Prolog

65 24 10
                                    

"Gak usah terlalu cemas, gimana pun hasilnya kita udah berusaha kasih yang terbaik," ucap seorang pria yang sedang merapihkan gambar miliknya.

Gadis di depannya menatap pria itu dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kita harus menang, Ar."

"Kalau kita kalah?"

Tatapan Misha berubah menjadi sendu, ia menundukkan kepalanya dan berkata, "gue takut .... "

Arsen meletakkan pensilnya dan langsung menatap gadis di depannya dengan tatapan serius.

"Apa yang lo takutin? Lo lagi ada masalah?"

Misha terdiam, ia menghela napasnya. "Orang tua gue bakal marah banget kalau sampai kalah."

"Jadi lo belajar dan ikut olimpiade ini cuma karena kemauan orang tua lo?" tanya Arsen.

"Harusnya, kalau lo mau ngelakuin sesuatu harus sesuai sama kemampuan dan kemauan diri lo sendiri."

Misha bangkit dari duduknya, ia memukul meja di depannya cukup keras. "Tapi itu gak bisa, dan lo gak akan ngerti!"

Hal itu membuat seluruh orang yang berada di perpustakaan mengalihkan pandangan ke arah kedua.

Misha membereskan barang-barangnya dan berjalan keluar perpustakaan. Arsen segera mengejar Misha, tapi seseorang menghentikan langkahnya.

"Kak Arsen, dicari sama orang tua kakak di depan sekolah," ujar seorang adik kelas kepada Arsen.

Arsen mendecak sebal, ia merasa bersalah dengan perkataannya tadi dan ingin meminta maaf kepada Misha, tapi ia juga penasaran mengapa orang tuanya datang ke sekolah, ia tau jika Ayahnya datang pasti ada hal penting yang akan disampaikan.

Ia berjalan ke arah halaman depan sekolah mencari orang tuanya. Ternyata benar, seorang pria paruh baya sedang menunggu di samping sebuah mobil miliknya.

Dengan cepat Arsen langsung menghampiri pria tadi yang merupakan Ayahnya.

"Kamu kemana aja? Biasanya sudah pulang jam segini, hp kamu juga gak bisa dihubungin," ucap pria paruh baya tadi.

"Arsen udah izin kan tadi di rumah sakit, hari ini mau belajar bareng teman buat olimpiade minggu depan. Lagian gak biasanya ayah cari Arsen cuma gara-gara pulang telat."

"Keadaan bunda kamu memburuk, sekarang dia koma di rumah sakit," lirih ayahnya.
¤¤

Sementara di sisi lain, Misha sedang duduk di taman belakang sekolah seorang diri dengan tatapan kosong.

Ia menatap ponselnya yang sejak tadi terus mendapat notifikasi dari orang tuanya,lebih tepatnya mamanya yang memintanya untuk segera pergi ke tempat les.

Misha menatap ke arah langit yang mulai gelap.

Ting

Gadis itu mencedak sebal, ia mengira bahwa itu pesan dari mamanya lagi, tapi ternyata dugaannya salah, itu adalah pesan dari Arsen yang Misha tak tahu isinya apa, ia hanya membaca kata 'maaf' pada awal chat yang dikirimkan.

"Dek, maaf gerbang depan akan segera ditutup, karena sudah mau maghrib, kalau sedang nunggu jemputan boleh di pos atau di halte depan," tegur seorang satpam sekolah pada Misha.

"Eh, iya pak, maaf, kalau gitu saya ke depan ya pak, permisi," pamit Misha.

Sebelum pulang ia memutuskan untuk membalas chat yang ada di ponselnya.

Mama:
Kamu tidak pergi ke tempat les lagi? Sudah saya peringatkan setiap hari masih tidak nurut! Mau jadi apa kamu ke depannya?!

Anda:
Tadi ada rapat untuk acara olimpiade.

Misha menghela napasnya panjang, jika tidak seperti itu ia tidak akan dipercayai.

Ia beralih ke pesan yang dikirim Arsen, tapi belum sempat membacanya hujan turun cukup deras membuat Misha mengundurkan niatnya, dan segara beranjak pulang.

¤¤

Ponsel milik Arsen terus berdering sejak tadi, ia mendecak sebal mendapati nama Revan yang terdapat di layar utama ponsel.

"Apa sih lo, ganggu banget," kesal Arsen.

"Lo udah liat grup sekolah? Pasti belum kan, ada berita penting. Lo mau tau gak?"

Arsen mendecak sebal. "Apaan?"

"Gue yakin lo bakal kaget banget, soalnya ini tentang---"

"Lama gue matiin," ketus Arsen.

"Iya-iya, Misha kecelakaan gak jauh dari sekolah."
¤¤

W A D [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang