17. Sahabat

19 10 0
                                    

Misha melepaskan kalung miliknya dan menunjukkan benda itu pada Marvel. Sama halnya dengan Misha, Marvel pun terkejut melihat kedua benda itu memiliki motif yang sama.

Di tengah cincin perak itu tertulis huruf 'M' berwarna emas. Karena merasa tidak percaya dengan hal itu, Marvel melepaskan kalung milik Misha dari leher gadis itu dan melihat lagi secara teliti.

"Lo, Permen?" tanya Marvel.

Misha mengalihkan pandangannya, lalu berkata, "iya, tapi kayaknya gak mungkin kalau lo sahabat kecil gue, soalnya sifat dia sama lo beda banget."

Marvel tersenyum, lalu memeluk tubuh Misha erat. Namun, Misha langsung mendorong dada Marvel menggunakan siku nya karena tak terbiasa dengan perlakuan itu.

Permen adalah panggilan yang diberikan Marvel kepada Misha dulu, karena Misha sangat senang memakan permen coklat. Keduanya adalah sahabat dekat, waktu Misha masih tinggal bersama oma nya.

Namun sayangnya, setelah Misha kembali ke rumah orang tuanya, ia sama sekali tidak mengetahui keberadaan sahabat kecilnya itu, dan perlahan ia mulai melupakan sahabat kecilnya.

Tapi kini, ia bertemu kembali dengan sahabat kecilnya, keduanya bahkan sudah dipertemukan beberapa tahun lalu, tapi tak saling menyadari hal itu.

"Sha, jadi kita sahabatan lagi kan? Atau lo mau pacaran sama gue?" tanya Marvel dengan penuh semangat.

"Pacaran sama lo? Rugi," ketus Misha.
¤¤

Keesokan harinya, Misha akhirnya diperbolehkan kembali ke rumah, karena bantuan Marvel untuk bilang ke pihak rumah sakit.

Sesampainya di rumah, Misha disambut dengan kedua pasangan yang sedang duduk bersampingan di ruang tamu.

"Jaga diri aja gak bisa, kamu udah gede. Liat kan, gara-gara kamu gak hati-hati olimpiade itu jadi diwakilin sama orang lain. Saya yang malu," bentak Gysa.

Misha memundurkan langkahnya mendengar suara Gysa yang sangat emosi.

"Itu satu-satunya olimpiade yang bisa menguntungkan kamu dan saya. Orang lain bisa memandang keluarga kita sempurna kalau saja kamu mampu mengikuti dan memenangi olimpiade itu."

"Saya juga gak mau kayak gini, saya selalu nurut sama permintaan kalian, tapi saya gak bisa ubah takdir," pekiknya.

Gysa tersenyum miring, lalu melangkah mendekat ke arah Misha. "Sudah berani melawan saya? Kamu punya apa buat melawan saya?"

Kaiden membawa Misha ke gudang belakang yang tidak terpakai. Ia memukul pipi kanan Misha, kemudian ia memukul badan Misha menggunakan ikat pinggang yang ia kenakan.

Misha hanya bisa diam menahan mulutnya agar tidak berteriak. Kaiden keluar ruangan itu tanpa sepatah kata pun, lalu mengunci ruangan itu tanpa memikirkan keadaan Misha.

"Sakit," lirihnya.

Ia tak mampu lagi menahan isak tangisnya. Ia menatap ke seluruh tubuhnya yang terdapat banyak sekali memar, bahkan luka bekas kecelakaan yang belum kering terus mengeluarkan darah karena pukulan yang diberikan Kaiden.

Kepalanya terasa sangat pusing, ia memejamkan matanya berusaha menghilangkan rasa pusing itu, tapi itu semua sia-sia. Ia menarik napasnya dalam dan menyandarkan kepalanya dengan mata yang mulai terpejam dan hidung yang mengeluarkan darah.
¤¤

Misha kembali membuka matanya saat sebuah cahaya mencoba masuk ke retinanya. Ia memegangi kepalanya yang sangat pusing.

Kini Misha berada di kamarnya, ia mengernyit bingung. Tidak mungkin Gysa atau Kaiden yang membawanya ke sini, lantas siapa yang membawanya?

W A D [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang