15. Olimpiade

17 11 0
                                    

Raka dan Marvel saling menatap saat mendengar perkataan Arsen. Tak lama Marvel berteriak senang.

"Yes, bagus deh kalo lo punya pacar, jadi Misha bisa sama gue," ucapnya senang.

Raka menggelengkan kepalanya, walaupun Misha tak bersama Arsen, adiknya itu belum tentu mau dengan Marvel.

"Udah, ayo balik ke rumah sakit," ajak Raka.

Marvel dan Raka memutuskan kembali ke rumah sakit untuk melihat keadaan Misha, tapi Arsen tidak ikut dengan keduanya karena ia harus melihat ibunya yang juga sedang koma di rumah sakit.

"Gue gak ikut, mau jaga ibu gue," ucap Arsen.

"Yaudah sana," sinis Marvel.

Sedangkan Raka yang melihat hal itu hanya memukul punggung Marvel untuk memperingatinya.

Arsen pergi meninggalkan rumah Marvel berjalan kaki, karena saat ia ke sana, ia bersama Raka. Tentu saja ia tidak berjalan kaki sampai rumah sakit, ia mencari kendaraan umum yang bisa mengantarkannya ke rumah sakit.

Sementara itu, Raka dan Marvel memutuskan untuk pergi ke rumah sakit menaiki mobil milik Raka.

"Rak, kalau gue sama adek lo, lo setuju gak?" tanya Marvel sambil memakai sabuk pengaman.

Raka mengubah posisi duduknya menghadap ke arah temannya itu. "Gak terlalu setuju, karena lo suka mainin cewe, lagian juga Misha gak mungkin mau sama lo."

Marvel mendecak malas. Ia memang sering sekali berganti pasangan dan tentu saja Raka mengetahui hal itu, Raka tidak ingin adiknya bernasib sams seperti mantan-mantan kekasih Marvel.

"Dah, cepetan jalan, nanti mampir dulu beli makanan, gue laper," perintahnya.

"Tapi lo beneran suka sama Misha?" tanya Raka.
¤¤

Dokter yang menangani Misha menyatakan bahwa gadis itu mengalami koma, karena kecelakaan yang terjadi cukup keras. Sebenarnya Misha masih bisa bernapas sampai saat ini merupakan salah satu kejadian yang sangat jarang dialami, karena biasanya orang yang mengalami hal seperti itu akan langsung meninggal di tempat kejadian.

"Jemisha akan dipindahkan ke ruang rawat inap, ia mengalami koma dan untuk saat ini hanya bisa berdoa dan menunggu. Oh iya, tadi orang tuanya datang, katanya dia menitip pesan kepada Raka untuk menjaga Jemisha dan terus mengabari perkembangannya," ucap dokter tersebut kepada Raka dan Marvel.

Raka mengangguk. "Terima kasih, dok."

Dokter itu pun pergi, sedangkan Raka dan Marvel masuk ke dalam ruang rawat inap yang ditempati Misha.

"Gue mau lanjut S2 di Jepang, bulan depan gue berangkat," ucap Raka.

Itu artinya ia akan jarang bertemu dengan Misha lagi dan tidak bisa menjaga Misha secara dekat.

"Tenang aja, gue bakal jagain adek lo," ujar Marvel yang seakan mengetahui isi pikiran Raka.

"Walaupun lo temen gue, gue gak percaya lo bisa jaga Misha."
¤¤

Raka kini berada di sebuah ruangan bernuansa abu muda, ia mencari barang yang sangat penting bagi sang pemilik kamar.

Pria itu mengambil laptop milik adiknya. Ia sedang berada di kamar Misha karena sangat penasaran dengan benda persegi panjang itu.

Ia membuka dokumen-dokumen yang terbaru, ada salah satu dokumen yang berhasil menarik perhatian Raka. Di dalam dokumen itu berisi cerita milik Misha yang belum terselesaikan.

Seketika sebuah ide muncul di kepalanya, ia segera menghubungi seseorang melalui ponsel miliknya.

"Vel, ke rumah gue sekarang," ucapnya.

"Ngapain? Lo aja ke sini, gue lagi di rumah sakit," sahut seseorang di seberang sana.

Raka mendecak kesal. "Oke, gue ke sana," putusnya.

Ia secara berjalan menuju mobilnya untuk pergi ke rumah sakit, tak lupa membawa laptop milik Misha.
¤¤

"Gue mau bantu Misha."

