"Gue mau ngomong sama lo." Misha menarik tangan Arsen menuju taman belakang sekolah.
Pagi ini penampilan Misha tidak seperti biasanya, ia terlihat sangat berantakan. Baju yang dikeluarkan, dan rambut yang tergerai bebas.
"Kenapa, Sha?"
Misha mengeluarkan ponselnya dan membuka sesuatu, lalu ia menunjukkan layar ponselnya pada ptia di depannya dengan napas yang tak beraturan.
"Loh, itu kan---"
"Iya, itu kita semalam, ada yang foto kita diam-diam, dan orang tua gue tau hal itu," geramnya.
Arsen mengernyitkan alisnya. "Ya lo bilang aja kalau lo sakit pas di acara kemarin, dan gue teman lo yang nolongin lo."
Misha menghela napasnya, ia duduk di salah satu bangku yang ada di sana.
"Lo pikir segampang itu? Gue pergi ke acara itu aja udah salah di mata orang tua gue, Ar ...."
"Kenapa, Sha?"
Misha terdiam, ia menatap Arsen yang ikut duduk di sampingnya, perlahan ia tersenyum. "Gapapa, dah gue mau ke kelas."
Pria itu menatap Misha yang berjalan menjauh darinya dengan tatapan bingung. Ia tidak yakin jika teman sebangkunya itu baik-baik saja, tapi ia juga tidak ingin memaksakan Misha untuk bercerita dengannya.
¤¤"Sha, lo gak mau cerita sama gue?"
Misha menggelengkan kepalanya. "Lupain semuanya, lupain tentang kemarin juga."
Tiba-tiba ada seorang guru masuk ke dalam kelas itu, keadaan kelas yang sangat ramai menjadi sepi seketika.
"Saya ke sini cuma mau bilang, nanti jam istirahat, Misha dan Arsen temui saya di ruang guru."
Misha dan Arsen saling menatap satu sama lain, mereka sama-sama memikirkan alasan mengapa mereka dipanggil bersama.
"Emang ada apa, bu?" tanya Arsen.
Sang guru hanya mengulang kalimatnya tadi dan pergi keluar kelas.
"Nah loh, kalian ngapain sampe dipanggil guru," sindir seorang murid laki-laki dari bangku belakang.
Misha menatap orang itu dengan tatapan sinis, sedangkan Arsen hanya diam tanpa menanggapi sedikit pun.
Tak lama, bel istirahat berbunyi, Misha segera jalan menuju ruang guru. Di sepanjang koridor ia terus memikirkan hal yang akan dibicarakan guru itu.
"Misha, sini," panggil guru yang tadi masuk ke kelasnya.
Misha tersenyum pada guru itu dan segera berjalan ke arahnya. "Iya bu, apa yang ingin dibicarakan?"
"Duduk dulu, sambil nunggu Arsen."
Misha duduk di bangku yang ditunjuk guru itu, ia menatap ke arah pintu sambil menggigit bibir bawahnya karena merasa takut.
Tak lama seorang pria masuk ke dalam ruangan itu dengan senyum yang mengembang sempurna di bibirnya.
"Duduk, Arsen," ucap sang guru.
Arsen dan Misha duduk bersampingan, dan guru tadi duduk di depan keduanya.
"Saya memanggil kalian ke sini untuk meminta persetujuan kalian. Sebulan lagi akan ada olimpiade, jadi kalian berdua diminta untuk mewakili sekolah, karena Misha menjadi juara satu di sekolah setiap tahunnya, dan Arsen yang menjadi juara satu di kota Surabaya."
"Juara satu sekota?" gumam Misha.
Sang guru mengangguk dan tersenyum, sedangkan Arsen menoleh ke arah Misha yang terdiam dengan mulut sedikit terbuka.
"Pantes aja dia pinter banget," batinnya.
"Jadi gimana? Kalian siap kan ngewakilin sekolah buat olimpiade bulan depan?" tanya guru itu memecahkan suasana.
Misha berdehem pelan dan mengangguk, begitu pun dengan Arsen.
"Bagus kalau gitu, saya minta kalian melakukan yang terbaik nanti. Dan saya mau kalian belajar bersama untuk meningkatkan kekompakan kalian."
¤¤"Mau mulai belajar bareng kapan?" tanya Arsen.
Misha yang sedang memasukkan buku ke dalam tasnya langsung menghentikan pergerakannya dan menatap ke arah Arsen.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi lima menit yang lalu, sebagian siswa sudah keluar kelas dan masih ada sebagian yang di dalam kelas karena ada tugas piket.
