan manis mulut berbisa itu.
Lengannya menumbuhkan merinding, adegan barusan sejelas air jernih.
***
"Bah, kalian mau nonton lagi?" Pak RT yang mengenakan peci hitam usangnya yang biasa itu mendekat ke pos ronda tempat beberapa pemuda tengah berkumpul dengan beberapa cangkir kopi, ketua RT yang masih belum terlalu tua itu duduk tepat di sebelah pemuda berbaju kaos oblong.
Kumpulan pemuda itu hanya nyengir, gigi kuning mereka terlihat tak disikat selama sebulan. Pak RT menggelengkan kepalanya.
"Yang semalem aja udah ngeri, kok pada tahan sih nonton?" Pak RT bertanya, raut wajahnya menunjukan ketidaksetujuannya.
Salah satu pemuda yang paling dekat dengan televusi mendengkus. "Tanya istri anda dong, Pak, 'kan dia yang ngajakin nonton."
Pak RT diam. Sejujurnya karena istrinya lah, dia tahu bagaimana kengerian episode pertama.
Kemarin, ketika dia datang dari kantornya larut malam karena lembur, ia mendapati istrinya belum tidur. Wanita dengan badan yang sedikit berisi itu duduk di sofa, Televisi dinyalakan dengan volume keras.
"Lagi nonton apa, Buk?" tanya Pak RT kala itu.
Istrinya tidak menoleh ketika ia menjawab dengan hampir tidak fokus. "Itu, lo, Pak. Yang judulnya 'Ganda'."
Sejenak terdiam, Pak RT merasa pernah mendengar judul itu di suatu tempat.
"Oh, yang sering Ibu ceritain itu?"
Istrinya hanya mengangguk singkat.
"Asli itu ceritanya jelek, enggak mendidik. Mending kalian nonton berita." Kembali ke masa sekarang, Pak RT dengan tegas berkata kepada anak-anak muda ini yang kerjaannya setiap malam nongkrong di pos ronda.
"Alah, Pak RT ini. Bilang aja cemburu sama filmnya, 'kan?"
"Ya! Bener tuh! Bu RT pasti pantengin TV dari pada liat muka jelek bapak, 'kan?" Semua, keempat pemuda itu tertawa setelah komentar terakhir.
Pak RT mendecakkan lidahnya, berjalan pergi dari pada mengurusi para pemuda pengangguran tidak berguna ini.
"Terserah kalian!"
Ini hampir jam delapan. Masih banyak waktu sebelum pemutaran episode kedua. Pak RT berkeliaran di sekitar kompleks rumahnya. Sejujurnya, ucapan pemuda-pemuda itu sedikit benar; dia agak cemburu. Lagipula, film itu benar-benar tidak berguna. Sama seperti sinetron-sinetron yang sering tayang pada siang hari, serial ini juga sama bodohnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pergi ke Akhir
Mystère / ThrillerSebuah serial drama baru disiarkan, Ray ikut di dalamnya. Serial yang penuh dengan darah dan drama ketidakpercayaan. Ray bersemangat untuk ikut, tapi tidak menyangka bahwa dia harus jauh dari keluarga satu-satunya, tapi demi uang untuk hidupnya dan...