Kedua kakak beradik itu kini berada di salah satu Mall. Awalnya Raka memutuskan untuk tidak jadi ke sana karena tidak diperbolehkan, tapi ia meminta izin sekali lagi dengan alasan ingin pergi ke toko buku.
"Mau beli apa?" tanya Raka sambil merangkul adiknya itu.
Misha sedikit mengangkat kepalanya untuk melihat wajah Raka yang lebih tinggi darinya. Ia menatap Raka dengan mata yang berbinar.
"Beneran boleh beli apa aja? Lo bayarin kan?"
Raka mengangguk pasti. Melihat adiknya sedikit lebih bahagia seperti ini membuatnya ikut bahagia, walaupun ia tau setelah ini uang bulanannya akan terkuras banyak.
"Oke, pertama gue mau main di sana." Misha menunjuk sebuah arena bermain.
Raka mengangguk, ia menggenggam tangan Misha ke arah tempat itu.
Mereka bermain cukup lama, keduanya tampak sangat bahagia. Raka mengeluarkan ponselnya saat sang adik sibuk dengan mesin mainan di depannya.
"Sha," panggil Raka.
Misha menoleh ke arah Raka dengan senyum yang mengembang sempurna di bibirnya. Melihat hal itu Raka dengan cepat memotret adiknya.
Misha langsung menghentikan kegiatannya dan duduk di samping Raka untuk melihat ke arah ponsel kakaknya itu.
"Kalau mau foto orang bilang dulu," dengusnya.
Raka tersenyum. "Kalau gue bilang sama lo, nanti fotonya gak akan ada senyumnya."
"Ya tapi---"
Belum sempat Misha melanjutkan kalimatnya, Raka langsung menarik tangan Misha dan mengajaknya keluar dari tempat itu.
"Kenapa sih bang?" kesalnya, ia melepaskan tangan Raka.
"Ada mantan gue."
Misha mengernyitkan alisnya. Ia tau mantan pacar kakak laki-lakinya itu hanya ada dua, yaitu mantan waktu SMA dan mantan yang kemarin baru saja putus.
"Rere, mantan gue pas SMA. Kita putus karena dia pikir gue selingkuh sama lo, dia gak tau lo itu adik gue. Jadi gue ajak lo keluar, gue takutnya dia masih ada dendam sama lo terus lo diapa-apain sama dia kan gak lucu."
"Ya, tapi gak usah ditarik juga, sakit." Misha menatap Raka dengan tatapan tajam.
"Yaudah, ayo gue pengen nyari novel, lo harus beliin gue lima, karena lo udah bikin tangan gue sakit," ucap Misha yang langsung mendapatkan decakan kesal dari kakaknya.
Tapi Raka tetap menepati perkataannya yang akan membelikan semua barang yang Misha mau sekarang.
Kini keduanya berjalan menuju salah satu toko buku yang berada di dalam
Mall tersebut. Misha tersenyum senang karena akhirnya ia bisa memanfaatkan kakaknya.Sebenarnya Misha memiliki uang yang cukup untuk membeli novel-novel yang ia inginkan, tapi baginya jika bisa memanfaatkan orang lain mengapa harus mengeluarkan uang sendiri.
Gadis itu tersenyum senang saat melihat rak-rak buku yang tersusun rapi memenuhi ruangan di depannya.
Misha langsung berlari dan memilih buku-buku novel yang ada di sana. Saat sedang asik memilih buku, tiba-tiba ada seseorang yang memanggil namanya. Ia yakin itu bukan suara Raka, karena suaranya jauh berbeda.
"Gue gak salah orang kan? Lo Misha?"
Misha membalikkan badannya menghadap pria yang memanggilnya.
"Arsen? Kok lo di sini?"
"Gue mau beli ini." Arsen menunjukkan keranjang belanja yang ia bawa.
Di keranjang itu terdapat beberapa alat gambar dan sebuah buku besar yang bertuliskan "Fokus UN" di sampul buku itu.
Misha mengernyitkan alisnya. "Buku Fokus UN? Kan lo baru kelas sebelas, kok beli buku itu?"
"Emang kalau mau beli buku ini harus kelas dua belas? Gue mau pelajarin isinya, katanya olimpiade bulan depan materinya banyak dari kelas dua belas."
Misha tersentak, tapi ia berusaha untuk bersikap biasa saja, ia memang sudah belajar sedikit tentang materi kelas dua belas, tapi hanya di saat les saja, selebihnya ia hanya mempelajari materi kelas sebelas dan sepuluh.
"Oh iya, sorry ya, tadi pas di rumah lo, gue gak tau kalau lo takut boneka."
Misha mengalihkan pandangannya ke samping, ia merasa malu karena ada orang lain yang mengetahui bahwa ia takut dengan benda lucu itu.
"Jangan bilang siapa-siapa soal tadi," ucap Misha.
Arsen terkekeh, ia menatap Misha dengan satu alis terangkat seakan menggodanya. "Kalau gue sebarin gimana?"
"Gue yakin lo gak bakal ngelakuin hal gak berguna kayak gitu." Misha melangkah pergi ke arah meninggalkan Arsen yang hanya menggelengkan kepalanya.
Di sisi lain, Raka sedang melihat-lihat buku tentang manajemen bisnis. Manajemen bisnis adalah jurusan yang dipilih oleh Raka di mata kuliahnya, sepenuhnya adalah keinginannya, karena sejak kecil ia sangat ingin menjadi seperti kedua orang tuanya.
"Raka?"
Pria itu menoleh saat mendengar seseorang memanggilnya. Ia berdehem pelan saat melihat perempuan yang memanggilnya.
"Iya? Kenapa, Re?"
Perempuan yang tak lain adalah Rere–mantannya di masa SMA itu langsung memeluk tubuhnya tanpa menjawab pertanyaan Raka. Hal itu membuat Raka sangat terkejut dan mendorong tubuhnya agar pelukan itu terlepas.
"Sorry, jangan gitu, Re, ini di tempat umum, dan kita gak ada hubungan apa-apa lagi," ucap Raka yang merasa sedikit tidak enak dengan mantannya itu karena wajah sedihnya yang terpancar.
"Em, maaf juga, ya, a-aku kangen banget sama kamu jadi reflek gitu. Oh iya, ke sini sendiri?"
Raka menggelengkan kepalanya, ia menatap ke arah sekitar rak novel mencari Misha, tapi sayangnya adiknya sudah tidak berada di sana.
Misha sejak tadi memperhatikan kedua orang itu sambil duduk di tempat yang tidak jauh dari keduanya. Ia tau kakaknya sangat gugup saat mantan kekasihnya tiba-tiba menghampirinya.
"Nyari gue?" tanya Misha yang berjalan mendekat.
Raka dan Rere menoleh ke arah Misha bersamaan. Raka tersenyum saat melihat adiknya berada di sana, itu berarti ia bisa menjadikan adiknya alasan untuk pergi dari sana. Sedangkan Rere hanya menatap Misha datar, ia masih belum mengetahui siapa Misha dan masih menganggap Misha adalah orang ketiga dihubungannya.
"Ini mantannya Raka kan? Oh ya, gue Jemisha, pacarnya Raka," ucap Misha kepada Rere.
"I-iya, aku Rere."
Misha mengernyitkan alisnya. Mantan kekasih kakaknya itu terlihat sangat lugu dan baik, menurutnya Rere tidak seburuk yang ia pikirkan.
"Hahahaha ... lo percaya gue pacarnya Raka?" tanya Misha, membuat Raka sedikit bingung.
"Gue Jemisha Onyx, gue rasa lo udah tau siapa gue."
Rere tersentak, ia mengerjapkan matanya berkali-kali. Kini ia tau siapa Misha karena nama belakangnya yang ia sebutkan.
"Kamu ... adiknya Raka?"
Raka menghela napasnya. Ini benar-benar tidak seperti dugaannya, ia pikir adiknya akan mengaku sebagai pacarnya dan cepat-cepat pergi dari sana, tapi kini kenyataannya berbanding terbalik.
"Iya, gue mau ngasih tau, kalau gue bukan orang ketiga dihubungan lo. Gue saranin, kalau lo mau melakukan sesuatu cari tau dulu kebenarannya."
Rere tersenyum malu mendengar perkataan Misha. "I-iya, maaf aku gak tau, maaf juga ya, Rak."
"Sha, hp lo ketinggalan," ucap Arsen yang berlari ke arah mereka.
"Nio?"
¤¤
KAMU SEDANG MEMBACA
W A D [END]
Teen FictionSeorang gadis cantik yang harus mengorbankan impiannya demi kedua orang tuanya. Hal itu membuatnya selalu mengganggu orang yang lebih baik darinya. Ia tidak ingin ada yang lebih darinya dalam bidang akademik, karena orang tuanya meminta gadis itu un...