"Gue ... liat nanti ya, yang pasti gak sekarang," jawabnya.
Arsen mengangguk. "Yaudah, gue balik duluan ya."
Misha menghela napasnya gusar. Ia masih memikirkan orang tuanya yang semalam kembali ke rumah secara tiba-tiba dan menanyai tentang foto di acara ulang tahun Jessica.
Sebenarnya Misha tidak izin dengan orang tuanya pergi ke acara itu, lagi pula ia pasti tidak akan mendapat izin untuk pergi ke acara itu, karena orang tuanya tidak suka jika Misha pergi ke acara yang tidak terlalu penting bagi mereka.
Orang tuanya juga tidak suka jika Misha memiliki hubungan yang sangat dekat dengan laki-laki, karena bagi mereka itu akan mengganggu pikiran Misha.
"Misha, gak pulang?" tanya Feesa yang merupakan salah satu teman sekelasnya.
Misha tersentak saat Feesa menepuk bahunya, ia segera menghapus pikirannya dan mengemaskan barang-barangnya. "Iya, ini mau pulang."
"Hati-hati ya," ucap Feesa, tapi Misha tidak menjawab ucapan itu, ia langsung buru-buru berjalan ke parkiran.
Saat berjalan di koridor, ponsel Misha terus berdering, ia membuka ponselnya sambil berjalan. Tentu saja itu pesan dari mamanya yang menyuruhnya untuk tidak bolos les hari ini.
Saat ingin membalas pesan itu, ia tidak sengaja menabrak seseorang yang berjalan dengannya.
"Eh sorry ya," ucap orang itu sambil membereskan bukunya yang jatuh berserakan.
"Lain kali kalo jalan hati-hati," ujar Misha dengan nada sinis.
Pria yang tidak sengaja bertabrakan dengan Misha tadi hanya tertawa pelan dan menggelengkan kepalanya.
"Lain kali, kalo salah jangan nyalahin orang lain, Jemisha Onyx."
Misha hanya mengangkat bahunya tak acuh lalu segera berjalan pergi dari sana.
¤¤Jam sudah menunjukkan pukul 18.00, Misha baru saja selesai les dan akan segera pergi pulang, tapi sayangnya mobilnya tiba-tiba tidak bisa dinyalakan, membuatnya mau tidak mau memesan ojek online dan menunggu di halte depan seorang diri.
"Sha, kok lo di sini jam segini?"
Misha menoleh saat ada orang yang memanggilnya. Ia menatap orang itu dengan tatapan sinis.
"Bukan urusan lo, dimana-mana kayaknya ada lo terus, lo ngapain sih?"
Arsen mengernyitkan alisnya dan duduk di sebelah Misha. "Loh, rumah gue kan deket sini, lo yang ngapain ada di sini jam segini?"
"Nunggu ojek online."
Arsen menarik tangan Misha dan mengajak gadis itu naik ke motor miliknya. "Balik sama gue aja."
Gadis itu langsung menepis tangan Arsen dan menatapnya dengan tatapan tajam.
"Apaan sih lo, gak mau."
"Yakin? Di sini sepi banget loh, ya kalo lo berani sih gapapa, gue balik duluan ya."
Misha menatap ke arah sekitar, ia meringis pelan melihat jalanan yang sangat sepi, karena tempat ini masih di dalam komplek jadi hanya warga komplek yang biasanya lewat sana. Ia beralih menatap ponselnya, ojek online yang ia pesan membatalkan pesanannya.
"Eh, gue ... ikut lo deh," ucap Misha pelan.
Arsen yang hendak memakau helm langsung menghentikan kegiatannya dan menatap Misha dengan tatapan mengejek.
"Lo takut? Yaudah ayo balik sama gue."
Dengan cepat Misha mengelak, "gak takut, cuma ... baterai hp gue abis, terus ojek online nya gak jadi ke sini."
Arsen hanya tertawa melihat tingkah temannya itu.
¤¤
KAMU SEDANG MEMBACA
W A D [END]
Teen FictionSeorang gadis cantik yang harus mengorbankan impiannya demi kedua orang tuanya. Hal itu membuatnya selalu mengganggu orang yang lebih baik darinya. Ia tidak ingin ada yang lebih darinya dalam bidang akademik, karena orang tuanya meminta gadis itu un...