Sesampainya di depan pintu gerbang rumah yang super besar, aku kembali membuka ponselku dan mengirimkan pesan kepada wanita itu untuk menanyakan apakah rumah ini benar adalah tempat tinggalnya. Dia pun membenarkan hal itu. Meski perasaanku menjadi ragu dan kurang percaya diri, aku pun turun dari motor dan membunyikan bel yang ada di luar gerbang.
Langsung saja gerbang itu terbuka dan seorang pria berseragam satpam itu keluar dari dalam.
"Ada keperluan apa ya Mas?" tanya si pak satpam itu.
"Saya mau mengunjungi teman saya yang lagi sakit."
"Oh ini Masnya, iya tadi Bu Siska sudah pesan untuk bukakan gerbang untuk tamunya. Kalau begitu mari langsung masuk saja."
"Makasih, Pak."
Aku pun menghela napas lega dan segera memindahkan motorku lalu aku parkirkan di dalam halaman rumahnya itu. Setelah aku masuk ke dalam pekarangannya, aku menjadi lebih takjub dan semakin terpesona dengan rumah yang menurutku sangatlah megah ini.
Tapi aku segera menyadarkan diri dan beranjak masuk ke dalam bangunan utama yang ada di depanku ini. Aku langsung masuk karena pintunya sudah terbuka, kemudian setelah beberapa detik berjalan di dalam bangunan itu sambil melihat-lihat dekorasi rumah tersebut, suara yang menyenangkan terdengar dari arah belakangku.
Sontak aku kaget dan buru-buru berbalik badan.
Oh, shit! Mataku melotot begitu pandanganku tertuju pada gunung kembar miliknya yang terlihat bergoyang ketika wanita itu berjalan mendekatiku.
"Mas Rian ya?"
"Ah, i-iya."
Kami pun berjabat tangan dan saling melemparkan tatapan penuh arti. Namun, aku buru-buru menyadarkan diri dan melepaskannya. Setelah itu aku memberikan bingkisan buah kepadanya dan dia pun menerimanya dengan diikuti ucapan terimakasih.
"Duduk dulu Mas."
"Oke," jawabku dengan nada gugup.
"Saya tinggal dulu ya ke belakang, mau taruh buahnya. Mau minum apa Mas? Kopi? Teh? Biar sekalian saya bilangin ke Bibi."
"Kopi boleh."
"Oke, tunggu seben—"
Belum selesai dia berbicara, tubuhnya secara mengagetkan tiba-tiba saja terhuyung jatuh ke lantai. Aku pun sontak bangkit dan mendekatinya. Dia pun mengatakan padaku bahwa kepalanya saat ini sangat pusing dan badannya lemas. Dia pun meminta tolong padaku untuk membantunya berdiri dan mengantarkan dirinya ke dalam kamarnya.
Aku yang sama sekali tidak merasakan ada yang salah pun hanya mengikuti keinginannya. Segera aku membopongnya dan kami berdua beranjak masuk ke dalam kamar tidur miliknya. Sesampainya di dalam, aku pun membaringkan diri ke atas kasur dengan perlahan. Setelahnya, aku pun berniat pergi untuk membelikannya obat. Namun, saat ketika aku hendak pergi, tiba-tiba saja tangan wanita itu menarik lenganku sehingga aku oleng dan jatuh ke dalam pelukannya.
Oh, shit!
Mukaku saat ini benar-benar terbenam di antara gunung kembar yang sangat besar itu. Tercium bau harum di sekujur tubuhnya yang membuatku sedikit terbius dan ingin rasanya berlama-lama bermain di sana. Hanya saja, aku masih punya sopan santun lalu aku pun bangkit dan meminta maaf karena tidak sengaja.
"Mas, ga perlu pergi beli obat. Mas ada di sini aja sudah seperti obat bagi saya," katanya dengan diikuti dengan senyuman menggoda.
"Maksudnya?"
"Ini loh, maksud saya." Wanita itu kemudian mengulurkan tangannya dan menangkap adik kesayanganku yang berada di bawah sana tanpa meminta izin lebih dulu.
Sontak saja aku membelalakkan mata dan terangsang dengan perlakuannya yang mengejutkan itu.
"Obat saya ini," lanjut wanita itu seraya meraba-raba senjata pamungkas milikku itu yang masih terbungkus bokser dan celana jeans.

KAMU SEDANG MEMBACA
Main Bertiga ✔
Fiksi Penggemar[MATURE] [BL] [BI] [18+] [MANXBOY] Akibat nekat bermain api dengan istri orang, sebagai balasannya keperjakaanku berakhir direnggut oleh sang suami. Original story by : algojopria. Cerita ini mengandung unsur konten dewasa. Harap bijak dalam memilih...