You Had More Job - (Boisai)

907 33 0
                                    

"Bi."

"Bibi."

Seorang wanita paruh baya yang merupakan pembantu rumah itu datang memenuhi panggilan Sai.

"Iya, ada yang bisa saya bantu?" Wanita itu membungkuk hormat.

"Saya mau pergi. Katanya suami saya udah pekerjain sopir baru. Mana orangnya?"

"Orangnya lagi belajar di teras. Saya panggilin ya." Wanita itu pun pergi kemudian kembali dengan seorang pemuda bertopi oranye.

"Selamat sore, nyonya. Perkenalkan saya Boboiboy, sopir baru di sini." Pemuda itu membungkuk hormat. "Nyonya mau dianter kemana?"

"Ke Skyloft."

"Baik, saya anter." Boboiboy pun melenggang pergi diikuti Sai.

🎈

Di mobil

"Boboiboy, saya laki-laki jadi nggak enak dipanggil nyonya. Panggil aja saya dengan nama saya."

"Saya nggak bisa, nyonya! Saya kan lebih muda. Kesannya jadi nggak sopan kalo manggil nama doang."

"Sai, itu nama saya. Kamu pilih panggil ato dipecat?"

"Jangan! Jangan, nyonya! Saya mohon jangan pe—"

Sai menunjuk Boboiboy sambil melotot sebagai peringatan.

"Ma ... Maksud saya ... S ... S ... Sai ...." Boboiboy memegangi wajahnya yang memerah karena malu dengan sebutan nama Sai yang membuatnya terasa seperti memanggil pacarnya.

"Padahal cuma manggil tapi kenapa mukamu merah?" Sai menatap Boboiboy heran.

"Habisnya kalo saya manggil Sai ...." Pegangan Boboiboy pada setir mengerat. "Gitu aja rasanya kayak lagi manggil ...." Boboiboy menggigit bibirnya menahan malu.

"Dasar, kamu ini." Sai terkekeh pelan.

"Maaf! Saya nggak bermaksud aneh-aneh ato gimana kok! Saya ... Cuma mau cari uang." Boboiboy menunduk.

"Kamu masih muda begini kenapa sampe harus kerja?"

"Saya yatim piatu jadi dibesarin sama kakek saya. Sejak kakek saya lumpuh karena kecelakaan yang membakar kedai kami kami bertahan dengan sisa uang yang ada. Tapi sekarang uangnya udah menipis jadi saya harus mulai cari kerja dan di sinilah saya sekarang. Kuliah sambil kerja."

"Kamu kuat sekali." Sai cukup tertegun mendengar kisah hidup Boboiboy.

"Tentu saja saya harus kuat! Karena saya harus selesaiin kuliah saya dan jadi orang sukses." Putus Boboiboy dengan wajah bersungguh-sungguh.

Sai terdiam menatap Boboiboy tanpa mengatakan apa-apa. Tak lama kemudian ia bertopang dagu di sisi jendela dengan seulas senyum di wajahnya.

🎈

Setibanya di sana Boboiboy kembali ke kampus untuk mengikuti UKM. Pemuda itu tidak perlu mengkhawatirkan suami Sai yang berstatus majikannya yang satu lagi dari kedua majikannya di rumah itu karena ia sudah memiliki supir sendiri. Begitu Sai sudah hampir selesai barulah ia kembali lagi ke tempat Sai kemudian mengantarnya pulang.

"Sai." Untungnya Boboiboy sudah lebih terbiasa memanggil Sai jadi tidak akan malu dan gelagapan dengan wajah memerah seperti sebelum-sebelumnya.

"Hm?" Sai menoleh.

"Ada yang mau dibeli?"

"Nggak."

"Oke, kalo ada yang mau dititip bilang saya aja ya."

Setibanya di rumah Sai masuk dengan diikuti Boboiboy. Begitu Sai masuk ke kamarnya Boboiboy pergi untuk mengambil tasnya yang masih di mobil.

Namun saat memperbaiki posisi kursi mobil ia menemukan sebuah batu hijau kecil di bawahnya.

Ia mengambil batu itu kemudian keluar dari mobil. Setelah menaruh tasnya di teras ia mendatangi kamar Sai.

Perlahan diketuknya pintu kamar itu dua kali. Begitu Sai membuka pintunya Boboiboy langsung menyodorkan batu itu.

"Ini punya anda ya? Tadi saya nemu di mobil."

"Makasih." Sai menerimanya. "Ini mata verdelite dari pin saya."

"Syukurlah nggak sampe ilang. Em, apa ada lagi yang bisa saya bantu? Kalo nggak saya pulang dulu."

"Ada urusan lain?"

"Nggak ada kok. Apa ada yang bisa saya lakukan lagi?"

Sai melihat ke bawah. Tak lama kemudian ia kembali menatap Boboiboy.

"Boboiboy."

"Ya ... Waa!" Baru saja menyahut tiba-tiba Boboiboy ditarik masuk oleh Sai ke kamarnya. Setelah itu Sai memojokkan Boboiboy ke pintu lalu menguncinya. Boboiboy menatap Sai bingung dengan wajah memerah. "Apa yang ... Mmh?!" Belum selesai bicara bibirnya sudah dibungkam oleh ciuman oleh majikannya.

Sai mengusap dada Boboiboy sambil tersenyum menggoda.

"Apa kamu nggak mau di sini bentar lagi?"

"Bu ... Bukannya saya nggak mau. Tapi saya ...." Boboiboy memalingkan pandangannya dengan gelagapan.

"Kamu jadi makin menggemaskan kalo malu-malu begini." Sai menyapu leher Boboiboy hingga ke dagunya dengan jari telunjuknya sensual. "Kamu punya pacar?"

"Nggak." Boboiboy menunduk.

"Kalo gitu aku ...." Sai membuka risleting celana Boboiboy hingga membuat Boboiboy terbelalak. "Boleh dong." Kemudian mengusap selangkangan Boboiboy.

"Ka ... Kalo gini ... Ba ... Bakal jadi masalah ... Saya ... Sa ... Saya ...." Boboiboy menutupi selangkangannya yang mulai mendirikan tenda sambil merutuki dirinya yang bisa-bisanya tegang hanya karena usapan.

"Udahlah, Boboiboy." Sai memeluk Boboiboy. "Anggap aja ini mutualisme di antara kita berdua. Kamu bekerja keras di sini demi kuliahmu dan keluargamu lalu sebagai balasan atas kerja kerasmu itu aku memberimu kenikmatan. Lagian ...." Kemudian menjilat leher Boboiboy. "Sebenernya kamu suka sentuhanku kan?"

Boboiboy refleks mengangguk tanpa sepatah kata pun seakan tersihir untuk mengikuti insting laki-lakinya.

"Imutnya, tentu saja anak baik kayak kamu harus dikasih hadiah kan?" Sai menyusupkan tangan Boboiboy ke bajunya. "Letakkan tanganmu di tubuhku, Boboiboy."

Akhirnya Boboiboy menurut sepenuhnya dengan nafsu yang sudah meluap-luap. Ia langsung membawa Sai ke kasur dan bergumul panas dengannya hingga membuat desahan diiringi suara peraduan kulit memenuhi kamar itu. Di sela gempurannya diam-diam Boboiboy terhanyut dalam lamunan.

"Oh, kakek yang tercinta."

"Sekarang cucumu yang kerja paruh waktu ini lagi bercinta sama majikannya sendiri."

"Ampunilah cucu yang durhaka ini, kek."

END

BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang