Michael mengerling ke arah Alice yang sedang menjaga kasir dari balik rak. Dia sedang menata barang-barang di sekte makanan, cukup menyedihkan. Beberapa kali Michael mengintip apa yang gadis itu lakukan—tentu melayani pelanggan yang akan membayar.
Kejadian malam itu mau tak mau membuat Michael sedikit curiga sekarang (terima kasih pada Ennard juga).
Dia mengambil napas dalam dan menghembuskannya perlahan, menaruh makanan terakhir di tempat tersisa yang kosong pada rak tersebut. Kemudian Michael mengejek jam tangannya—masih ada dua jam sebelum waktu kerja selesai. Dirinya pasti dapat bertahan, lagipula dia bekerja tidak satu hari penuh jadi tanpa Ennard pun tak masalah.
Ingin berbalik badan dan pergi ke bagian toko yang lain untuk merapikan barang-barang, Michael tak menyadari seseorang berdiri di belakangnya dan dia tak sengaja menubruk pria tersebut—membuat dirinya terkesiap kaget lalu oleng, tapi ditahan oleh laki-laki di hadapannya.
Itu sempat membuat Michael agak ngeri lantaran mengingatkannya tentang kebiasaan Ennard.
"Kau tidak apa-apa?"
Michael mengangguk cepat. "Aku baik-baik sa—" Michael menghentikan perkataannya, matanya membulat sebentar sebelum memicing kepada lelaki yang berdiri di depannya. Dirinya seperti mengenal orang ini ...
Tentu saja.
"Mark?"
Lelaki itu nampak bingung. "Bagaimana kau bisa tahu namaku?" tanyanya heran.
Michael meraskan ujung bibirnya tertarik ke atas, tapi dia mengingat kembali ke masa lalu dan Michael mengerutkan kening dalam. "Ini aku," Michael berkata, akhirnya memilih mematri senyuman miring. "Michael."
Kedua mata Mark melebar. "As in Michael Afton!?"
Seruan kaget Mark membuat Michael berjengit dan langsung membekap mulut Mark memakai kedua tangannya. "Bisa tidak sih—pelankan suaramu?!" Michael mendesis rendah dengan kesal, dia mengerling sebentar ke arah Alice; gadis itu ternyata memandangnya dengan sebelah alis terangkat dan Michael nyengir, bersyukur dalam hati ketika Alice kembali fokus ke pekerjaannya.
Mark memegang tangannya dan menyingkirkannya dari mulut lelaki itu sendiri, Michael menoleh ke arah sang teman lama. "Kau benar-benar Michael? Topeng rubah itu?" Mark bertanya untuk memastikan, kali ini nada suaranya lebih tenang dan pelan.
"Siapa lagi?" Michael mengangkat kedua bahu, mengelap telapak tangan ke celananya. "Kau, aku, Alec, dan Simon," ujar Michael tersenyum kecil.
"Oh ... jadi kau benar-benar Mike."
"Yes."
Mereka saling bertukar pandangan satu sama lain, hingga Mark mengakhirinya dengan melirik ke arah lain dan Michael melihat ke bawah.
Baiklah ini jadi canggung.
"Bagaimana kabarmu?" Michael sebenarnya tak tahu apa yang harus diobrolkan, basa-basi satu-satunya jalan.
Mark tersenyum tipis kepadanya, dan Michael salah tingkah. "Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu? Kita tidak lagi sempat untuk berkomunikasi kembali setelah ... kau tahu." Mark menggendikkan bahu, mengusap tengkuknya pelan.
Alis Michael bertautan satu sama lain, dia mengerti maksud dari penggalan kalimat Mark. "I'm doing fine," jawab Michael seadanya. With a burnt spaghetti, Michael menambahkan dalam hati.
"Baguslah," tanggap Mark lembut, meraih tangan Michael dan menggenggamnya.
Michael gugup, dia segera menarik kembali tangannya dari Mark, dan mematri senyuman kikuk. "Aku ... harus kembali bekerja—sampai jumpa lagi!"
Tanpa menunggu balasan Mark, Michael langsung ngacir ke kamar mandi toko dan menutup pintu rapat-rapat. Michael mengerjapkan mata beberapa kali, memproses apa yang baru saja terjadi. Dirinya baru saja bertemu dengan salah satu teman lama, mantan kekasihnya. Michael tidak tahu apa yang harus dia rasakan.
Marah dan rindu di satu waktu yang sama—jangan berpikir yang tidak-tidak tentang itu, dia rindu sebagai sahabat dekat.
Michael merengut kesal. "Sial," dia berkata, kemudian ber-'hmp' ria.
Tidak ingin menghabiskan waktu terlalu lama di dalam toilet, Michael memutuskan keluar setelah merapikan kerah kemejanya. Dia melangkah menuju ke bagian depan gedung ini melalui koridor, hingga ketika dirinya belok ke kanan, Alice melangkah dari arah yang berlawanan.
"Ada masalah, Mike?" Alice bertanya bingung, dan Michael segera menggeleng sembari tersenyum kecil.
"Tidak ada."
Alice mengangkat kedua alisnya ke atas. "Lalu siapa orang itu tadi?"
Mengerti siapa yang dimaksud oleh Alice, Michael menghembuskan napas kecil. "Teman lamaku," jawab Michael. "Terakhir aku bertemu dengannya mungkin sepuluh atau sebelas tahun yang lalu," Michael melanjutkan setelah mengingat-ingat. Dia masuk ke SMA yang berbeda dengan ketiga temannya dulu kalau tidak salah.
"Oh," Alice menanggap, lantas mengangguk mengerti. "Baiklah." Gadis itu tersenyum kepada Michael, lalu menyibak helaian rambutnya ke belakang telinga. "Kau mau pulang bersamaku nanti?"
Dahi Michael mengerut. "Bukankah ... kau tinggal di sini?"
Alice tertawa. "Tentu tidak, bodoh. Aku tinggal di apartemen, ibuku juga tinggal di tempat lain karena pekerjaannya, jadi aku yang mengurus toko," Alice menjelaskan secara singkat, Michael membulatkan mulut mendengar itu.
"Kurasa tidak perlu." Michael menolak dengan halus, tersenyum bersalah pada Alice.
"Kenapa?"
Michael merapatkan garis bibirnya. "Rumahku—super duper berantakan."
Alice memutar mata dan terkekeh. "Aku tak peduli, Mike."
"Pokoknya tidak." Afton itu menggeleng. "Tidak apa-apa, tak perlu merepotkan dirimu sendiri," ujar Michael, mengibaskan tangannya. Alice nampak kecewa, tapi Michael tak mengindahkan itu—kenapa gadis ini sangat ingin tahu di mana dia tinggal?
"Baiklah kalau begitu."
Michael mengangguk mendengar jawabannya. "Sudah, ya. Bicara lagi nanti," pamit Michael, langsung melangkah pergi meninggalkan Alice.
Senyuman Alice yang terpampang sedikit membuatnya tak nyaman.
YOU ARE READING
The Bond
FanfictionWarning: MY AU, slow build romance, miss typos, cursing word, slow update Contains only a small daily life between Michael Afton and the animatronic that killed him; Ennard. Of course, small commotions occur, small fights accompanied by swearing and...