Marvel menoleh ke arah Raka dan mengernyitkan alisnya.

"Cariin satu penerbit buku, gue bakal bayar berapa pun," ucap Raka.

Temannya itu menatap Raka heran. "Ha? Lo mau nerbitin buku? Oh jadi selama ini lo suka bikin cerita? Oke nanti gue cariin, pokoknya penerbit yang paling mantep deh buat lo."

Raka menghela napasnya. "Bukan gue, Misha. Bantu dia buat nerbitin cerita buatannya sendiri nanti, setelah dia tamatin ceritanya. Dan gue mau lo jagain dia selama gue gak ada di sini."

Marvel tersenyum senang, kini Raka mempercayainya untuk menjaga adik kesayangannya itu. Itu artinya ia bisa lebih mudah untuk mendekati Misha.

"Ya, tapi jangan salahin gue kalau dia gak mau deket-deket sama lo."

"Tenang aja, soal itu mah gampang, semua cewek aja bisa gue luluhin, masa adek lo doang gak bisa," ucapnya dengan sombong.

Raka hanya menggelengkan kepalanya. Ia beralih menatap adiknya yang masih terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.

Hari ini seharusnya Misha pergi mengikuti olimpiade bersama Arsen, tapi kini ia harus menjalani masa koma nya dan tidak bisa mengikuti olimpiade itu.

Raka merasa takut, jika Misha sudah tersadar nanti, adiknya itu akan terkena marah dari mamanya, karena kemarin Raka sempat berbincang dengan Gysa tentang olimpiade ini.

Gysa mengatakan ia sangat kecewa dan malu karena Misha tidak jadi mengikuti olimpiade tersebut, karena ia sudah memberitahukan tentang olimpiade ini ke sebagian rekan kerjanya.

Olimpiade yang akan diikuti Misha adalah olimpiade tingkat nasional, jadi hanya siswa dan sekolah terpilih yang akan mengikuti olimpiade itu, itu adalah salah satu hal yang dapat dipamerkan oleh Gysa. Namun sayangnya semuanya tidak berjalan sesuai ekspetasi.

"Rak, gue keluar dulu mau beli makan, lo mau nitip gak?" tanya Marvel.

Raka hanya menggelengkan kepalanya. Marvel memutuskan untuk keluar untuk membeli makanan karena merasa sangat lapar.
¤¤

Di sisi lain, Arsen sedang menjalankan olimpiade hari ini, bersama Jessica. Saat pihak sekolah mengetahui keadaan Misha, mereka langsung mencari pengganti untuk peserta olimpiade.

"Ck, susah banget, gue mana pernah pelajarin ini," keluh Jessica.

Arsen melirik kertas yang ada di depan Jessica, lalu mengambil alih kertas itu.

"Gue yang kerjain, lo kerjain ini." Arsen menyerahkan selembar kertas yang lebih mudah dari lembar soal sebelumnya.

Keduanya kini memasuki babak kedua, setelah berhasil lolos dari babak pertama. Setelah babak ini, mereka harus melalui babak terakhir.

"Jes, udah belum? tinggal 15 menit lagi waktunya," tanya Arsen.

Jessica menyerahkan hasil pekerjaannya untuk diperiksa kembali oleh Arsen dan disatukan dengan jawaban-jawaban lainnya, lalu diberikan kepada penugas.

Setelah dilakukan pemeriksaan, mereka berdua lolos ke babak terakhir. Hanya lima sekolah yang terpilih untuk masuk ke babak itu.

Mereka harus menjawab berdasarkan yang tercepat memencet bel yang disediakan. Hanya ada 10 pertanyaan yang disediakan, dan jika sudah ada satu sekolah yang menjawab 3 kali dengan benar, maka sekolah itu yang akan meraih juara pertama.

Waktu terus berjalan, kini empat sekolah lain sudah memegang 2 poin, sedangkan Jessica dan Arsen baru memegang satu poin.

"Soal terakhir, materi tentang matematika kelas sebelas, tentang peluang," jelas juri yang ada di depan.

"Ini kesempatan terakhir, kalau kali ini kita gak berhasil jawab kita bakal kalah, tapi kalau kita berhasil jawab, bakal ada satu pertanyaan lagi buat semua kelompok," ucap Arsen pada Jessica.
¤¤

W A D [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang